"memang, tetapi itu telur terakhirnya. Tak lama lagi ratu kami akan mati. Mungkin kaulah santapan terakhirnya.Â
        Gubee terdiam mendengar ungkapan semut penjaga itu. Ia mulai menyadari hidupnya tidak akan lama lagi. Keingininannya untuk mendapatkan hidup yang lebih lama, sepertinya akan berakhir ditempat itu.
        "kenapa? Kau takut?" Tanya semut penjaga pada Gubee yang tiba-tiba terdiam.
        "tidak. Aku tidak takut! Bukankah kita semua juga akan mati? Ini hanya perkara waktu saja!" Ucap Gubee.
        "aku hanya heran. Kenapa kalian tidak merawat ratu baru? Bukankah kalian seharusnya telah memilik ratu pengganti di umur ratu kalian yang sudah tua itu?" Imbuh Gubee, melerai suasana canggung.
        "itulah yang kami nanti-nanti selama ini. Tetapi ratu kami tak pernah melahirkan telur yang akan menjadi calon ratu sampai hari ini.
        "kenapa begitu?
        "sangat sulit mencari mata air murni di kaki gunung Alpen ini. Selama hidupnya ratu kami hanya meminum embun yang  hinggap di nektar bunga-bunga yang tumbuh di gunung ini. Karena itulah ratu kami tidak dapat memproduksi telur yang akan menjadi calon ratu.
        "kenapa kalian tidak pindah saja ke tempat dimana lebih mudah menemukan mata air murni?
        "kami baru menyadari hal itu akhir-akhir ini. Dan Sangat sulit bagi ratu kami untuk pindah di usianya yang sudah sangat tua seperti sekarang, sementara di luar sana ada banyak burung-burung liar yang setiap saat akan mudah memangsanya. Daripada ratu kami dimangsa, biarlah kami punah bersama-sama. " Ungkap semut penjaga itu semakin menampakan raut sedih.
        Gubee terharu mendengar cerita semut penjaga itu. Ada banyak cerita kehidupan yang lebih menyedihkan dari cerita yang dialaminya. Dan ada banyak koloni lain yang juga menunggu waktu kematian.