Seli mulai merasa terganggu dengan "pamornya".
Ia kemudian menceritakan itu kepada Purwa. Purwa menjawab atau merespons apa-apa yang menjadi gangguannya.
Seli dan Purwa makin intens komunikasi, karena ia tak sanggup dengan "pamornya". Ada pula cerita lain yang diceritakan Seli, yaitu soal "orang lain".
Purwa menganggap Seli berlebihan (soal pamor). Itu biasa saja bagi Purwa. Tak ada yang istimewa. Dalam dunia sales marketing, semua bisa terjadi, termasuk di kemudian hari angka Seli jatuh.
Adapun orang-orang yang menjadi seperti pengagum Seli, dianggap Purwa norak. Apalagi mereka yang sampai mengajak Seli keluar untuk makan dan lain sebagainya, dinilai Purwa tidak beradab. Sebab sebagian mereka telah memiliki anak dan isteri.
Purwa jengkel. Tak habis pikir dengan para pengagum Seli itu. Baginya, Seli itu hanya wanita biasa. Tapi, Seli memang cantik.
Seli terus komunikasi dengan Purwa. Keduanya merasakan ada kedekatan, walaupun terbatas: hanya teman. Tapi, dengan intensitas itu, Seli malah merasakan kenyamanan dengan Purwa.
Purwa tidak tahu akan hal itu.
Ia hanya tahu, bahwa Seli adalah temannya. Sekantor. Anak baru yang di bawahnya (karena lebih duhulu masuk). Anak baru yang diterima karena ia yang membantu memberikan nilai ke Irwan, atasannya itu (yang meminta).
Seiring waktu, Seli makin "menggila". Menunjukkan tingkah layaknya suka kepada seseeorang.
Purwa mulai risih. Purwa jaga jarak. Tapi tidak bisa. Sebab keduanya berada di satu ruang sama, bersama Ihsan dan Dahlah juga.