* Â Â Â * Â Â Â *
Setelah itu, aku larut dalam rutinitas sehari-hari yang kian menggunung. Begitu juga Yang Liu yang sibuk dengan pekerjaannya sebagai penata rias. Hingga tujuh hari sejak pertemuan di tepi laut itu, aku mendapat kabar dari seseorang yang kukenal dekat, Laras.
"Aku tidak tahu harus sedih atau bahagia saat memberitahu hal ini."
"Tentang Yang Liu?"
"Dia akhirnya kembali ke asalnya. Hidup manusia berasal dari tanah, begitu juga dengan Yang Liu."
"Jadi, Yang Liu sudah..."
"Ya. Sekarang sedang dilaksanakan upacara pelepasannya"
"Kenapa dirimu tak memberitahu lebih awal?"
"Tragedi itu terjadi semalam. tepat di hari pernikahannya. Ketika suaminya yang buronan menjadikan Yang Liu sebagai tameng dari sergapan pistol petugas keamanan. Aku sedih menyaksikan akhir tragis Yang Liu. Di sisi lain, aku bahagia karena Yang Liu akhirnya terbebas dari penderitaan batin," tutur Laras dengan memelukku.
"Kenapa kamu harus bahagia? Bukankah kalian kakak-beradik." aku menjawab tegas sambil menepis tangannya. Prosesi kematian Yang Liu sedang berlangsung. Setidaknya, aku ingin menemuinya satu kali sebelum Yang Liu kembali menyatu dengan bumi.
Sementara, Laras hanya terdiam. Entah apa yang ada di pikirannya. Hanya, satu misteri yang masih membayangiku saat mendengar ucapan Laras: Bahagia.