Yang ada justru lembaga pemerintah, seperti Kemenkes dan Kemdikbud yang membuat pembelajaran online.
Selain itu, kampus-kampus kita juga banyak yang sudah melakukan pembelajaran secara online. ITB adalah salah satunya. UGM juga. Syukurlah, ada yang bisa dijadikan referensi. Maksud kami, di copy-paste. Hehe..
Sayangnya, metode mereka ternyata tidak cocok untuk di copy-paste. Tujuan mereka berbeda terlalu jauh dengan kami.
Kami tak ingin pengguna (peserta) kami repot-repot nonton youtube, mendownload video atau bahan presentasi serta e-book, lalu di print, kemudian dibaca dan dipelajari sendiri di rumah. Ini training bung, bukan kuliah.
Cara-cara seperti itu memang mempermudah pekerjaan kami, tapi justru menyulitkan pengguna kami. Kami tak mau itu.
Kami juga tak ingin pengguna kami belajar dulu cara mengoperasikan website tersebut. Kami ingin tiap pengguna, begitu login, langsung bisa mengoperasikan.
Website itu sendiri haruslah nampak sederhana. Mudah digunakan. Orang paling gaptek sekalipun, harus bisa menggunakannya.
Ukurannya juga harus kecil. Karena kecepatan internet di Indonesia, sungguh luar biasa lambatnya.
Akhirnya, mau tak mau, kami terpaksa membuat metode sendiri. Hal yang tadinya dianggap mudah, mulai terbayang susahnya.
Demikian juga dengan standar pengajarannya. Di Indonesia belum ada. Jadilah kami mencomot standar dari FETAC dan QCF (UK), lalu dimodifikasi. Beres! Kami sebut dengan standar Integra 2014. Kami akui, namanya memang tidak kreatif. Mencomot begitu saja dari nama perusahaan. Tapi biarlah, toh hanya internal kami yang memakainya. Hehehe..
Bagaimana dengan standar distribusinya? Kami gunakan SCORM dan Tin Can API. Untungnya kami tak perlu memodifikasi untuk yang satu ini. Tinggal pakai! Inisiasi Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Thank you uncle Sam..!