Mohon tunggu...
Roihatul Jannah
Roihatul Jannah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama saya Roihatul, sejak kecil saya memiliki hobi menulis dan membaca. Menurut saya dengan kita menuangkan imajinasi melalui sebuah tulisan, akan menjadikan kita semakin produktif dalam mengisi waktu luang. Saya banyak menghabiskan waktu saya dengan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pahat Rasa

23 September 2024   01:28 Diperbarui: 24 September 2024   06:00 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana rasanya ketika tangismu diabaikan? Keluhmu dibiarkan menggantung menjalari kerongkongan hingga menyisakan bercak merah? Terkadang, berlajan ditapak kaki sendiri lebih baik. Meski jalan tak selalu mulus.

 ****

Jakarta, kota yang tak pernah surut manusia. Apalagi sekarang waktu menunjukkan pukul tujuh pagi. Hawa panas disertai polusi seolah menjadi kenangan yang tak akan pudar bagi siapa saja yang menjajakan kakinya di kota ini. 

Mahen Danendra lelaki berparas tampan dengan kaki jenjangnya terus melangkah menyusuri jalanan. Ia berjalan cepat sembari menengok jam tangannya. Peluh keringat seakan menjadi saksi bisu betapa menggeloranya daya juang untuk pergi ke Sekolah. Meski nanti ia akan menjadi buronan Guru BK. 

****

Suasana Kelas Sepuluh Mipa 2 tampak lengang, hanya suara Guru yang terdengar menggelegar mengisi seisi Kelas.

"Baik, anak-anak, sekarang kalian buka modul Fisika kalian dan kerjakan halaman tiga ya, nanti dikumpulkan," jelas Pak Warsa.

"Baik, Pak," jawab seluruh Siswa Siswi. 

Seluruh Siswa Siswi mengerjakan tugas Fisika, tak jarang dari mereka yang saling lempar jawaban.

"Permisi, Pak," seru seorang lelaki dengan nafas terengah, dahinya diiringi keringat yang mengucur deras. 

Seluruh isi Kelas memusatkan tatapan mereka pada sumber suara.

"Alaaahh, lagu lama," seru Farez dengan tatapan menusuknya. 

"Mau alasan apalagi kamu, Mahen?" Suara bariton Pak Warsa sambil berjalan mendekati Mahen yang berada di ambang pintu.

"Saya ta--" belum sempat melanjutkan kalimatnya, Farez segera memotongnya.

"Gak usah didengerin itu, Pak, alasan aja." Tukas Farez.

"Lo gak usah ikut campur urusan gue" Teriak Mahen dan berjalan mendekat ke arah Farez.

"Apa lo? Mau jadi Pahlawan? Hah?" 

"Lo-" Mahen langsung menarik kerah baju Farez dan memukul rahangnya keras. Tak terima dengan tindakan Mahen, Farez membalas pukulan Mahen, namun lelaki tampan itu berhasil menepisnya. Perkelahian kian memanas diiringi sorakan seisi Kelas. Wajah Farez sudah babak belur dihajar habis Mahen.

"Hentikan! Kalian keluar sekarang!" Teriak Pak Warsa sembari melerai keduanya.

****

Jika biasanya jam istitahat digunakan Siswa Siswi pergi ke Kantin atau Taman Sekolah, namun hal itu berbeda dengan dua insan manusia yang tengah duduk berdampingan ini. Keduanya duduk tanpa saling melirik, mereka tenggelam jauh dalam pikirannya masing-masing. Bu Monalisa, selaku Guru BK di SMA Cahaya Bintang sudah lelah dengan aksi kedua Siswanya ini yang sedari dulu tak pernah damai.

"Bagaimana apakah tubuh kalian ada yang terluka?" Bu Monalisa membuka suara, sembari menatap satu persatu anak didiknya.

"Ini semua gara-gara dia, Bu." Sahut Farez dan membuang muka acuh.

"Enggak, Bu, dia yang mulai duluan!" Tukas Mahen dengan nada santai.

Tak terima dengan penuturan Mahen, emosi Farez langsung memuncak menerobos ubun-ubun. Lelaki itu menarik kerah baju milik Mahen dengan tatapan tajamnya.

"Apa lo?" Seru Mahen berusaha melawan.

Tanpa aba-aba Farez berhasil meninju rahang Mahen secara brutal. Hingga menimbulkan darah segar mengucur. Mahen tak tinggal diam, ia membalas perlakuan Farez tak kalah brutal. Bu Monalisa yang sedari tadi berusaha melerai keduanya namun, tak mendapatkan hasil cerah. 

*****

Mahen merebahkan tubuh kekarnya di atas sofa. Ia masih mengenakan seragam sekolahnya. Akhirnya, ia berhasil melepas lelah yang sedari tadi meronta untuk dihunus. Lelaki itu memainkan gawainya, seperti anak muda kebanyakan. 

"Mahen! Mahen!" Teriak seorang perempuan dengan pakaian kerja kantornya. Ia berjalan cepat menuju Mahen. Lelaki tampan itu menatap sekilas seorang yang sedang berkacak pinggang di hadapannya. Dia adalah Retta, Mama Mahen.

"Kenapa, Ma?" Tanya Mahen dengan nada malas.

"PLAKKK" satu tamparan berhasil mendarat sempurna di pipi mulus Mahen. 

"Dasar anak gak tau diri! Bisanya cuma buat Mama susah aja kamu, lihat ini kamu dapat skors dari Sekolah selama seminggu," bentak Retta dan melempar surat dari Sekolah tepat di muka Mahen.

"Lihat tuh adek kamu, Danis. Dia masih smp tapi pikirannya lebih normal daripada kamu!" 

"Mama capek, Mahen. Mama capek!" Teriak Retta diiringi isakan tangisnya.

Mahen mengambil surat yang dilempar Retta barusan dan menggenggamnya erat.

"Mahen juga capek, Ma! Mama selalu bandingin aku sama Danis. Mama gak pernah ngasih aku apresiasi, aku juga pengen diperlakukan sama kayak Danis, Ma. Coba aja Papa masih ada, pasti Mahen gak akan kesepian gini," sahut Mahen.

"Dasar anak gak tau diuntung kamu, kamu pikir Mama kerja buat siapa? Buat kalian berdua, kamu pikir spp kamu gratis? Makan kamu ditanggung pemerintah? Mama yang nanggung semua biaya hidup kamu, Mahen." Teriak Retta dengan emosi kian memuncak.

"Udah cukup buat Mama nangis, Kak." Sahut Danis yang baru pulang bermain.

"Ohh ini kan? Anak kebanggan Mama? Selamat, Bro, lo anak kesayangan lo punya kuasa." Ucap Mahen sambil memainkan rambut Danis dan berlalu pergi.

Luka batin yang dialami Mahen sejak kecil, menjadikan lelaki itu tumbuh menjadi remaja yang tertutup dan introvert. Selain itu, ia juga memiliki sifat yang kaku dan mudah tersulut api amarah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun