Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Ketika Orang Alergi pada Sebutan "Budayawan"

21 November 2019   18:13 Diperbarui: 22 November 2019   11:15 1334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cak Nun rela menjadi manusia ruang. Mau menampung semuanya, sampai tidak ada tempat bagi dirinya sendiri. Semua eksistensinya dibuang. Silahkan mau sebut budayawan, penyair, kyai, sakarepmu wis. Sebutan itu nggak penting. Tuhan juga nggak ngurusi gelar manusia. Yang penting bermanfaat bagi orang lain.

Untung istri Cak Nun, Novia Kolopaking, punya kesabaran luar biasa. Walau nggak tega hati lihat Cak Nun tiap malam selalu bermaiyah menemani rakyat di daerah-daerah. Tapi memang sebelum menikah mereka berjanji untuk tidak akan bertengkar karena dua urusan : seks dan uang. Dua urusan itu memang penting, tapi bukan yang terpenting.

Jangan dipikir Cak Nun tiap malam berkeliling kemana-mana itu dalam rangka cari uang. Cak nun nggak perduli tarif.  Beliau nggak pernah bertransaksi. Beliau nggak tahu berapa dibayar. Memang ada manajemen yang ngurus, tapi Cak Nun minta pada manajemen agar tidak menomorsatukan jumlah uang.

Saat diundang ke luar negeri oleh pelajar atau TKI, beliau nggak mau merepotkan mereka. Pokoknya ada dananya berapa, beliau yang nambahi. Kepada jamaah di sana (pelajar maupun TKI)  beliau memposisikan diri sebagai bapak. Jadi dia nggak mau merepotkan anaknya.

Bahkan beliau malah rugi kalau menurut ilmu bisnis. Tiket pesawatnya terbatas, tapi Cak Nun bawa personel yang jauh melebihi jatah tiket. Itu pun masih ada acara penggalangan dana untuk Palestina, Cak Nun ikut nyumbang yang jumlah nominalnya nggak sedikit.

Kalau soal nggak dibayar, Cak Nun sudah biasa. Pernah jauh-jauh dari luar kota diundang para mahasiswa jadi pembicara di kampus hanya dibayar vandel kenang-kenangan. Padahal pulang pergi pakai duwit pribadi. Mahasiswa kere.

Orang sekarang sudah tidak percaya kesucian (tanpa pamrih). Melakukan kebaikan tanpa minta imbalan pasti dicurigai. Cak Nun keliling daerah ngajak rakyat shalawatan dicurigai, mereka berpikir pasti ada udang dibalik batu. Padahal beliau mendedikasikan hidupnya untuk membesarkan hati rakyat. Agar selalu optimis, bersyukur dan berprasangka baik pada Tuhan.

Karena bahagia itu soal metode jiwa. Bahagia jangan tergantung dengan apa yang ada di luar dirimu. Masio duwik pas-pasan yo iso bahagia. Makan tempe jangan membayangkan ayam goreng. Dapat uang seratus ribu jangan membayangkan satu juta. Disyukuri saja. Asal usaha tetap ditingkatkan.

Aku yo dikit-dikit niru Cak Nun. Sufi tipis-tipis. Mendedikasikan hidupku untuk membahagiakan orang. Dengan cara yang aku bisa. Nggambar atau nulis. Ya'opo carane nulis seasyik mungkin. Aku seneng, sing moco gak spaneng. Persetan reward.

Nek ono sing komentar, "koen gak kesel ta nulis dowone sak mene iki.." Itu ciri-ciri orang yang nggak percaya kesucian. Tipikal orang yang masuk pegawai negeri dengan nyogok. Nggak percaya di zaman ini ada orang yang menulis atau melakukan apa pun secara cuma-cuma, hanya untuk membahagiakan orang (semoga).

Aku wis gak tau posting hal-hal yang berpotensi membuat orang berduka. Saat anakku opname di rumah sakit tidak aku posting. Bahkan saat bapakku meninggal pun tidak aku posting. Dukaku adalah dukaku, bahagiaku semoga jadi bahagiamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun