Mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Ferdy Sambo merupakan tersangka keempat. Penetapan Ferdy Sambo langsung diumumkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di kantornya, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel), Selasa 9 Agustus 2022. Hingga kini, pengembangan kasus ini terus berlanjut. Akankah ada tersangka selanjutnya?
Sebelum Irjen Ferdy Sambo, Polri telah menetapkan tiga orang tersangka.Â
Diantaranya, Bharada Richard Eliezer (E), Brigadir Ricky Rizal (RR) dan K.
Penetapan tersangka dilakukan setelah Tim Khusus memeriksa saksi-saksi dan barang bukti, seperti alat komunikasi hingga rekaman CCTV.
Dalam kasus ini, Bharada E disangkakan Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan 56.Â
Brigadir RR disangkakan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 dan 56, yakni pembunuhan berencana.Â
Sementara itu, pasal yang disangkakan terhadap tersangka K masih belum diketahui.
Sejatinya, kasus ini sangat menarik dan penuh atensi masyarakat Indonesia dalam kurun waktu sebulan terakhir.
Kasus dramatis! Tak hanya menyentuh sisi emosional, namun juga menimbulkan tanda tanya besar bagi netizen +62.
Mayoritas menilai ada kejanggalan dalam peristiwa yang menewaskan Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jaksel pada Jumat 8 Juli 2022 lalu.
Seiring berjalannya waktu, satu-persatu tabir kasus ini mulai terbuka.
Bahkan, alibi keterangan awal tragedi ini berbanding 360 derajat setelah Bharada E siap sebagai Justice Collaborator atau JC guna membongkar kasus pelik ini.
Soal baku tembak misalnya, awalnya Brigadir J disebut beradu "timah panas" dengan Bharada E seusai adanya dugaan harassment atau pelecehan terhadap Putri Candrawathi, Istri Irjen Ferdy Sambo.
Kasus dugaan pelecehan seksual itu sendiri disebut dilaporkan Putri Candrawathi ke Polres Jakarta Selatan. Lantas, ditarik ke Polda Metro Jaya dan menjadi penyidikan di Bareskrim Polri.
Kini, narasi yang dibangun tentang insiden tersebut "menguap".Â
Kata predikat baku tembak berubah menjadi penembakan.
Pasalnya, Bharada E mengaku bahwa ia menembak Brigadir J atas perintah atasannya yang tidak lain adalah Ferdy Sambo.
Apresiasi Terhadap Gelombang Penasaran Netizen +62
Saya pribadi mengapresiasi "gelombang penasaran" netizen +62 yang menjadi desakan bagi Polri untuk membuka tabir fakta kasus ini.
Berbagai lini masa media sosial tak berhenti membahas tentang peristiwa yang merenggut nyawa Brigadir J.Â
Di tengah perkembangan arus informasi dari media mainstream soal kronologi awal tentang aksi tembak-menembak, ada saja netizen +62 yang kritis dan berpikir analitis serta detail laiknya detektif. Merasa ada yang janggal, mayoritas menganggap perlu penelaahan lebih lanjut.
Terlebih, kasus ini terjadi di dalam lingkungan internal Polri dan menyeret satu diantara Perwira Tinggi Polri yakni Irjen Ferdy Sambo.
Gelombang penasaran ini merupakan energi positif untuk "menagih" kinerja profesional Polri yang tidak tebang pilih.
Puncaknya, kasus ini mendapat atensi dari orang nomor satu di Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak 12 Juli 2022.Â
Paling teranyar, permintaan diserukan Presiden pada Selasa 9 Agustus 2022. Jika dihitung, ada empat kali ekspektasi Jokowi ikhwal perkara ini.
Intinya, Jokowi mendesak pengusutan tuntas kasus pembunuhan Brigadir J secara apa adanya dan tidak ada yang ditutup-tutupi.Â
Ia menyinggung soal citra dan integritas Polri di mata masyarakat pasca peristiwa ini.
Di sisi lain, Komnas HAM juga turut memberikan atensi penuh guna mengawal kasus.
Peristiwa ini lagi-lagi membuktikan kekuatan media sosial begitu dahsyat.
Bahkan, muncul aksi 1.000 lilin keadilan dan doa bersama untuk mendiang Brigadir J.
Kemungkinan, aksi-aksi ini bisa saja kembali muncul, jika Polri tidak serius menyelesaikan kasus ini.
Kasus sudah mendapat atensi publik, lalu ada request pengusutan kasus berulang kali dari Presiden, tunggu apa lagi ? Apalagi Kapolri sudah dipanggil ke Istana kan ?
Bagaimana Sikap Kita Selanjutnya?
Dari "kacamata positif", sebagai warga negara yang baik, tentunya kita harus menghormati proses hukum yang berlaku di Indonesia.
Masih ada prosedur hukum lanjutan, kendati telah ditetapkan sejumlah tersangka.
Polri selaku law emforcement atau penegak hukum terus melakukan pengembangan dan pendalaman.
Melalui tim khusus (timsus) yang dibentuk, penggalian fakta dan pemeriksaan saksi-saksi dilakukan untuk mencari motif di balik kasus ini.
Mengingat kejadian berlangsung di rumah pribadi Irjen Ferdy Sambo, keterangan saksi-saksi kunci sangatlah penting untuk membuka tabir ini.
Terutama, saksi-saksi yang secara langsung berada di lokasi tempat kejadian perkara (TKP).
Termasuk, saksi-saksi yang berupaya mengaburkan fakta dan tidak kooperatif saat proses penyelidikan dan penyidikan.
Penggalian fakta harus benar-benar jeli dan teruji.Â
Tak terkecuali terhadap Irjen Ferdy Sambo yang diduga publik sebagai "sutradara" atau "aktor utama" atau "aktor intelektual".
Apakah akan ada tersangka baru?
Jawabannya bisa iya, bisa juga tidak.
Namun secara logika, jika melihat skenario narasi yang dibangun sedemikian rupa, kemungkinan akan ada tersangka baru lainnya.
Masih banyak saksi-saksi yang diperiksa. Kita tunggu saja proses pengembangan kasus selanjutnya.
Kita semua berharap timsus bekerja secara profesional mengingat ini menjadi pusat perhatian publik.
Perlu digarisbawahi, ini terjadi di dalam lingkungan institusi Polri.
Jika memang ingin berbenah, kasus ini bisa menjadi satu diantara momentum untuk menepis anggapan "hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah". Tidak ditampik ungkapan ini menjadi stigma di pikiran publik hingga kini.
Saya pribadi mengapresiasi komitmen tegas Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut tuntas kasus ini sampai ke akar-akarnya.
Setidaknya, ini menjadi jawaban terhadap pesimisme publik yang sempat muncul sepanjang peristiwa ini menyeruak ke permukaan.
Secara manusiawi, saya pribadi mengucapkan belasungkawa mendalam terhadap keluarga Brigadir J, semoga diberikan ketabahan dan kekuatan.
Kepada seluruh netizen +62, mari kita kawal kasus ini agar tak hanya menjamah "cabang dahan dan ranting" saja, namun juga harus "batang dan akarnya".
Sesuai asas keadilan dan kebenaran, kita semua berharap fakta-fakta terkuak hingga tuntas, lantas segera berlanjut ke tahapan persidangan hingga vonis nantinya.
Jangan sampai momentum untuk membuktikan integritas Polri malah berbalik menjadi momentum hipocrisy (hipokrit atau munafik).
Di sisi lain, ini juga menjadi momentum Polri untuk membenahi internal Polri dan meningkatkan integritas menjadi lebih baik ke depan.
Akhir kata, selamat bekerja Polri, publik memantau dan mendukung penuntasan kasus ini.Â
Proses insan Polri yang terbukti melanggar kode etik.
Oh ya, jangan lupa laporkan secara transparansi setiap update terbaru hasil pengembangannya agar hoaks tidak merajalela. Sebab, saya sudah dewasa.
Sekali lagi, selamat bekerja Polri! Netizen +62 kategori dewasa setia menunggu pengungkapan.
(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H