Mohon tunggu...
Rizky Kurniawan
Rizky Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pribadi

Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Andai Aku Sedang Menulis Kisah Patah Hati

20 Maret 2019   14:48 Diperbarui: 20 Maret 2019   15:06 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fivi berhenti, menarik lengan Fuad. Seketika keduanya berhenti melangkah. "Nah, kamu sendiri yang ngajak ngomong," ucap Fivi kemudian, seraya menunjuk wajah Fuad dengan jari telunjuknya.

Fuad memandangi perempuan yang rambut sebahunya dibiarkan tergerai itu. Mata bulatnya selalu memancarkan keceriaan dan rasa optimisme. Fuad menyukainya, seringkali rasa optmis itu menular padanya. "Kamu sudah membuang waktuku lebih lama lagi," ucap pemuda itu akhirnya. Dia melanjutkan langkah ke arah kantin.

Fivi mengejarnya.

**

Fuad tahu dia tidak punya waktu lama di kantin, maka dia memesan batagor untuk mengganjal perut yang sudah kepalang lapar. Jus apel menemani sepiring batagor.

"Fu, ada rencana buat bikin ulasan khusus anggota Osis lagi enggak, sih?" Ya, Fivi ikut menemani Fuad di kantin, dia duduk di hadapan teman laki-laki terdekatnya itu. Tak lupa perempuan yang kali ini bersisian kelas dengan Fuad tersebut memesan jus alpukat sebagai teman menemani karibnya.

Fuad mengerti arah pembicaraan perempuan yang mengambil duduk di hadapannya. "Pemilihan ketua, wakil dan aggota Osis sudah lewat jauh. Dalam jurnalistik, unsur kebaruan itu penting. Novelty," balas Fuad. Siswa dari kelas XI IPA 1 itu membalas jawaban teman wanitanya dengan semasuk akal mungkin. Tujuannya jelas, agar bahasan bisa berubah dengan segera. Dia tidak nyaman.

Sambil memutar sedotan dalam gelas, Fivi menengadahkan kepala, berpikir. "Gimana kalau bahas cewek-cewek cantik di sekolah? Aku yakin Wenda masuk kriteria cewek paling cantik di SMA ini."

"Kenapa harus diskriminatif begitu usulanmu?"

"Ih, bukan.... Makasudku itu, biar kamu bisa dekat sama Wenda. Kamu bisa wawancara dia," balas Fivi sengit. "Lagian, enggak diskriminatif juga kalau bahas Wenda. Selain cantik, dia pintar. Juara umum, kamu ingat? Terus, wenda juga aktif di organisasi sekolah, dia supel. Pokoknya dia banyak menginspirasi."

Fuad menyesap jus apel, untuk mendorong kunyahan batagor dalam mulutnya. "Pertama, posisiku di Jurnalistik itu editor, bukan reporter. Kedua, minggu ini kami sedang mengambil tema, moral anak didik. Kamu nyimak berita akhir-akhir ini? Banyak guru yang justru dapat perlakuan kasar dari peserta didiknya," Fuad menjelaskan. Dia kembali menyesap minumannya. "Budiarto, pimpinan redaksi kami menganggap ini isu yang penting untuk mengisi kolom-kolom majalah dinding sekolah kita. Dalam resahnya, dia tidak ingin kejadian serupa ada di lingkungan sekolah ini. Jadi, enggak ada itu cewek-cewek cantic sekolah," tambahnya lagi. Kali ini pemuda berambut hitam sedikit ikal itu menatap lekat perempuan di hadapannya. Mata sipitnya bertemu dengan mata bulat cerah milik Fivi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun