Mohon tunggu...
Rizky Kurniawan
Rizky Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pribadi

Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Andai Aku Sedang Menulis Kisah Patah Hati

20 Maret 2019   14:48 Diperbarui: 20 Maret 2019   15:06 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fuad memelorotkan ranselnya. Dia ingat, ada pisang yang tidak sempat dimakannya tadi pagi---ibunya yang tiap hari selalu menyelipkan itu dalam ranselnya. Fuad segera mengambil pisang itu dan mengulurkannya pada Ebel.

Monyet itu tak acuh dengan pemberian Fuad. Dia hanya melirik, lantas menengok ke arah yang lain. Buang muka.

Kenapa? pikir Fuad. "Hey, kamu tak suka pisang?" katanya kemudian. Pemuda itu terlihat bingung.

Tak disangka, monyet itu memajukan bibir, dan memperlihatkan giginya. Seperti enggan diajak bicara.

Fuad penasaran. Dia lantas duduk di pinggir jalan, menghadapi si monyet. Biarlah, orang-orang akan berpikir apa, pikirnya, tak peduli. Kali ini Fuad tak peduli jika si monyet tak lekas mengambil pisang pemberiannya, dia tetap memasukkan pisang itu ke kerangkeng. Siapa tahu, nanti akan diambil si monyet. Fuad tetap duduk di sana sambil menunggu.

Cukup lama keduanya dalam posisi demikian. Fuad, memperhatikan si Ebel, sementara monyet itu memalingkan wajah ke arah lain. Enggan.

"Berapa usiamu?" tanya Fuad kemudian. Tentu dia mengerti, si monyet tidak akan membalasnya. Mau bagaimana? Dia tidak bisa berbahasa monyet. "Jika boleh kutebak, kamu sedang gundah?" katanya lagi.

Fuad menarik napas dalam. "Mungkin monyet seusiamu sudah seharusnya bisa kawin. Kau berhak memilih monyet perempuan idamanmu, memadu kasih dengannya, dan lekas punya anak. Anakmu mungkin akan sama sepertimu, seekor monyet. Tentu saja, monyet tetaplah monyet sebagaimana pisang adalah pisang.

"Bel, barangkali kita sama. Jika kamu di dalam kerangkeng sehingga kamu tidak bisa menemui monyet perempuan yang disukai, aku juga sesungguhnya terkerangkeng. Tepatnya perasaanku, Bel. Aku tidak berani mengungkapkan perasaan ini, sementara teman perempuanku justru ngotot mengenalkan pada perempuan yang menurutnya cocok denganku.

"Jika berada diposisiku, apa yang akan kamu lakukan, Bel?

"Jika saranmu aku harus berterus terang, maaf saja, Bel, aku tidak bisa. Aku merasa niatannya itu mempertebal kerangkeng milikku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun