Tapi tidak kami lakukan. Hehehe..
Hal itu tidak menyelesaikan akar permasalahan. Maklum, sudah kebiasaan kami untuk menangani setiap persoalan hingga ke akarnya. Persis kebiasaan dokter gigi.
Diskon dan fasilitas keringanan biaya memang bisa membantu AJ. Hanya dia seorang. Tidak bisa membantu orang lain yang segigih dan semandiri AJ. Sebab, bila banyak yang diberi keringanan, bisa bangkrut usaha kami.
Lagi pula, bantuan semacam itu juga nampak bertentangan dengan kegigihan dan kemandirian AJ.
Kami juga yakin, bahwa masih banyak orang seperti AJ. Meski jumlahnya tak sebanyak penggemar bola di Indonesia. Namun, apa salahnya sekalian membantu mereka semua?
Akhirnya, kami putuskan membuat target market baru, layanan baru, metode baru. Spesifik untuk mereka.
Singkat cerita, kami simpulkan bahwa akar permasalahannya terletak pada ketidaksinkronan antara penghasilan AJ dengan harga public training kami. Penghasilan mereka terlalu rendah untuk bisa mendapatkan public training kami.
Karena tidak mungkin bagi kami untuk meningkatkan penghasilan AJ, maka harga training kami yang harus diturunkan. Di pangkas hingga 90%. Itu rencana awalnya..
Penggunaan metode training secara konvensional, tatap muka seperti yang umumnya dilakukan, jelas tidak mungkin bisa memangkas biaya sehebat itu. Pilihan yang paling logis adalah dengan men-digital-kan program training kami. Menempatkannya di internet sehingga bisa di akses oleh siapa pun, kapan pun, dimana pun.
Sungguh suatu rencana yang brilian, dan terdengar mudah dilakukan.
Kami pun bertanya ke paman Google. Adakah training provider atau kompetitor kami di Indonesia yang telah membuat training secara online di internet? Ternyata tidak ada! Pupus sudah harapan untuk meng-copy-paste metode mereka.