Sakti terpukul sekali, saat tahu Karin sudah tiada. Ia menangis sejadi-jadinya di ruangan tempat Karin dirawat---meninggal itu.
Sambil memeluk jasad isterinya, Sakti meracau---tidak menyangka bahwa sang isteri begitu cepat meninggalkannya, juga meninggalkan dua orang anak.
Seisi ruangan ketika itu dibuat bisu oleh Sakti, karena hanya terdengar tangis kerasnya. Sampai terisak-isak.
Ia seperti tidak peduli dengan pasien lainnya---dekat ruang jasad sang isteri. Sakti terus menangis. Bahkan sampai berteriak-teriak. Mengungkapkan ketidakpercayaannya: isterinya pergi untuk selama-lamanya.
Penjenguk ruang sebelah sampai keluar---melihat Sakti. Merasa penasaran, betapa besarnya cinta dan sayangnya Sakti kepada Karin.
Matanya, seperti tidak rela menghentikan air mata atas kepergian sang isteri. Sakti sangat mencintai Karin. Sejak lama. Sejak sekolah (SMA).
Orang tua maupun mertuanya, yang melihat Sakti begitu, tampak iba mendalam. Sakti lagi-lagi seperti tidak terima kepergian Karin.
"Yang sabar ya, nak? Ikhlaskan," ibu Karin menguatkan, sembari menangis---mengelus-ngelus kepala Sakti.
Dua perawat tiba di ruangan Karin. Bersiap untuk memandikan dan mengafani Karin. Lanjut akan menyalatkannya.
Sakti masih memeluk sang isteri. Tidak ingin lepas dari jasad Karin. Sampai-sampai ia berusaha menghalau tangan dua perawat itu, saat ingin mengangkat jasad sang isteri.
Sakti bersikeras. Tidak ingin melepas tubuh jasad sang isteri dari kedua tangan perawat itu. Orang tua dan mertua coba memberinya pengertian.