Mohon tunggu...
Robertus Widiatmoko
Robertus Widiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Menerima, menikmati, mensyukuri, dan merayakan anugerah terindah yang Kauberikan.

Indahnya Persahabatan dalam Kebersahajaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Risau Hatiku

9 Februari 2019   11:50 Diperbarui: 9 Februari 2019   12:20 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari itu pesta syukuran jadi digelar. Para tetangga sliwar-sliwer membantu persiapan penyelenggaraan malam syukuran. Pak Agus, Bunda, dan Irma sibuk membagi-bagi tugas kepada tetangga-tetangga agar acara berjalan dengan baik. Tak ada undangan khusus, semua berjalan sesuai dengan kebiasaan desa  setempat. 

Dan warga dijamin antusias menghadiri acara syukuran tersebut. Pak Rebo dan Mbok Tukinah ditunjuk sebagai penanggung jawab pelaksanaan di lapangan. "Ingat, nggih Pak Rebo lan Mbok Tukinah sampun ngantos ngisin-ngisini. Menikah acara kita bersama, ben regeng ben gayeng, ben guyub wargane. Iki ora mesti setaun pisan ana. Dados, monggo kita sesarengan nyengkuyung acara munika!" pesan Pak Agus. 

"Nggih, Pak sadaya warga pun siap ngregengaken syukuran Mbak Irma. Mugi Gusti ingkang mbales kesaenan lan katulusannipun keluarga Pak Agus" jawab Pak Rebo. "Yo matur nuwun kanggo kabeh wae" ujar Bunda. "Mbonten usah kemrungsung Pade, Bude yen kesel yo leren-leren disik, tinggal dahar po wedangan ning dapur!" pinta Irma. 

"Lha, sae meniko Mbak Ir, matur nuwun lho pun diengetke. Pancen Mbak Irma kuwi gemati karo wargane. Pun wangon Mbak, sesuk nyagub nggih. Aja kasupen Mbak!" celoteh Mbok Tukinah. Keluarga pun tersipu-sipu mendengar ucapan Mbok Tukinah. 

Kemudian mereka pun pamit untuk segera beraktivitas melaksanakan tahapan demi tahapan demi terselenggaranya acara syukuran tersebut. Pak Rebo memberi isyarat sebagian warga agar bersiap-siap memasang tenda. Ada tenda untuk tamu dan tenda untuk konsumsi. Demikian juga, perlengkapan kursi dan meja. Tidak lupa tikar dan karpet untuk lesehan anak-anak. 

Semua dihitung agar benar-benar memenuhi kedatangan warga beserta tamu undangan. Tak berapa lama kemudian, kursi dan meja sudah tertata rapi. Ruangan sudah siap untuk pesta. Ada seorang anak kecil sengaja mendekati Pak Rebo. Dialah Adnan cucu Mbah Kakung yang selalu ikut nimbrung kalau ada kesibukan warga. 

"Pade mau tanya boleh nggak?" celetuknya. "Apa Le?" jawabnya. "Nanti ada ice creamnya mboten Pade, yen mboten wonten  Adnan nggak mau ikut ach" celotehnya. "Yo jelas ana, Le. Ana ora usah khawatir pasti ada" tuturnya mantap. "Iya makasih Pade. Adnan minta dua ya, boleh to Pade?" tanyanya. "Wah nek iku Pade ora ngerti Le. Takonno Mbah Tukinah wae, yo Le!" sahutnya. 

Kemudian Adnan bergegas mencari Mbok Tukinah. Lama ia menunggu di depan rumah Irma. Ia celingak-celinguk mencari sosok bernama Mbok Tukinah. Namun, ia tak berhasil menemukannya. Ketika ia menemui butiran batu-batu kerikil di depannya disepaknya batu kerikil tersebut. "Uhhh! Dasar sial ...!" teriaknya marah.

Sementara itu, Mbok Tukinah sibuk menyiapkan makanan ringan di dapur. Ia dibantu ibu-ibu yang lain mengatur makanan-makanan yang bertubi-tubi datang. Mereka memilah-milah makanan dan memasukkannya ke dalam kotak kardus. Sembari menata Mbok Tukinah menghitung memastikan makanan agar sesuai dengan perhitungan.  Ia bekerja dengan gesit. Para ibu terlihat super sibuk. 

"Kita cukup ngurusin snack saja ibu-ibu. Untuk urusan makanan berat sudah ada catering koq. Kita tinggal duduk manis. Sudah ada timnya sendiri" ujarnya. "Berarti kita nyiapin makanan siang hari ini saja, ya Bu. Buat makan ibu-ibu" celetuk salah satu ibu. 

"Oh iya, nggih Bu. Sampai lupa nawarin dahar. Silakan saja ibu-ibu yang sudah lapar boleh ambil makan duluan. Ora usah isin-isin, Bu!" jawab Mbok Tukinah. Sebagian ibu-ibu lalu menyiapkan makan siang dan minuman. 

Tiba jam istirahat mereka pun ramai-ramai menyantap hidangan yang tersaji. Mbok Tukinah membuatkan teh hangat dan menatanya di atas meja makan. Begitu ibu-ibu selesai makan mereka lanjut mencicipi teh bikinan Mbok Tukinah. "Hmmm ...eunak tenan Bu" komentar salah satu ibu.

Temaram senja sudah mulai nampak. Sebentar lagi hari berganti malam. Dan hari itu bulan bersinar terang sekali. Angin bertiup sepoi-sepoi basa. Semilir angin menyelimuti ruang tempat perhelatan syukuran diadakan. Para warga sudah berduyun-duyun mulai berdatangan satu persatu. 

Beberapa orang terlihat berpakaian batik rapi, beberapa orang lagi terlihat mengenakan pakaian kebaya. Halaman rumah sudah dipadati orang-orang.  Tidak ketinggalan anak-anak duduk-duduk di tikar dan karpet yang disediakan. Suasana yang sejak tadi sepi kini menjadi ramai. Warga ingin sekali menyaksikan pagelaran wayang kulit. 

Acara pun segera dimulai. Pak Rebo kemudian memberi aba-aba. Petugas berdiri membuka agenda acara malam itu." Sugeng ndalu, sugeng kepanggih malih kaliyan kulo. Kulo mawakili keluarga Pak Agus ngaturaken sembah nuwun sampun nyisihaken wedal saget nderek kempal wonten ing griyo punika. 

Wonten ing pepanggihan punika, kita bade mresani pagelaran wayang kulit ingkang dipun wastani dening Ki Dalang Pamungkas kanthi carios " Petruk Dadi Ratu". Sampun kesuwen monggo kita sadaya midangetaken lan kulo ngaturaken matur nuwun lan nyuwun sewu menawi wonten ingkang mboten mranani penggalih panjenengan sadaya. Matur nuwun" celotehnya. 

Selanjutnya, pagelaran wayang kulit dimulai. Ki Dalang Pamungkas beraksi dan mulai menghibur para penonton. Sembari menikmati kudapan dan hidangan yang ada para warga mengantre mengambil santapan malam. Ki Dalang bergerak lincah dan gesit memainkan satu persatu wayang dalam adegan itu. Berkat kepiyawaiannya masyarakat terhibur. 

Gelak tawa, sorak sorai , dan canda tawa bersahut-sahutan ketika Ki Dalang menerbangkan, meliuk-liukkan, dan melompatkan bagian-bagian wayang kulit itu. Apalagi, tatkala para Punakawan keluar, adegan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong yang kerap ditunggu-tungu oleh penonton. Adegan kocak, penuh banyolan , sindiran , dan lawakan. 

Hampir sebagian besar penonton tertawa ngakak. Mereka betul-betul jadi lebih semangat lagi menonton. Hawa kantuk sudah terusir ditambah adegan perang yang seru. Sementara itu, Irma berniat mundur dari keramaian. Rupanya ia merencanakan sesuatu. Ia melangkah dengan hati-hati. 

"Hmmm ...aku berencana mau bersembunyi, nih. Jangan sampai terlihat warga" gumamnya. Perlahan-lahan ia melangkahkan kakinya sesekali berjingkat-jingkat menghilangkan suara kaki. Dengan mengenakan pakaian serba hitam Irma kemudian keluar dari halaman rumahnya. Lagi-lagi ia tak berpamitan dengan ayah dan bundanya. 

Warga terhanyut dalam buaian untaian kata-kata dan rangkaian kalimat yang dilontarkan sang dalang. Tak terkecuali Pak Agus dan Bunda. Mereka tak menyadari puterinya diam-diam pergi hendak bersembunyi. Beberapa orang sempat melihat sekelebat bayangan hitam namun tak begitu memedulikannya. 

Bayangan hitam itu dianggap angin lalu. Dan tak lama kemudian Irma menghilang. Ia bergerak sangat lincah dan tak mengundang kecurigaan warga termasuk Pak Rebo dan Mbok Tukinah. Planet Tempat Ku Sembunyi (Arsy Widianto)

Adakah planet di sana
Jadi tempatku sembunyikan perasaanku
Yang  tak bisa diriku tutupi
Betapa indahnya kamu
Bagaikan bintang di hati
Yang temani sepanjang malamku
Menebak cintamu
Meskipun engkau belum meyakini
Apa yang aku rasakan
Aku masih memperjuangkan cintaku
Untuk yakinkanmu
Hanyalah dirimu
Cintaku
Di setiap detak hatiku


Berulang aku dekati
Berulang hanya senyuman
Yang kuharap artinya sahabat
Kita saling sayang
Meskipun engkau belum meyakini
Apa yang aku rasakan
Aku masih memperjuangkan cintaku
Untuk yakinkanmu
Hanyalah dirimu
Cintaku
Di setiap detak hatiku

 

Meskipun engkau belum meyakini
Apa yang aku rasakan
Aku masih memperjuangkan cintaku
Untuk yakinkanmu
Hanyalah dirimu
Cintaku
Di setiap detak hatiku


(Meskipun engkau belum meyakini apa yang aku rasakan)
Aku masih memperjuangkan cintaku
Untuk yakinkanmu
Hanyalah dirimu
Cintaku
Di setiap detak hatiku
Cintaku
Di setiap detak jantungku

Malam itu setelah ia berada jauh dari keramaian warga, ia lalu memainkan jemarinya memanggil ojek online menuju ke suatu tempat. Kebetulan malam Minggu, ia tahu betul  tempat itu pasti tak asing dari hingar bingar anak muda. Ia pernah berkunjung ke sana dan sempat nongkrong berdua dengan Bob. 

Saat itu ia baru sekali menginjakkan kota dan baru pertama kali main sepulang kuliah. Di sana ngomongin apa saja yang bisa diobrolin. Entah model rambut entah baju yang lagi tren, semuanya diomongin. Hebatnya yang diomongin itu nggak kebayang berapa harganya. Sendirian berjalan hanya untuk memastikan apakah Bob juga ada di sana. 

Sesampainya di lokasi tepatnya di Plaza Ambarukmo, Irma kemudian turun dan melangkahkan kaki memasuki gedung itu. Betul ternyata meskipun sudah malam tempat itu tetap ramai pengunjung terutama anak mudanya. Ia terus menyisir dari satu gerai ke gerai berikutnya. Hingga pada suatu waktu ia memergoki seorang wanita sedang bergandengan mesra dengan seorang pemuda. 

Namun, ia belum begitu yakin dengan perasaannya. Kemudian ia mengenakan kacamata hitam, menggulung rambutnya yang panjang, dan berganti model kebetulan sekali ia berada di gerai pakaian wanita. Cepat-cepat ia memburu dua sejoli itu dan tak beberapa lama kemudian ia mendapatinya. 

Pemuda dan wanita itu sedang memilih-milih baju. Mereka berjalan agak pelan dan mengatur langkah. Ia lebih mendekat lagi namun belum dapat bertatap muka hanya kedengaran obrolan mereka berdua nampak begitu asyik. Tak menyadari ada seorang detektif sedang menyamar. 

"Yang ini kamu agak matching, Ren. Coba saja dulu!"katanya. "Mas Bob suka aku pakai baju ini? Wow ...mantap juga sich kayaknya" jawabnya. "Suka itu relatif Ren, tapi kalau cinta itu pilihan" kelakar Bob. "Ahh Mas Bob ini bisa aza becanda, bikin Renny tambah sayang sama Mas ganteng satu ini!" celetuknya sambil mencubit. 

Dan Bob pun mengaduh sakit. Irma makin panas hatinya. Namun, ia berusaha mengerem. Dan benar ternyata Bob yang dimaksud adalah Bob lelaki yang digadang-gadang itu. Mungkin ia tidak tahu bahwa dirinya sudah kembali ke Indonesia dan berpikiran masih berjuang dengan studinya. 

"Apakah semua lelaki seperti itu jika ditinggal kekasihnya. Ah nggak semua lelaki kurang ajar seperti itu, ya cuma Mas Bob itu kali" gumamnya. Apalagi, wanita yang bersamanya adalah sahabatnya sendiri, teman kuliahnya dulu. Ternyata dia masih di sini. 

Renny yang sempat mengajaknya untuk mengajukan sebuah pertanyaan. Hari itu ia dibuat pening. Kepalanya serasa berputar-putar seribu kali keliling. Ia mencoba menguasai diri. Kali ini adalah ujian terberat buatnya. 

Ia juga mengaku bersalah kenapa pulang tidak memberitahukan kepulangannya pada orang tua dan kekasihnya. Bagaimana pun Mas Bob tidak bersalah karena ketidaktahuannya. Namun, sebagai lelaki barangkali ia juga sedang kesepian dan Renny kenapa begitu dekat. 

Pikirannya terus berkecamuk. Ia betul-betul tak kuasa melihat pemandangan itu. Ia lebih baik menyingkir dan diam-diam pergi meninggal lokasi. Ia belum begitu percaya akan separah ini, namun ia harus menenangkan diri untuk menahan emosi dan mencoba menanyakan langsung pada Bob. Dan hari itu juga Irma bermaksud mengasingkan diri ke suatu tempat yang sunyi. 

Tempat yang dipilihnya adalah  di Wisma Kaliurang. Dua jam perjalanan ia tempuh dan berhasil menemukan sebuah tempat yang asri, sejuk, dan nyaman. Tidak sulit baginya menemukan tempat itu karena dahulu ia pernah ke sana dan sering bermain dengan teman-teman melakukan aktivitas bersama. Selain pernah refreshing juga pernah camping. Dengan Caraku (Brisia Jodie Maurinne,  Arsy Widianto )

Tak mengerti
Apa yang telah terjadi
Kau tak lagi sama
Engkau bukan engkau

 

Yang selalu
Mencari dan meneleponku
Dering darimu
Tak ada lagi

 

Walau kau menghapus
Menghempas diriku
Mengganti cintaku
Semua tak mampu
Hilangkan cinta
Yang telah kau beri

Walau kau berubah
Aku 'kan bertahan
Di sepanjang waktuku
Biarkan aku mencintaimu
Dengan caraku

 

Tak mengerti
Mengapa engkau membisu
Kau tak lagi sama
Engkau bukan engkau

 

Sampai aku
Ragu untuk meneleponmu
Mengertikah kamu
Aku rindu kamu

 

Walau kau menghapus
Menghempas diriku
Mengganti cintaku
Semua tak mampu
Hilangkan cinta
Yang telah kau beri

 

Walau kau berubah
Aku 'kan bertahan
Di sepanjang waktuku
Biarkan aku mencintaimu
Dengan caraku

 

Aku tak suka bila
Kau selalu dekat dengannya

 

Jangan engkau cemburu
Dia hanya sahabat di kelasku

 

Walau kau menghapus
Menghempas diriku
Mengganti cintaku
(Mengganti cintaku)
Semua tak mampu
Hilangkan cinta
Yang telah kau beri

 

 

Kalau kau berubah
Aku 'kan bertahan
Di sepanjang waktuku
Biarkan aku mencintaimu
Dengan caraku

Walau kau menghapus
Menghempas diriku
Mengganti cintaku
Semua tak mampu
Hilangkan cinta
Yang telah kau beri

 

Walau kau berubah
Aku 'kan bertahan
Di sepanjang waktuku
Biarkan aku mencintaimu
Dengan caraku

 

Tak usah cemburu
Aku tak ingin kita berpisah karena ini
Biarkan aku selalu mencinta untuk selamanya

 

Ia memandangi bintang dan bulan yang memancarkan cahayanya. Langit menjadi indah kala kerlap-kerlip menghiasi awan yang berarak-arak. Ia hanya duduk-duduk di depan teras lantai atas dan memandangi langit. Terlihat begitu indah suasana pemukiman penduduk. 

Sembari meneguk secangkir kopi hangat sesekali ia mengibaskan rambutnya yang terurai menutupi wajahnya. Sendiri menikmati malam. Suasana betul-betul hening. Tak ada suara dering telepon genggam. Malam itu gemuruh suara jengkrik dan katak saja yang menemaninya. Kriiikkk ...kriiikkk ...kungkong ...kungkong. 

Terlihat gemerlap cahaya yang dipantulkan dari rumah-rumah penduduk. Tirai jendela dibiarkannya terbuka dan angin malam pun leluasa masuk. Sekali lagi Irma sedang membiarkan dirinya dibungkam oleh dinginnya malam.  Sementara itu, Bob dan Renny sedang asyik bercengkrama di sebuah kafe yang biasa menjadi tongkrongan muda-mudi. 

"Ren, boleh minta waktumu sebentar?" tanya Bob. "Silakan, Mas!" jawabnya singkat. "Sepertinya aku tadi merasakan hal aneh di gerai mall itu. Ada semacam bayang-bayang yang mengejarku. Tapi entahlah, kau sendiri merasakan hal aneh itu nggak, Ren?"tuturnya. "Aku biasa-biasa saja. Hal aneh apa sich koq aku nggak begitu jelas maksudnya" lanjutnya. 

"Baiklah, ya sudahlah. Kalau begitu aku minta waktu lagi ya" pintanya sabar. "Aku mau menelepon seseorang, boleh kan?"katanya sambil senyum. "Nah, kalau ini Renny tahu. Pasti sayangmu itu kan?" katanya agak nyinyir. "Boleh nggak nih?" celetuknya. "Silakan saja!" balasnya. "Terima kasih untuk kebaikanmu Renny" jawabnya tegas.

Sebentar kemudian Bob mencoba menghubungi Irma. Ia menjauh dari tempat duduknya dan berusaha menghindar dari Renny agar pembicaraannya tak terdengar. Lama sekali telepon genggam Irma tak diangkat-angkat. Irma masih di luar menikmati hawa dingin. 

Ia tak menyadari ada seseorang yang ingin menyapa. Tidak lama kemudian ia memasuki kamarnya. Teleponnya dipegang, ia melihat beberapa menit yang lalu ada seseorang yang meneleponnya. Nama Bob terlihat jelas. Irma tak lagi mau meresponnya. 

Ia hanya terdiam dan menenangkan pikirannya. Pikirannya terbelenggu oleh peristiwa malam itu. Sembari mengatur tempat tidurnya ia meletakkan telepon genggamnya di atas meja dekat dompetnya. Jendela kamar ditutupnya rapat-rapat. 

Kringgg ...kringgg nada panggilan kembali berdering namun kembali Irma tak mengindahkannya. Ia membetulkan selimutnya dan sebentar kemudian ia tertidur lelap. "Bagaimana Mas Bob, apakah bisa dihubungi?" tanya Renny. 

"Mungkin dia sedang sibuk, Mas. Besok dihubungi lagi" nasihatnya bijak. "Ah biasanya ngga seperti ini koq" jawab Bob sewot. "Atau coba, biar aku saja yang coba telepon dia Mas. Dia kan sahabatku juga. Dulu dia teman sebangkuku lho. Berkat dia juga nilaiku dapat A. "sarannya. "Ah, bukan ide baik itu Ren, begitu kamu telepon dia dan nyambung terus telepon itu kamu kasih ke aku yach tahulah kalau aku lagi berdua sama kamu" tangkasnya. "Lho memang kenapa, apa salahnya?" tanyanya. Bob hanya terdiam sejenak. 

"Perasaanmu bagaimana kalau dikhianati pacarmu, Ren?" tanyanya. "Ya, sakitlah, marahlah" jawabnya cepat. " Nah ini dia. Kata hatiku saat ini dia merasakan seperti itu. Bagaimana pun perasaan wanita itu lebih peka daripada lelaki. Jadi, aku mau minta maaf Ren. Barangkali dia melihat hubungan kita" jelas Bob. "Terus maksudmu, hubungan kita putus?Jangan salahkan aku Mas, salahkan dia kenapa menjauhi Mas!" kata Renny. 

"Ya, bukan salahmu bukan salah dia. Ini semua gara-garaku. Aku yang memulai mendekati kamu, Ren. Aku mau minta maaf, sejauh ini perasaanku masih berat ke dia. Aku meminta pengertianmu" katanya penuh sesal. "So, Mas Bob mau kembali ke dia begitu kan" jawab dia kesal.  "Seperti apa katamu" jawab Bob singkat padat. "Baiklah, kalau memang itu maumu. 

Jadi, aku sudah nggak menarik lagi?" sahutnya. "Bukan begitu Renny cantik" pujinya. Namun, Renny tetap bertahan. "Mas tadi bilang aku cantik kan. Nggak tahu diri ya. Lalu kenapa mau ninggalin aku, dan berbalik ke mantanmu itu?" desaknya. "Maafkan, kalau aku seperti itu. Aku tak kuasa menjawabnya"tuturnya. Renny memegang kedua tangan Bob."Ya sudahlah. 

Ini keputusanmu. Bagaimana pun cinta itu masalah hati. Terimakasih tuk perjumpaan ini. Berikan aku ciuman terakhirmu, Mas!" celotehnya."Tapi pipi aza kan, Ren" kata Bob. "Masa pipi sich Mas. Takut? Ayolah kesempatan terakhir!" bujuknya. 

"Baiklah kalau nggak mau pipi, cium tangan aza. Muachhh" sambil mencium lengan telapak tangannya. Kemudian Bob dan Renny pergi keluar. Ia menggerutu terus di sepanjang jalan sementara itu Bob berpikir keras mengembalikan Irma dalam genggamannya. Berdua berpisah di persimpangan jalan.

Sementara itu di halaman rumah Irma pergelaran wayang kulit masih berlangsung. Beberapa penonton ada yang sudah memutuskan pulang. Adapun yang sebagian masih ingin menuntaskan sampai dengan selesai. 

Nampak kursi-kursi bagian belakang kosong melompong sedangkan kursi bagian depan masih penuh. Sebagian anak-anak juga masih ada. Pak Agus pun mulai melihat-lihat situasi. Ia mendapati  Irma tak ada  di tempat. Kemudian ia buru-buru menghampiri Bunda. "Bun, lihat Irma nggak?" tanyanya. "Sejak dari tadi Bapak nggak lihat dia" lanjutnya. 

"Barangkali ia sudah tidur Pakne. Lagian mana mungkin dia betah nonton wayang kulit" katanya. "Coba Bunda lihat ada nggak di kamar!" pintanya. "Baiklah, Bunda ke sana" tuturnya. Kemudian ia berjalan tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah dan menghampiri kamar Irma. Pintu kamar terlihat tertutup rapat. Bunda mencoba mengetuknya pelan-pelan. Ia tak menemukan jawaban. "Ir ...Ir ...Irma" panggilnya. 

Pintu didorongnya sangat pelan dan perlahan sedikit demi sedikit mulai terbuka. Dinyalakannya lampu kamar itu. Terlihat tempat tidur Irma sangat rapi. Sepertinya Irma tertidur lelap sampai-sampai tak mendengar panggilan ibunya. Ia memastikan Irma sudah tidur. Tubuhnya ditutup selimut begitu rapat. 

Tak terbersit rasa curiga di matanya, maka ditutuplah kembali pintu kamar itu. "Ada Pakne, dia tidur koq" tuturnya. "Yo wis nek Irma ana. Bapak mau nuntasin wayang yo Bun" katanya. "Yo, Bunda sudah ngantuk Pakne pingin tidur juga. Wis ora kuat melek" balasnya. 

Semalam suntuk pagelaran wayang kulit terus berlangsung bahkan hingga dini hari. Sampai penonton betul-betul tinggal menghitung jari. Sembari kursi-kursi dan meja dirapikan Pak Rebo dan Mbok Tukinah mengemasi sisa-sisa makanan dalam kardus dan menyatukannya ke dalam satu kantung plastik. 

Tidak lama kemudian halaman rumah sudah terlihat bersih. Mbok Tukinah dan sebagian ibu-ibu menyapunya ramai-ramai. Para bapak turun merapikan tenda-tenda, kursi, dan meja. Halaman menjadi sunyi kembali hanya tinggal kicauan burung-burung menemani para bapak yang sibuk membereskan perlengkapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun