Bumbu asli bumi Mataram Kuno menghasilkan kolaborasi unik didalam olahan daging hadangan(kerbau): jahe, kemukus, laos, kunyit, calamus, bawang, kapulaga, merica. Â
Â
Rakyat jelata menunggu sisa-sisa makanan yang tidak dihabiskan. Karena hanya lewat hajatan-hajatan itu mereka bisa menikmati daging yang melimpah tumpah. Berkah dari Maharaja selalu diharapkan setiap saat. Sehari-hari mereka hanya mampu makan ular, semut, cacing, semua jenis serangga yang sebentar dipanaskan diatas kobaran api kemudian disantap.Â
Dalam aturan kerajaan, hanya lingkungan raja atau berdarah biru yang boleh menyantap daging atau masakan tertentu.
Pun malam harinya. Lampu teplok menerangi sudut-sudut pelataran dimana hajatan itu digelar. Oncor berbahan bakar minyak kelapa berpendar diantara pengunjung pesta raja. Hiburan rakyat berupa dongeng-dongeng tentang dewa-dewa langit mendapat jatah untuk diperdengarkan. Semua bersuka cita.
Tetabuhan genderang bambu, gong tembaga dan bunyi tiupan tempurung kelapa bernada guyub rukun mengaliri udara dikawasan pesta agung.Â
Rambut Pramodhawardhani tergerai hitam pekat berbau wangi dupa. Sehelai kain hijau bercorak bebungaan melilit dipinggangnya. Bagian atas dibiarkan terbuka hingga payudaranya menjuntai lemah. Manik-manik emas membentuk mahkota terpasang dikepala. Kaki dan tangan dibalut gelang emas dan perak. Tanpa alas kaki menapaki setiap jengkal tanah.
Dua tandu disiapkan. Besar dan megah berbentuk garuda dan naga wilmana. Masing-masing ditumpangi mempelai pria dan wanita. Prosesi arak-arakan berjalan ramai mengelilingi alun-alun kerajaan dengan hiasan bebungaan dipinggiran. Ornamen-ornamen dari anyaman rotan padu padan bambu membentuk aneka binatang raksasa. Â
Tempik sorak  berkumandang sepanjang putaran berlangsung. Panggung dan tenda didirikan untuk menampilkan gelaran seni pertunjukan. Bebunyian mengudara timbul dari genta, sangkha, tambor.
Usai diarak, tandu diarahkan menuju persandingan agung.Â
Di atas pelaminan, sang pengantin mengumbar senyum keberkahan. Ucapan selamat membumbung tinggi berdesakkan. Gelak tawa berkelindan disela-sela obrolan para tamu undangan. Walaupun ada juga kaum penyusup yang hanya ingin melihat wajah sang pengantin serta mencuri sedikit hidangan mewah kaum bangsawan.Â
Selama tujuh hari hajatan digelar bunga-bunga diganti setiap waktu agar menampilkan hasrat kesegaran. Mawar, Bakung gunung, Kamboja, Lily menghiasi dan menebarkan keharuman berkadar tinggi sehati.
Hingga dipenghujung hari ke tujuh semua merapal doa yang dipimpin oleh Sugata dan pendeta Syiwa bergantian ucap mantra mirip dengungan lebah.
Dupa dan kemenyan menciptakan suasana sakral. Hasil bakarannya menari-nari diantara ruang udara tanpa sekat.Â
Akhirnya pesta memang telah usai, tapi kesibukan dari para punggawa belum memberi tanda akan surut. Wajah sumringah nampak diparas mereka. Ikut menjadi bagian dalam menyemarakkan pesta pernikahan  Pramodhawardhani dengan Rakai Pikatan adalah anugerah tersendiri. Hanya punggawa terpilih yang dilibatkan dalam acara agung itu.Â
Balaputradewa menyaksikan semuanya dengan masygul. Rencananya gagal. Kegundahan hatinya merembet berubah lara.