Mohon tunggu...
Rizky Kurniawan
Rizky Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pribadi

Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Kerbau yang Melompat ke Dasar Curug

14 Desember 2018   09:05 Diperbarui: 14 Desember 2018   09:24 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak salah, bocahku sedang jatuh cinta, pikir Ma Sia. Kemudian dia benar-benar beranjak dari depan bilik pembatas kamar anaknya.

Di sepertiga malam terakhir, Ma Sia kembali terjaga. Kali ini dia mendengar isakan anaknya, menyebut nama Tuhan, meminta kepadanya untuk tidak menjauhkan dirinya dengan seseorang yang disebutnya sebagai cinta. Betul, nak. Begitulah cara mencinta yang baik, memintalah kepada si empunya hidup. Setelah berpikir begitu, Ma Sia kembali terlelap.

Eman bangun pagi-pagi sekali, pergi ke pemandian, pulang membawa dua ember air bersih, seperti hari-hari biasa.

Ma Sia sedang menggoreng pisang saat Eman menuang air panas ke dalam gelas bersisi kopi bubuk dan gula. Ini juga sebagaimana biasa, pikir Ma Sia. Barangkali, bocah itu sudah tak lagi gelisah atas apa yang sejak semalam mengganggunya.

"Ambu, bagaimana Bapak jatuh cinta pada Ambu, waktu itu?" Pertanyaan tersebut meluncur saat Eman mengaduk kopinya.

Ma Sia tentu sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu. Dia mencoba menahan diri, mencoba menjawab pertanyaan senormal bagaimana biasanya dia menjawab pertanyaan si bocah sebelum ini. "Aku tentu tidak tahu, anakku. Pertanyaan itu jelas ditujukan untuk bapakmu, bagaimana mungkin aku dapat menjawab?"

Masih menghadapi kopi yang mengepul, Eman kemudian menarik napas dalam. "Kalau begitu, bagaimana Ambu dan Bapak saling jatuh cinta, sampai kemudian menikah?" tanya si bocah berikutnya.

Ma sia membalik goreng pisang di dalam kuali. "Barangkali tak ada beda dengan cerita orang-orang di kampung ini. Kami saling pandang saat pergi mengaji ke surau. Tak terlalu lama setelahnya, bapakmu datang menemui bapakku. Dia kemudian meminta pada bapakku untuk menjadikanku istrinya, kakekmu setuju. Ya, hanya seperti itu.

"Seperti anak gadis lain yang menghormati keinginan orang tuanya, aku mengangguk setuju. Lagipula, bapakmu pemuda baik-baik, dan berasal dari keluarga yang baik-baik pula. Jadi, tak ada alasan aku untuk tidak menerimanya," terang Ma Sia. Dia mengangkat pisang goreng dari wajan, dan menyemplungkan pisang yang lain.

"Hanya sesederhana itu, Ambu?"

"Ya, hanya sesederhana itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun