"Rambut manusia boleh sama hitam. Tapi pikiran, siapa yang tahu?"
"Ha ha ha..." Yang Liu tertawa dengan renyah. Tampak lesung pipit di pipi kirinya seperti keberadaan venus yang berkilauan menjelang pagi hari. Usai menyeruput es kelapa, sejenak Yang Liu, melanjutkan ucapannya.
"Terus terang, sejak lahir aku seperti dinaungi bintang kematian. Tiada seorang pun yang dekat denganku bisa bertahan lama. Termasuk suamiku..."
"Maksudnya?"
"Langsung saja. Tiga kali aku menikah. Tiga kali pula aku harus kehilangan suamiku."
"Hubungannya denganku?"
"Entahlah. Tapi, menurut ramalan, kutukan itu akan punah setelah pernikahan keempat. Itu sebagai jumlah penggenapan agar aku terlepas selamanya."
"Bukankah bagi kalian angka empat itu melambangkan kesialan?"
"Ya. Bisa jadi sebagai ambiguitas. Sebab, semenjak dulu aku diajarkan, jika terkena bisa ular. Obat paling mujarab adalah gigitan dari hewan yang memiliki kadar bisa lebih keras dibanding ular."
"Racun dilawan dengan racun?"
"Tepatnya begitu," ujar Yang Liu menarik nafas dalam-dalam sambil memainkan rambutnya yang tergelung indah bak Magnolia yang sedang mekar.