Ilham diterima dan ditempatkan di dapur. Membantu dua orang koki atau yang memasak.
Selama bekerja, Ilham dinilai ulet dan jujur. Berlaku baik. Tidak macam-macam.
Baru dua bulan, seniornya yang bertanggung jawab atas restoran (cabang) itu memercayainya memegang keuangan atau sebagai kasir. Ilham menerimanya. Ia juga kadang masih membantu-bantu di dapur.
Namun posisi itu hanya bertahan tiga bulan saja. Ilham resign.
Resign-nya Ilham bukan karena kasus pada bagian keuangan, melainkan hal lain. Itu bermula ketika istreri pemilik berkunjung ke resto (tempatnya).
Ia saat itu berkunjung bersama anak-anaknya. Ia dari Jakarta. Sang suami berada di cabang lain. Resto ini memiliki empat cabang di Bali. Tidak termasuk di Jakarta.
Awalnya tidak ada gelagat atau indikasi apa pun yang membuat Ilham resign. Semua berjalan normal. Bahkan nama Ilham tidak ada cacat di mata pemilik, karena tiap dua minggu sekali, penanggung jawab restoran melaporkan perkembangan karyawan atau pekerjanya.
Namun, tiba-tiba isteri pemilik itu membentak Ilham tanpa dasar dan alasan kuat. Bahkan mencaci makinya. Mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas, hingga juga menceramahinya.
Ilham awalnya hanya diam saja. Tapi, saat disinggung soal privasinya, soal apa yang ia jalani karena keyakinannya, Ilham akhirnya melawan. Tidak lagi memandang bahwa ia pemilik atau bosnya.
Ilham bentak balik. Menceramahi balik. Wanita bergaya modis itu hanya diam saja. Tidak dikasih bicara oleh Ilham.
Semua pelanggan dan pekerja melihat ke Ilham. Hening. Kaget dengan "balasan" Ilham ke isteri pemilik itu, terutama temannya yang mengajak dia bergabung---pada akhirnya ia meminta maaf.