Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Para Penanda Waktu

29 Agustus 2018   13:14 Diperbarui: 29 Agustus 2018   13:26 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara itu dilain tempat, gesekan ujung tongkat ke dinding-dinding rumah dikawasan padat penduduk bisa dipastikan kalau subuh akan menjelang. Dimana sih? Dikota Bekasi. Ketika saya didamparkan beberapa bulan menginap dirumah kakak kandung. Selama itulah saya mengamati beberapa kondisi yang terjadi. Diantaranya bunyi gesekan ujung tongkat ke dinding luar rumah. Mulanya menjadi gangguan, kalau boleh dikatakan mengagetkan.

"Sopo sih, ijek peteng ndhedet nggawe suoro?" (siapa sih, masih gelap gulita bikin suara?)

Itu berulangkali hingga sebuah pertanyaan saya ajukan pada kakak saya, "Mbak, sing bengi-bengi nggawe suoro neng tembok sopo tho?" (mbak, yang malam-malam bikin suara di tembok siapa?)

"Ooo..kuwi engkong X. Mripate rodo wuto, dadi nganggo tongkat ben ora kleru dalan. Wong kene wis biasa. Omahe rodok mlebu. Malah apik iso nggugah uwong ben do tangi esuk" (Ooo..itu engkong X. Matanya sedikit buta, jadi pakai tongkat biar tidak keliru jalan. Orang sini sudah biasa. Rumahnya sedikit masuk kedalam. Malah bagus bisa membangunkan orang biar bangun pagi)

" Pantesan, let sedelok mesti adzan subuh" (pantas saja, tidak beberapa lama pasti adzan subuh)

Saya malah kian suka dengan bunyi gesekan itu. Menjadi alarm kedua setelah HP.

Lain lagi jika teriakan, "Si Bolang!" menggema di kampung kami. Sudah bisa di pastikan jam lima sore menjelang. Iya, itu teriakan khas milik penjual siomay asal Banjarnegara. Bagaimana bisa 'si Bolang' menjadi trademark penjual siomay? Awalnya kebiasaan ponakan beli dagangannya. Ketika itu, pas beli pakai topi dengan bordiran Si Bolang. 

Ya sudah, akhirnya jika lewat depan rumah, untuk mengingatkan kami (maksudnya ponakan saya) masnya teriak, "Si Bolang!" dengan cengkok melengkuk ke atas. Itupun masih ditambah pukulan di bilah bambu berbunyi, "Tok!..toktoktoktoktok...tok! Si Bolaaang!".

Ditahun 1936 sampai 1942 bagi penduduk pulau Banda khususnya pekerja di perkebunan, kebiasaan bung Hatta alias bung kacamata menjadi penanda waktu untuk segera menyudahi aktifitas mereka. Antara jam empat sampai lima sore Waktu Indonesia Timur adalah rutinitas yang dilakukan sang proklamator untuk mengelilingi pulau banda. Dengan jarak 3 kilometer ditempuh pulang pergi saban hari, senin hingga sabtu. 

Jalurnya sama, dari rumah pengasingan menuju masjid, terus telusuri jalan setapak melewati hutan, kebun pala hingga berakhir diujung pulau berupa pantai yang cantik. Berhenti sebentar sambil memandangi permainan ombak dengan selarik cakrawala di ujung sana. 

Setelah dirasa cukup, beliau balik kembali dengan menempuh jalan yang sama. Karena dilakukan rutin serta tepat waktu, bung Hatta di jadikan pengukur waktu. Kemunculannya di perkebunan ketika balik selalu mengundang pekerja berujar, "Sudah jam lima. Ayo berkemas. Waktunya pulang". Kehadiran beliau menjadi penting karena di perkebunan tidak ada jam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun