Melewati aliran air yang begitu jernih merupakan keniscayaan, karena memang itulah jalurnya. Disinilah saya dipaksa berhenti 6 kali. Yang terakhir nafas makin mengkis-mengkis keringat bercucuran.Â
Mungkin faktor usia berpengaruh. Duduk dengan tumpangan batu sambil membasuh muka sambil memainkan air. Kecipak-kecipuk... Segarnya..... Â Cukup lama waktu yang saya ambil untuk menstabilkan ritme nafas.Â
Setelah cukup, kembali ayunan kaki dihidupkan. Gemericik air-bahkan deru arus deras-menjadi backsound perjalanan saya-dan pengunjung-dengan ditambah bebunyian serangga atau kicauan burung. Benar-benar keren.Â
Sayangnya, vandalisme sudah menjajah tempat ini. Beberapa coretan dibebatuan terpampang terang. Juga sampah kemasan berserak dibeberapa tempat. Kesadaran pengunjung belum terbentuk. Rasa cinta lingkungan masih menempati level terendah.
Seutas tali tambang plastik berwarna biru menjuntai dari atas. Tiba-tiba muncul 4 lelaki muda turun pelan-pelan disisi sebelah kiri. Saya heran, naiknya lewat mana? Melihat cara turunnya saja membuat saya ketir-ketir.
"Air terjunnya masih diatas ya?"
"Iya mas"
"Bagus mas?"
"Saya belum sampai kesana"
"Lho? Masnya tadikan sudah diatas?"