Mohon tunggu...
Cerpen Artikel Utama

Amis

1 Januari 2016   13:07 Diperbarui: 1 Januari 2016   13:44 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Agak lama Amir mengecek bagian per bagian kulkas. Dari pintu atas sampai pintu ke bawah. Dari depan ke belakang. Kulihat dahinya sampai berkerut, terlipat-lipat bagai kertas kusut, sambil mulutnya carut marut. Pasti ada yang rusak kalau Amir sudah begini, tahu benar aku tingkah polahnya tiap kali membetulkan alat elektronik.

“Pak, kenapa bapak bilang kulkas ini rusak?”

“Hmm, kenapa ya.” Bah, lupa kusiapkan jawaban untuk pertanyaan yang seperti ini. Tak biasanya Amir balik bertanya. Normalnya, setelah kuberikan uang pembayaran di muka, Amir langsung bekerja saja bagai kerbau dicocok hidungnya.

“Menurut bapak kulkas ini kurang dingin?”

“Ah...tidak juga. Memang kurang dingin sedikit sih, tapi... kenapa pula kau tanya-tanya Mir? Kan sudah kubayar kau buat temukan kerusakannya? Jadi rusak atau tidak?”

“Ya maaf lah pak, saya tanya karena saya bingung. Kulkas ini kan baru dibeli 2 bulang yang lalu, jadi masih benar-benar sehat walalfiat, tidak kurang satu hal pun. Makanya saya bingung, apa keluhan Bapak sampai bilang kulkas ini rusak.”

Ingin rasanya aku jujur saja, bertanya kalau-kalau Amir mencium bau amis yang sama. Namun mengingat Mara dan Lana sedari tadi diam-diam saja, takutnya Amir mengira aku sudah gila menghayalkan bau yang tidak-tidak.

“Sudahlah, Mir, kau pulang saja. Aku cuma khawatir saja kulkas ini rusak. Mencegah sebelum waktunya, iya kan. Macam general check up buat manusialah, kulkas juga butuh dicek secara berkala, menurutku ya itu. Ya sudah pulanglah, anak istrimu menunggu.”

Habis akalku mencari sumber bau amis ini. Makin pekat saja rasanya bau ini di udara. Sadar cuma aku yang membauinya, tidak lagi kuungkit bau amis ini dengan anak istriku. Mungkin setelah tidur malam nanti baunya akan hilang. Kalau tidak hilang juga, ya terpaksa nanti kuperiksakan hidung ini ke dokter THT.

Jam 12.00 sudah makin dekat. Aku dan anak beranak duduk bersimpuh menonton pesta kembang api gratisan dari tetangga sambil menandaskan satu per satu makanan. Aku sempat muntah saat makan ikan bakar yang disiapkan Mara. Amisnya kelewatan, rasanya seperti logam. Aku heran apakah Mara lupa membersihkan ikan kakap ini, karena seperti masih ada darahnya. Darah, memang amis dan terasa seperti logam karena besi yang terkandung di dalamnya.

Pesta kembang api gratisan telah usai. Tahun 2016 secara resmi mulai bergulir. Tahun 2016 disayang, tinggal tunggu saja kapan tahun 2016 ditendang. Tiba-tiba telefon genggamku berdering, ternyata dari Hasan, anak buahku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun