Tak ingin merusak suasana lebih lanjut, aku masuk ke dalam rumah, melihat istriku yang sedang menyiapkan masakan lain. Tadi pagi sih katanya mau masak tom yam suki. Entah kenapa anak dan istriku selalu suka istilah-istilah aneh untuk makanan. Bagiku tom yam suki tidak lebih dari kuah pindang yang dimasukkan bahan makanan sesuka kita. Bisa sayur-sayuran, bakso, jamur, seafood...
Tunggu, seafood? Jangan-jangan sumber bau amisnya dari tom yam suki. Menyesal rasanya aku menuduh Mara yang bukan-bukan.
“Ma, cium tidak, amis sekali baunya! Mama pakai seafood apa sih buat suki nya? Mau muntah rasanya!”
Lana, istriku, menoleh keheranan. Sama herannya dengan Mara saat kutegur di depan tadi. Sontak ia menghampiri tanganku, dan menggeretnya ke depan kompor.
“Lihat pa, mama baru masak kuahnya. Kuah merah yang papa suka bilang kaya kuah pindang ini. Belum ada sayur mayur, bakso, apalagi seafood yang dimasukkan. Baru juga jam setengah 8. Kan jadwalnya kita mau makan suki sambil menikmati kembang api gratisan dari tetangga jam 12 nanti. Semua isi suki masih di kulkas. Kalau memang terbaui amis, jangan-jangan kulkas kita bocor lagi, atau pintunya nggak tertutup rapat.”
Benar juga. Tidak kutemui apa-apa saat kuaduk kuah merah pindang. Barang sebiji udang pun tidak ada. Bau kuah tom yam juga seperti biasa, tidak ada amis-amisnya. Aku makin keheranan, dari mana bau amis ini muncul. Sudah enek rasanya sedari tadi mencari sumber bau yang makin lama makin kuat. Awalnya hanya seperti bau satu ikan busuk. 10 menit kemudian jadi seperti 5 ikan busuk. 1 jam kemudian seperti seember penuh ikan busuk. Sumpah, amis sekali.
Ah, barangkali memang kulkas di rumah rusak. Paling tidak itulah harapanku. Setidaknya kalau memang rusak, sumber bau amis ini sudah kutemukan. Tinggal buang saja seafood untuk suki, masalah selesai. Persetan dengan Mara yang mungkin marah karena tidak ada seafood di dalam kuah pindangnya. Itu urusan nanti.
Kucek pintu kulkas, semuanya tertutup rapat. Pasti pendinginnya yang rusak. Kubuka pintu kulkas, wajahku serasa beku ditampar angin dari kutub utara. Dinginnya kulkas seperti biasa. Tidak ada batu es yang meleleh. Masih kuyakinkan diri sendiri kalau memang kulkas yang rusak, sehingga bahan makanannya juga rusak. Kuteliti satu per satu bagian dari kulkas 2 pintu, namun hasil yang kudapatkan nihil.
“Aku ini cuma lulusan fakultas ekonomi. Tau apa soal kulkas. Aku hainul yakin ada bagian yang terlewatkan olehku. Pasti ada yang rusak!”
Malam ini juga kutelfon Amir, tukang reparasi alat elektronik apa saja langganan keluargaku. Dia sudah pernah membetulkan televisi di ruang keluarga, AC di kamar Mara, kompor listrik, pompa air, dan berbagai alat lainnya yang berkaitan dengan listrik. Awalnya Amir ogah-ogahan, bilang kalau dia sedang kumpul dengan keluarganya main kartu, tapi dengan iming-iming uang yang besar, runtuh sudah harapan anak istrinya untuk ditemani main kartu oleh ayah dan suami tercinta.
“Mir, ini kulkasku rusak! Padahal baru juga dibeli 2 bulan yang lalu.”