Mohon tunggu...
Panji Rolandi
Panji Rolandi Mohon Tunggu... wiraswasta -

www.pt-integra.ga | www.etraining.space

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Maaf Pak, Uang Saya Belum Cukup..

5 Januari 2014   14:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:08 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang (mungkin) Anda ketahui, perusahaan kami memberikan jasa konsultasi serta pelatihan terkait manajemen manufaktur. Public training, merupakan salah satu jasa yang termasuk di dalamnya.

Sejak perusahaan ini berdiri 10 tahun yang lalu, tak sedikit calon peserta public training yang mundur karena alasan biaya atau jadwal yang tidak cocok. Dan sejak dahulu, kami tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut. Itu hal biasa dalam bisnis.

Kami memegang erat paradigma penjualan yang berbunyi :

"Jual lah pada orang yang membutuhkan, dan mempunyai dana yang cukup untuk membayarnya."


Sehingga, bila seseorang sangat membutuhkan, namun tidak mampu membeli, maka dia bukan termasuk target market. Jadi, yang tidak termasuk target market, tidak perlu digubris. Begitulah intinya.

Bahasa yang saya gunakan (mungkin) terbilang kasar, dan cenderung blak-blakan. Walaupun begitu, bukankah semua perusahaan memiliki target market tertentu, dan mengabaikan yang bukan target market-nya?

Namun sekitar 6 bulan yang lalu, pandangan saya tentang paradigma tersebut mulai berubah. Ada hal-hal yang tidak bisa diabaikan begitu saja.

Perubahan pandangan ini gara-gara seorang calon peserta public training. Sebut saja namanya AJ. Ini nama sebenarnya, tapi disamarkan.

Mas AJ ini, berkali-kali menghubungi marketing kami. Bertanya mengenai public training PPIC based MRP-JIT yang kami selenggarakan. Semangat sekali dia kelihatannya. Tipikal peserta yang sangat potensial bagi kami. Hehe..

Hingga suatu ketika, seminggu sebelum hari H. Bagian marketing menghubungi AJ untuk menanyakan jadi tidaknya dia mengikuti public training tersebut. Sales call rutin, guna mengkonfirmasi pendaftaran yang telah di lakukan setiap calon peserta.

Tak disangka, dia membatalkan kepesertaannya. Dia jawab "Maaf Pak, uang saya belum cukup.."

Jawaban ini membuat staff kami terkejut. Bengong.

Sebab, selama 10 tahun usaha ini berjalan, baru kali ini ada yang menjawab demikian. Biasanya calon peserta menggunakan berbagai macam alasan untuk membatalkan kepesertaannya. Ada alasan yang konyol, ada pula yang menyebalkan. Namun, kami mafhum mengenai hal itu. Tak pernah kami ambil pusing. Batal, ya batal.

Tapi tidak dengan AJ. Dia terbuka dan berterus terang mengenai kondisinya. Dari situ kami tahu, dia bekerja di sebuah perusahaan manufaktur skala kecil, yang bahkan tak memiliki program training. Jadi, lupakan saja opsi training dibiayai perusahaan.

Kami pun tahu, ternyata dia sudah menabung hampir setahun untuk mendaftar public training kami. Tabungan yang akhirnya digunakan menebus keponakannya dari rumah sakit.

"Saya akan menabung lagi Pak. Kalau sudah cukup, saya daftar lagi." Begitu ucapnya saat mengakhiri sales call dengan staff kami. Gigih dan mandiri betul dia.

Menariknya lagi, tidak terdengar nada memelas dari ucapannya. Bahkan tak pernah sekali pun dia bertanya soal diskon, keringanan harga, atau apa pun namanya.

Sedangkan saya sendiri, biasanya bertanya soal diskon bila mau membeli sesuatu. Padahal, jelas-jelas saya mampu membeli barang tersebut tanpa diskon. Apa Anda juga seperti saya? (mengakulah.. saya butuh teman disini.) Hehehe..

Ini unik. Meski jelas-jelas dia bukanlah target market kami. Tak enak hati ini, bila tak membantunya. Serasa ada yang salah.

Orang macam AJ ini harus kami layani. Bukan karena kasihan, tapi karena penghormatan.

Namun, bagaimana caranya?

Dengan memberi diskon? Memberi fasilitas cicilan? Atau mengratiskan public training tersebut untuk dia?

OK, itu masuk akal.

Tapi tidak kami lakukan. Hehehe..

Hal itu tidak menyelesaikan akar permasalahan. Maklum, sudah kebiasaan kami untuk menangani setiap persoalan hingga ke akarnya. Persis kebiasaan dokter gigi.

Diskon dan fasilitas keringanan biaya memang bisa membantu AJ. Hanya dia seorang. Tidak bisa membantu orang lain yang segigih dan semandiri AJ. Sebab, bila banyak yang diberi keringanan, bisa bangkrut usaha kami.

Lagi pula, bantuan semacam itu juga nampak bertentangan dengan kegigihan dan kemandirian AJ.

Kami juga yakin, bahwa masih banyak orang seperti AJ. Meski jumlahnya tak sebanyak penggemar bola di Indonesia. Namun, apa salahnya sekalian membantu mereka semua?

Akhirnya, kami putuskan membuat target market baru, layanan baru, metode baru. Spesifik untuk mereka.

Singkat cerita, kami simpulkan bahwa akar permasalahannya terletak pada ketidaksinkronan antara penghasilan AJ dengan harga public training kami. Penghasilan mereka terlalu rendah untuk bisa mendapatkan public training kami.

Karena tidak mungkin bagi kami untuk meningkatkan penghasilan AJ, maka harga training kami yang harus diturunkan. Di pangkas hingga 90%. Itu rencana awalnya..

Penggunaan metode training secara konvensional, tatap muka seperti yang umumnya dilakukan, jelas tidak mungkin bisa memangkas biaya sehebat itu. Pilihan yang paling logis adalah dengan men-digital-kan program training kami. Menempatkannya di internet sehingga bisa di akses oleh siapa pun, kapan pun, dimana pun.

Sungguh suatu rencana yang brilian, dan terdengar mudah dilakukan.

Kami pun bertanya ke paman Google. Adakah training provider atau kompetitor kami di Indonesia yang telah membuat training secara online di internet? Ternyata tidak ada! Pupus sudah harapan untuk meng-copy-paste metode mereka.

Yang ada justru lembaga pemerintah, seperti Kemenkes dan Kemdikbud yang membuat pembelajaran online.

Selain itu, kampus-kampus kita juga banyak yang sudah melakukan pembelajaran secara online. ITB adalah salah satunya. UGM juga. Syukurlah, ada yang bisa dijadikan referensi. Maksud kami, di copy-paste. Hehe..

Sayangnya, metode mereka ternyata tidak cocok untuk di copy-paste. Tujuan mereka berbeda terlalu jauh dengan kami.

Kami tak ingin pengguna (peserta) kami repot-repot nonton youtube, mendownload video atau bahan presentasi serta e-book, lalu di print, kemudian dibaca dan dipelajari sendiri di rumah. Ini training bung, bukan kuliah.

Cara-cara seperti itu memang mempermudah pekerjaan kami, tapi justru menyulitkan pengguna kami. Kami tak mau itu.

Kami juga tak ingin pengguna kami belajar dulu cara mengoperasikan website tersebut. Kami ingin tiap pengguna, begitu login, langsung bisa mengoperasikan.

Website itu sendiri haruslah nampak sederhana. Mudah digunakan. Orang paling gaptek sekalipun, harus bisa menggunakannya.

Ukurannya juga harus kecil. Karena kecepatan internet di Indonesia, sungguh luar biasa lambatnya.

Akhirnya, mau tak mau, kami terpaksa membuat metode sendiri. Hal yang tadinya dianggap mudah, mulai terbayang susahnya.

Demikian juga dengan standar pengajarannya. Di Indonesia belum ada. Jadilah kami mencomot standar dari FETAC dan QCF (UK), lalu dimodifikasi. Beres! Kami sebut dengan standar Integra 2014. Kami akui, namanya memang tidak kreatif. Mencomot begitu saja dari nama perusahaan. Tapi biarlah, toh hanya internal kami yang memakainya. Hehehe..

Bagaimana dengan standar distribusinya? Kami gunakan SCORM dan Tin Can API. Untungnya kami tak perlu memodifikasi untuk yang satu ini. Tinggal pakai! Inisiasi Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Thank you uncle Sam..!

Bagaimana dengan platform-nya? Software-nya? Memakai yang open source, jelas akan meminimalkan biaya. Soalnya gratis!

Akan tetapi, tak ada satu pun yang sesuai dengan standar kami. Sudah kami coba semuanya, mulai dari moodle (mayoritas digunakan oleh kampus di Indonesia), claroline, dokeos, chamilo, hingga open source yang secara penuh berbasis ruby on rails.

Coding ruby rails saja, hanya sedikit orang Indonesia yang mampu melakukannya. Singkat kata, tak ada open source yang cocok!

Bagaimana dengan server-nya? Hosting? Domain? Tampilan web-nya? Setting user-nya? Dan hal-hal teknis lainnya? Sudahlah, saya yakin Anda tak mau tahu hal itu. Lagi pula, capek menulisnya. Bisa-bisa artikel ini berubah menjadi novel. Yang penting, kami berhasil.

Sehingga, tahun baru 2014 kemarin, kita soft launching Integra e-Training. Anda bisa melihat katalognya di http://www.etraining.space. Sedangkan detailnya, dapat anda temukan DISINI.

Kami menyebutnya e-Training, untuk membedakan dengan e-Learning yang telah secara umum digunakan di kampus-kampus. Karena tujuannya berbeda, tentu saja namanya juga beda.

Kami akui, topik e-Training-nya masih sedikit. Mohon dimaklumi, menjalankan e-Training-nya jauh lebih mudah ketimbang membuatnya.

Namun, jangan khawatir. Topik lainnya akan kami tambahkan terus tiap bulannya.

Akhirnya, berkat Mas AJ, kami berhasil membuat sesuatu yang baru. Hal yang tak pernah kami pikirkan sebelumnya. Yang pertama di Indonesia. Membawa training ke dalam dunia digital. Dunia informasi. Internet!

Semoga hal kecil ini bisa menjadi angin perubahan yang positif, tidak hanya untuk kami, namun juga untuk seluruh Indonesia.

Amien.

Catatan : Artikel ini di copas secara mentah-mentah dari pt-integra.ga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun