"Gua juga gitu, Dev! Sampai detik ini gua ga pernah sama sekali lolos tahap administrasi." Sultan menyetujui dengan murung.
Sultan dan Devi memang tidak pernah mengira bahwa setelah lulus tanggung jawab yang lebih berat justru akan menimpa mereka. Tampak hiperbola tetapi memang demikianlah keadaannya. Sebagai mahasiswa yang paling berprestasi, paling banyak tersorot dan dikenal seantero fakultas, mereka memang tiada duanya dan tandingnya.Â
Siapa yang tidak kenal mereka berdua. Mulai dari kakak tingkat, adik tingkat paling teranyar hingga dosen sangat mengagumi dua orang karib yang sudah mengenal satu dengan lainnya sejak hari pertama kuliah.Â
Bahkan terkadang sembari bersama teman mereka masing-masing pun ada saja adik tingkat yang berdecak kagum terhadap sosok mereka. Tak sedikit pula yang sinis tetapi mereka tidak memperdulikannya demi menghemat tenaga.
Sultan adalah orang organisasi. Semua hal ia lakukan pula secara terorganisir. Dengan ribuan pengalamannya dalam organisasi itulah ia yakin kelak akan mendapatkan pekerjaan yang mudah, terlebih dengan predikat lulusan "cum laude" yang ia raih.Â
Namun fatamorgana yang sudah tampak di depan mata seakan-akan meruntuhkan benteng pertahanan dan keyakinannya. Puluhan lamaran pekerjaan sudah ia kirimkan namun tidak satu pun tempat ia melamar menghubunginya kembali.Â
Puluhan informasi dan jalur rekomendasi pun sudah ia usahakan melalui relasi-relasinya untuk mempermudah jalannya mendapatkan pekerjaan namun juga nihil hasilnya.
Disaat teman-teman seangkatannya masih berjibaku dengan tugas akhir ia sudah bisa menyandang titel sebagai seorang sarjana hukum. Ia selalu mensyukuri itu. Tetapi semakin cepat suatu hal terlaksana semakin cepat pula seseorang harus menghadapi realita kerasnya kehidupan di luar sana.Â
Kontemplasi Sultan terhadap seluruh ekspektasinya selalu berakhir dengan suatu pertanyaan apakah mungkin digapai dan tak sering pula berakhir dengan menertawakan mimpinya sendiri.Â
Naluri berkata bisa saja semua mimpi itu digapai kalau sudah ada suatu perubahan yang dibuat, yaitu bekerja. Namun hingga detik di mana dia tidak bisa memutuskan hendak menjadi apa diperparah pula dengan tak ada recruiter yang menghubunginya.
Minggu malam dengan sengaja Sultan menghampiri kedai kopi tengah kota seorang diri. Tujuannya masih sama yaitu hendak berkontemplasi, menyusun rencana-rencana ke depan sembari berusaha mencari tahu siapa dirinya dan apa yang ia hendaki.Â