"Kenapa?"
"Ya gak usah pusing sih, Lestari. Kamu badannya masih gemuk, makanmu sehari tiga kali, tidurmu nyenyak diatas kasur empuk, Bapak juga sudah belikan komputer baru untuk kamu" Bapak merenggangkan punggungnya kelelahan karena baru pulang dari kemacetan Jakarta.
"Memangnya kalau anak kecil itu nggak boleh ya, Pak, mikirin masa depan negara gitu?"
"Boleh"
"Terus kenapa bapak bilang belum saatnya?"
"Lho, kamu" Bapak berdiri dari kursi kayu jati itu dan berjalan perlahan meninggalkan Lestari serta pertanyaannya.
Lestari berdiam,
Menatap malam yang dipeluk rembulan dan bintang yang berebutan cahanya, lalu menatap ke bawah, melihat nyamuk-nyamuk yang menyantap makan malam dari kaki mungilnya.
eh, kalian, kalau aku pukul, mati lho, gumamnya dalam hati. Lestari memutuskan meniup nyamuk-nyamuk lapar itu agar terhempas pergi.
"Lestari.. Masuk nak sudah jam sembilan, besok sekolah pagi kamu tuh!" Teriak Ibu dari dalam ruang televisi.
Lestari tidak menjawab, dia masuk dan mencuci kaki, sebelum masuk kamar, Lestari melirik Bapak yang sedang menonton televisi bersama Ibu, dari balik suara zzzttt zzzzrtrt terdengar pembicara di televisi
"zzztttr ... okt.. er.. Soeko Marsetyo yang di.. kar hidup-hidup kemarin, zzzttrr PB IDI berduka dengan bend...zztttr ra setengah tiang & memakai pita hitam sebagai penghormatan terhadap almarhum zzttrrr"