Pasar begitu sibuk. Keringatku bercucuran, padahal aku telah memakai singlet dan celana pendek. Aku menawarkan jasa angkat barang dan juga ojek payung kepada para pengunjung pasar loak. Apalagi saat musim panas seperti ini, lebih banyak waktu untuk menghabiskan hari diluar rumah dan pengunjung pasar dipastikan membludak dimusim panas. Harapanku banyak; apalagi yang ini, sambil memandang  kebawah. Â
Aku selalu nelangsa ketika melihat sepatu yang kupakai. Kapan aku akan punya sepatu? Sederhana, tidak usah bagus tapi setidaknya jari-jari kakiku tidak keluar dari bungkusnya.
Ditengah teriknya matahari nyaris sejajar dengan kepala. Belum ada satupun pengunjung pasar yang mempersilahkanku mengangkut barangnya, mungkin sebagian mereka tidak percaya dengan kekuatanku. Badanku memang mungil dibandingkan anak-anak seumuranku, namun tenagaku melebihi mereka. Aku ditempa keadaan untuk menjadi kuat, hanya saja mereka yang seolah menutup mata.
Aku duduk di emperan  toko sambil sesekali melempar kerikil-kerikil kecil sedikit menghibur kebosananku.
A dream is a wish your heart makes,,,
Have faith in your dreams and someday,,,
Your rainbow will come smiling through,,,
No matter how your heart is grieving,,,
If you keep on believing,,,
The dream that you wish will come true,,,
Seorang pengamen tua bernyanyi diiringi gitar Flamenco kunonya. Lagu disney tebakku.
Buskers tua itu memakai pakaian tidak biasa, beliau memakai kostum khas Galicia. Sangat menarik bagiku.
Ia melihat ke arahku dan mengisyaratkan dengan tangannya "Jika kau berharap maka mintalah kepada yang diatas" Aku hanya membalas dengan sebuah anggukan walau sebenarnya tak paham. Â
Sampai sebuah tangan memintaku untuk membawa barang belanjaan. Ditengah perjalanan aku terpesona dengan toko sepatu yang besar berada diujung blok pasar.  Toko itu tak pernah kulihat sebelumnya, namun sepatu yang terpajang  seperti bernyawa memanggil-manggil batinku.
Besok paginya aku kembali lagi ke toko itu. Dan benar saja sepasang sepatu berwarna Neon berhasil memikatku untuk memilikinya. Aku lantas kembali kerumah menuju sudut lemari kubuka kaleng bekas susu formula yang berisikan uang tabunganku. Aku bergegas menuju toko.  Toko  terlihat sepi hari ini tidak ada pengunjung seperti kemarin
Aku melangkahkan kaki dari toko tersebut dengan senang hati. Di persimpangan jalan aku berhenti, lalu dengan pelan mengeluarkan sesuatu dari balik baju. Sepasang sepatu baru, dengan cepat aku mengganti sepatu lama dengan sepatu baruku.
Â
Dengan riang gembira aku memperkenalkan sepatu baru kepada teman-teman. Seperti tebakanku mereka takjub dengan keindahan warna dari sepatu yang langka.
Malam hari pun tiba. aku tidak ingin lepas dari sepatuku. aku pun tidur ditemani sepasang sepatu baru. Ditengah malam aku bermimpi sedang bercermin memakai sepatu baru, menit berikutnya pada bayangan cermin kakiku berubah menjadi kaki kuda, aku berubah menjadi manusia setengan hewan. Seperkian detik berikutnya aku  berada di sebuah ruangan yang gelap, aku mencari cahaya dan menemukan sebuah pintu. aku bergegas menuju mulut pintu itu dan berhasil keluar. Aaaaaaaa,,,  Aku serasa jatuh dari ketinggian.
Pada akhirnya aku ditemukan oleh seorang nelayan bernama Triton badannya besar dan berjanggut tebal. aku baru menyadari bahwa kami berada di tengah-tengah Cerulean samudra. Triton bercerita bahwa Ia memburu monster kraken dan akan membunuhya. Monster itu berwujud gurita raksasa pemangsa manusia. Triton  ingin membalaskan dendam atas kematian ayahnya yang dibunuh oleh monster itu.
Tiba-tiba saja langit menjadi gelap bersama awan cumulonimbus hitam, Petir menyambar-nyambar. suasana begitu menyeramkan, puting beliung datang dengan ombak yang menerjang kapal kami dengan kencang. untung kami masih bisa bertahan dengan saling memegang tangan dengan erat. disaat fenomena alam itu mulai mereda datanglah goncangan dahsyat dari punggung kapal, Monster kraken datang dan menyerang kami.
Triton mendapatkan luka cukup besar di bahu kirinya setelah puas menancapkan pisau ke mata Monster itu.
Triton terhempas ke dalam lautan luas. dan aku sendirian bersama monster yang menakutkan. aku bersembunyi dan ketahuan setelah tak sengaja menumpahkan deterjen cair  pencuci piring mengandung ekstrak jeruk nipis. cairan itu mengenai tentakel besar sang monster dan terlihat terbakar. Moster itu mengerang dengan keras. Lantas aku dengan cepat menyiram monster itu dengan cairan sabun jeruk nipis itu dan hangus.
Tinggallah aku sendirian didalam kapal tanpa awak. menyusuri samudra tanpa nahkoda. aku hilang ditelan birunya lautan.
Diperjalanan mengarungi luasnya samudra, aku menemukan kawanan whale yang sedang bernyanyi namun ada seekor whale kecil sedang bersedih hati. aku menghampirinya, whale itu seperti tidak bisa mengeluarkan suara sedikitpun. semua kawannya menyemburkan air ke udara secara bersamaan kecuali dia. whale kecil hanya menyembulkan mulutnya ke udara. Â Aku memberikan diri untuk menaiki whale itu untuk melihat apa yang terjadi dengan lubang sembur sang paus. Setelah aku mendekat ternyata ada benda asing yang terbuat dari plastik menutupi lubang. Bersamaan dengan plastik yang keluar semburan air dari whale melemparku ke udara dan aku lupa apa yang terjadi.
Terbangun dari pingsan, aku sadar  telah terdampar di suatu pulau kecil. Samar-samar aku melihat seseoeang berlari dan menyelamatkanku. Aku terbangun karena  kegerahan, disampingku ada seorang anak kecil seusiaku namun tubuhnya kayu benar-benar kayj, dia nyaris seperti mannequin sedang menghangatkan badan dengan api unggun kecil.
"Kamu sudah bangun?"
Tanya anak itu
"Sudah"
"Aku Peter"
ujar anak itu sambil mengulurkan tangannya sebagai tanda berteman.
"Aku Aciel" Â
Jawabku
" Tubuhmu?"
"Tubuhku mengeras menjadi kayu"
"Apa kamu manusia sepertiku ?"
"Tadinya "
"Maksudmu?"
Tanyaku tak mengerti
"Aku dikutuk oleh penyihir Alice menjadi kayu, karena aku banyak berbohon"
"Dan kamu, kenapa kakimu seperti kaki kuda"
"Entah aku pun tak tahu, kesalahan apa yang aku lakukan sebelunya"
"Kamu  benar-benar tidak tahu tentanh kesalahanmu?"
Tanya Peter
Â
"Hmmm"
Jawabku sambil mengangguk
"Apa kamu bisa kembali seperti semula?"
tanyaku kembali
"Bisa, asalkan aku bisa meminta dengan hati yang tulus. Namun tidak pernah berhasil"
Jawabnya
"Ternyata kejujuran terlahir dari hati, dan mimpi adalah harapan dari hati"
 Ucapku dalam hati
"Dan cinta terlahir dari hati" ujarku
"Cinta?"
"Iya, Cinta dan kasih sayang"
Jawabku
"Kamu punya keluarga?"tanyaku
"Iya, aku punya ibu"
"Lekas temui ibumu dan ungkapkan hatimu kepadanya"
"Baik, akan aku coba"
"Walaupun tubuhmu berubah menjadi kayu namun hatimu masih merasa"
"Kamu masih punya hati, disini"
Aku meyakinkan dirinya sambil menunjuk dada sebelah kirinya.
Kami pun bersegera menuju rumah Peter. Aku terkejut ketika melihat ibu dari Peter adalah seekor ibu berang-berang.
"Ibu, aku sungguh menyayangimu"
"Ohh anakku sayang"
Peter dan sang ibu saling berpelukan.  Didalam pelukan Peter dikelilingi dengan cahaya terang, cahaya itu menghilang namun  Peter tidak berubah sama sekali.
Tiba-tiba ada suara yang mengatakan bahwa Peter masih tetap berbohong karena tidak memberitahukan bahwa siapa saja yang menolongnya akan terkena kutukan yang sama.
Setelah suara itu pergi, tubuhku perlahan mengeras dimulai dari kakiku yang berbentuk kaki kuda. Tidak ada lagi yang bisa kuharapkan, Dia membohongiku.
Aku langsung berlari meninggalkan mereka menuju hutan belantara.
Hutan itu gersang, terik dan panas. Para burung gagak bertengger diatas pohon yang kering seperti sedang menyambung  kematianku. Tubuhku semakin kaku, aku bersandar pada sebuah pohon. Hawa panas membakar tubuhku, terbakar dan terus terbakar.
Aaaaaaaaaaaa,,,,
Tiba-tiba tubuhku bergelantung dijarum jam weker. Berputar satu arah tanpa lelah, diriku sudah berpasrah.
"Aku ingin pulang !!!"
Pintaku
"Mimpi adalah harapan dari hati, hati menyimpan sebuah ketulusan dan aku berharap semesta memaafkan semua kebohonganku"
"Aku berjanji akan meminta maaf dan mengembalikan  sepatu itu, dan aku akan berusaha mengumpulkan uang lagi, aku berjanji Tuhan"
"Aku menyadari kesalahanku"
Sesalku
Keesok harinya, aku hendak mengembalikan sepasang sepatu yang sempat ku ambil beberapa waktu yang lalu karena harga sepatu dan uangku tidak mencukupi, tapi aku ingin sekali memiliki lantas aku diam-diam mencurinya. Dan aku menyesal.
Setibanya ditoko, aku tidak yakin bangunan yang tampak seperti rumah tidak berpenghuni ini adalah toko sepatu kemarin. Namun aku menemukan sepucuk surat bertuliskan:
Jangan ulangi kesalahan kamu lagi anak muda, pinky hand !!
Ambillah sepatu itu buatmu sebagai kenang-kenangan
Terima kasih telah berpetualang ke dunia Timota.
 Aku memaafkanmu
Yang bertanda tangan
Peter
Pemilik Toko
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H