Mohon tunggu...
Rizky Novian Hartono
Rizky Novian Hartono Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Belajar untuk menulis; menulis untuk belajar.

Menulis adalah cara untuk menyimpan ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Apresiasi untuk Sebuah Kegagalan

29 Juli 2020   21:25 Diperbarui: 29 Juli 2020   21:16 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sultan memesan menu favoritnya caramel latte dan ia seduh di pojokan kedai menjauhi keramaian. Ia terus memikirkan apa yang salah dengan dirinya. Apa yang kurang dari dirinya hingga ia hampir-hampir hendak menyalahkan diri sendiri atas keadaan ini. Sudah tiga bulan lamanya ia mencari peluang untuk bisa berkarir namun kesempatan itu juga belum tiba. 

Ia membandingkan dengan temannya yang lulus dengan tidak menyandang predikat "cum laude" namun satu bulan setelah ujian sidang sudah mendapatkan pekerjaan impiannya. 

Ia merasa buruk. Tidak lebih buruk dari kisah cintanya. Percintaannya memang sengaja ia tunda agar sekedar ia bisa fokus pada mimpinya terlebih dahulu sebelum pada akhirnya akan membahagiakan orang lain.

"Eh, Tan, ngapain? Mana yang lain? Sendirian aja." Suara itu tak asing di telinganya. Ia menengadah melihat Dimas di depannya. Ia langsung memancarkan raut wajah senyum yang tampak dipaksa. "Eh, Dim. Ngapain? Iya nih sendirian gua." Terkejut membalas sapaan Dimas.

"Parah lo, Tan, ga ngajak-ngajak. Gua kebetulan lewat sini terus sekalian mampir. Mau dengerin live music. Suntuk gua di rumah aja. Ngapain lo?" Dimas langsung ambil posisi duduk di depan Sultan.

"Biasa. Mikir masa depan bakal secerah matahari apa engga." Jawabnya bercanda. Ada nada ketir di jawabannya itu.

"Ya ampun, Tan. Lo ga perlu khawatir sama masa depan lo. Inget ya, Tan. Lo itu pintar. Manusia tercanggih yang pernah gua temuin selama gua hidup! Belum ada yang nandingin. Paling si Devi sih. Tapi lo harusnya ga perlu khawatir kali, Tan. Santai aja." Hibur kawannya. "Gimana gua bisa santai, Dim. Gua belum kerja apa-apa. Mau usaha juga bukan passion gua."jawabnya.

"Lo mah suka gitu orangnya, Tan. Terlalu dipikir. Gua paham kok kalo ada di posisi lo. Cuman lo harus ngasih jeda waktu sejenak buat diri lo istirahat sembari nyari-nyari peluang. Ga perlu mikir-mikir gini amat. Let it flow, dude. Usaha yang baik juga ga bakal mengkhianati hasilnya, kok."

"Let it flow itu cuma buat orang-orang yang malas, Dim. Gua bukan pemalas. Gua ga mau cuman ngikutin arusnya air yang arahnya ke bawah terus. Lihat tuh sumber air hujan dari mana. Air hujan yang punya banyak manfaat bagi kehidupan itu sumbernya dari air yang ada di bawah, Dim, terus naik ke atas. Buat jadi orang yang bermanfaat gua harus ada tindakan, Dim."

"Nah itu lo tau jawabannya. Lo mau jadi orang yang berguna 'kan? Yaudah selama waktu luang ini, lo bikin dah tuh aktivitas yang bisa bermanfaat bagi orang banyak. Nulis kek, bikin konten di youtube kek, atau ngelakuin kegiatan sosial sampai ada tawaran kerja datang."

Dimas membuka perspektif pemikiran Sultan. Tak pernah terbesit dipikirannya selama belum mendapatkan pekerjaan formal dia tetap bisa mengembangkan diri. Mengembangkan diri merupakan salah satu cara untuk menemukan jati dirinya pula. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun