Mohon tunggu...
ROBERTUS DARVINO KARNO
ROBERTUS DARVINO KARNO Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lahir pada bulan November, tanggal 15, 1993. Menyukai pemikiran Herakleitos tentang Pantha Rei. Bahwa sesuatu itu mengalir dan dinamis.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Nilai-nilai Filosofis Sawah Lodok dalam Budaya Manggarai

7 April 2022   09:29 Diperbarui: 7 April 2022   09:38 2164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adanya nuansa kolegialitas yang tak terpisahkan di antara warga. Misalnya saja dalam hal kebutuhan akan air untuk mengairi areal persawahan atau pun untuk mengatasi kemungkinan adanya penyakit-penyakit yang menyerang padi yang ditanam pada areal perswahan. 

Semua warga dalam kesatuan dengan sistem lodok harus bekerja sama dalam mengatasi kemungkinan-kemungkinan akan bahaya yang ditimbulkan dari bencana-bencana tersebut.

Dalam kehidupan orang-orang Manggarai dikenal beberapa go'et (pepatah) yang menggambarkan relasi di antara manusia yakni;  ris-reis, ruis, raos, raesyang menunjukkan relasi yang terjalin antar dan intra warga.

Reis mengandaiakn keinginan manusia Manggarai untuk membangun relasi dan komunikasi yang terungkap secara paling mendasar dalam kata Reis. 

Kata reis ini berakar pada akar kata rei yang arti leksikalnya ialah bertanya, menanyakan. Tetapi seperti yang kita lihat di sini, kata dasar rei itu diberi imbuhan akhir berupa huruf sehingga kata dasar rei itu lalu berubah menjadi reis. 

Penambahan imbuhan akhir itu menyebabkan terjadi transformasi makna semantik atas kata rei itu dan sekarang dalam bentuk reis ia mempunyai arti menyapa orang lain (menyapa sesama) dengan penuh keramah-tamahan, dengan kelemah-lembutan, dan dengan memakai tutur kata yang halus, sopan, dan serba terpilih. 

Lalu di sana, setelah ada peristiwa reis, atau berkat reis itu, pihak yang di-reis akan membuka diri dengan senyuman yang ramah dan tutur kata yang halus dan sopan, menjawab atau menanggapi reis itu dengan wale. Lalu di sana secara otomatis akan terbangun sebuah relasi, terbangun sebuah komunitas.

Sedangkan Ruis pada dasarnya berarti dekat, kedekatan, keakraban, hospitalitas, keramah-tamahan. Berkat ruis ini, dia yang tadinya adalah orang asing, orang luar, orang jauh, kini menjadi orang yang dekat, orang dalam, sanak saudara, teman ataupun sahabat, menjadi saudara (menarik untuk diperhatikan di sini bahwa konon secara etimologis kata saudara berarti satu perut, satu rahim, sa-udara). 

Dalam konteks ini terbangunkan sebuah solidaritas, sebuah belarasa, sebuah perkumpulan yang ditandai oleh kedekatan. Di sana apa yang tadinya asing lalu menjadi akrab, apa yang tadinya jauh lalu menjadi dekat, semua lalu menjadi saudara, satu rahim, satu perut.

Jika ruis sudah terbangun, maka secara otomatis akan muncul juga sebuah keinginan yang lain yaitu keinginan untuk raes. Kata raes ini pada dasarnya mempunyai arti menemani, menyertai, to accompany. 

Orang mau menemani karena orang sudah merasa akrab, dekat. Kedekatan itu menciptakan suasana dan rasa aman, feeling secure, security. Rasa aman itulah yang pada gilirannya mendorong dan menggerakkan orang untuk mau menemani, raes, to accompany. Tanpa perasaan ruis itu tidak mungkin muncul keinginan dan kerela-sediaan untuk raes.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun