Mohon tunggu...
Robigustas
Robigustas Mohon Tunggu... Penulis - Penulis riang

Suka pizza. *Setiap nama yang ada di cerpen, bukanlah nama sebenarnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Roda Berputar

5 Juli 2023   20:42 Diperbarui: 5 Juli 2023   21:01 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mario terbangun mendengarkan azan subuh. Langsung ke kamar mandi. Ambil wudu.

Ia coba membangungkan Aldo. Tapi tidak bangun-bangun. Mario menginap di rumah Aldo.

Mario akhirnya salat sendirian. Di kamarnya. Usai salat, ibunya Aldo mengetuk pintu.

"Nak. Ini sarapannya. Duluan aja. Aldo biarin aja," pesan ibunya.

Mario biasa nginap di rumah Aldo. Hampir dua pekan sekali Mario nginap di rumah Aldo. Keduanya teman SMA.

Mario tidak tidur lagi.

Menunggu Aldo bangun, Mario menghidupkan TV---bermain game. Sendirian. Dikeraskannya

volume game agar Aldo bangun. Tapi tetap saja, ia belum bangun. Untung tidak ngorok.

Kata ibunya Aldo, kalau ingin membangunkannya, cukup matikan AC saja.

Mario coba. Benar, Aldo bangun. Langsung menyapa Mario.

"Udah sarapan lu?" kata pertama dan biasa yang diucapkan Aldo setiap kali bangun tidur belakangan.

Mario meminta Aldo cepat bangun. Mengingatkan waktu terus berjalan.

"Cepetan! Udah mau jam setengah 7 ini. Bisa telat kita ke sekolah," desak Mario.

Sekelebat Aldo loncat dari tempat tidur. Langsung ke kamar mandi. Ekspres. Tidak sampai 5 menit, ia sudah selesai mandi. Segera siap-siap.

Mario sudah rapih sejak tadi. Tinggal memakai sepatu saja.

Ayahnya Aldo pun demikian, sudah siap. Menunggu di ruang tamu. Mario belum keluar kamar. Menunggu Aldo.

"Do, cepat! Ayah udah telat nih," panggil ayahnya.

Tak lama Aldo muncul bersama Mario. Tanpa sarapan seperti Mario. Aldo hanya meminum susu.

Ia Langsung ruang tamu.

Tak lama, ketiganya langsung berangkat. Ayah Aldo mengantar keduanya dahulu ke sekolah.

Ayah Aldo kerja di Jakarta. Sekolah Mario dan Aldo juga di Jakarta. Aldo tinggal di Tambun, Bekasi. Mario, di Jakarta.

Butuh hampir setengah jam ke sekolah keduanya di Jakarta. Seperti biasa, untuk mempercepat dan karena waktu mendesak, ayah Aldo lewat jalan tol.

Tak begitu memakan waktu lama, keduanya tiba di sekolah. Hampir saja pintu gerbang ditutup oleh petugas keamanan. Selalu begitu.

Ayahnya, telat.

Keduanya masuk kelas. Guru Bahasa Indonesia sudah ada di kelas keduanya. Belum mengajar. Tapi keduanya merasa telat, karena guru Bahasa Indonesia selalu datang lebih awal sebelum memulai pelajaran.

Namanya Pak Agus.

Ia berkaca mata. Tubuhnya proporsional, antara tinggi dan berat dinilai pas. Tapi bukan idaman para siswi.

Pak Agus selalu mengenakan pakaian formil ketika mengajar, bak kewajiban seorang guru mesti demikian.

Aldo dan Mario mulai duduk. Keduanya sebangku. Duduk di nomor tiga baris paling kanan. Di depannya, Andi dan Tomi. Di belakang Aldo dan Mario, duduk Dina dan Siti.

"Baik-baik. Kita mulai ya pelajaran hari ini," sampai Pak Agus kepada seluruh siswa yang berjumlah 40 itu.

Belajar mengajar dimulai.

Hari itu, ada sekira 4 mata pelajaran. Diawali pelajaran Bahasa Indonesia. Diakhiri mata pelajaran Sosiologi. Aldo dan Mario kelas III, jurusan IPS.

Semua siswa pulang hampir sore hari. Malah ada yang benar-benar sampai sore kalau ada tambahan belajar, termasuk Aldo dan Mario. Tapi tidak untuk hari ini.

Pulang sekolah, Mario dan Aldo berpisah. Aldo ke rumahnya. Mario ke rumahnya. Tapi, kadang Aldo nongkrong dulu. Aldo, tidak. Jarang.

Aldo dan Mario memang begitu. Tidak sama. Mario lebih sering memilih pulang sehabis sekolah. Aldo, tidak.

Aldo juga kalau pulang dijemput sang ayah. Ayahnya pulang sore hari. Mungkin ini juga yang membuat Aldo nongkrong dulu.

Mario, naik angkot. Tidak lewat tol. Perjalanan ke rumah Mario hampir 45 menit---karena sering macet. Apalagi pada pagi hari, bikin seragam sekolah basah dengan cepat.

Ditambah lagi, kadang ia jalan kaki sejauh hampir 3 KM. Hampir begitu selama 3 tahun sekolah.

***

Sesuatu terjadi pada ayah Aldo.

Aldo tampak tidak seperti biasa. Kurang ceria. Tidak bersemangat ketika bercanda bersama teman-teman, termasuk ke Mario.

Mario coba tanya kepada Aldo apa yang terjadi. Tapi Aldo hanya menjawab tidak ada apa-apa dan semua akan baik-baik saja.

Mario masih merasa Aldo tidak seperti biasanya. Saat istirahat, ia tidak keluar kelas untuk jajan. Hampir tidak pernah begitu Aldo selama sekolah. Mario penasaran.

"Ayo, Do. Kita istirahat. Jajan," ajak Mario.

Aldo hanya menyuruh Mario saja yang istirahat. Mario berlalu.

Tiap mata pelajaran pada hari itu, tidak disambut semangat oleh Aldo. Lagi-lagi, sikap Aldo tidak seperti biasanya. Sampai pulang sekolah, Aldo masih bersikap "acuh".

"Hari ini gua nginep ya di rumah lu?" pinta Mario ke Aldo.

Aldo mempersilakan. Keduanya menunggu jemputan. Ayah Aldo akan menjemput. Tidak seperti biasa, hari itu, Aldo tidak nongkrong. Ayahnya pun cepat kembali. Tidak seperti biasanya. Mobil ayah Aldo tiba. Keduanya naik.

Mobil berjalan.

Di dalam mobil, Aldo diminta sang ayah untuk bersabar. Sabar menerima kenyataan. Anggap saja, kata sang ayah, ini sebagai teguran. Bukan cobaan.

Mario bertanya-tanya dalam hati, "Ada apa ini sebenarnya? Kenapa menyinggung 'teguran', bukan 'cobaan'?"

Mario tak ingin bertanya.

Ia anggap seperti biasa saja, walau suasananya berbeda. Tak berbeda, ayah Aldo menegur Mario seperti biasa. Mengajak ngobrol pun seperti biasa.

Dalam perjalanan, hanya Aldo yang tampak "berubah". Tidak seperti biasanya. Sama seperti saat di sekolah tadi.

Sampai di rumah Aldo. Sang ibu sudah di depan rumah. Membukakan gerbang untuk masuknya mobil. Mario mengucapkan salam dan mencium tangan ibu Aldo. Pun dengan ayah Aldo, Mario cium tangan, lepas turun dari mobil.

Keduanya diminta berganti pakaian terlebih dahulu---sebelum pada akhirnya makan malam. Seperti tidak ada apa-apa. Mario makin bingung. Bertanya-tanya, "Mengapa hanya Aldi yang sikapnya agak lain sejak di sekolah tadi."

Mario dan Aldo sudah berganti pakaian dan siap untuk makan malam bersama. Tiba-tiba, pada sendok kedua Mario ingin memasukkan makanan ke mulutnya, ibu Aldo mengingatkan agar ia bersabar. Kalimat yang sama seperti sang ayahnya sampaikan ketika berada dalam mobil.

Ibunya terus memberikan pengertian ke Aldo, bahwa hidup kadang tidak sesuai dengan harapan, walaupun itu sudah kita rencanakan dan perjuangkan. Tapi, kata sang ibu, boleh jadi apa yang kita tidak suka, itu baik untuk kita.

Ayah Aldo menjadi korban penipuan. Ratusan juta uang ayahnya dibawa kabur rekan usaha. Rekan lain meminta ganti. Pegangan atau tabungan semua raib, ikut dibawa kabur.

Aldo diminta sabar karena akan ada perubahan dalam hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun