"Ini semua gara-gara kalian, kalau saja kalian mau menurunkan ego pasti tidak akan seperti ini!" kata Nenek Astri.
Andre semakin gelisah karena dokter melakukan pemeriksaan cukup lama, dirinya bangkit, lalu mondar-mandir kesana-kemari, bibirnya mulai digigit dan sering kali bergantian melirik dengan Nila melihat ke area UGD,
"Asal kalian tahu, menderita penyakit Asma dan dokter sudah mewanti-wanti kepada Ibu untuk menjaganya dengan baik," kata Nenek Astri yang terduduk di lantai dan meneteskan air mata.
Nila memeluk ibunya, dirinya juga ikut menangis. Terbayang rasa bersalah yang besar ketika semalam dia dan lelaki pujaan hatinya bersenang-senang dengan karaokean, makan dan saling berbagi masalah.
Dirinya sebenarnya tahu kalau Ibunya menelpon beberapa kali. Tetapi, perempuan itu tidak ingin waktunya bersama lelaki pujaan hatinya terganggu, Nila benar-benar menangis, andai saja dirinya kemarin bisa datang dan menemani anaknya, mungkin ceritanya lain.
Pemeriksaan akhirnya selesai, dokter mengatakan kondisi Raka memang sedikit mengkhawatirkan tetapi, anak itu bisa dipindah ke ruang rawat biasa dan meminta untuk kedua orang tuanya terus mendampinginya.
Melihat keadaan anaknya yang benar-benar lemah, membuat Nila dan Andre menyadari kesalahannya. Mereka berdua belum mau masuk ke dalam kamar, tetapi duduk berdua dengan wajah penuh dengan dosa.
"Mungkin inilah alasannya mengapa Tuhan, belum memberikan kita anak, karena kita tidak pantas jadi orang tua," kata Andre.
Nila tetap terdiam dan menundukkan kepalanya, tangisnya masih pecah, kesedihan dan rasa bersalah membuatnya sulit untuk berkata-kata. Terlebih semua kenangan indah seakan muncul tepat di depan matanya yang membuat tekanan itu semakin menyiksa.
"Raka mencari kalian!" kata Nenek Astri yang keluar dari kamar.
Andre dan Nila bangkit, mereka bersiap untuk masuk ke dalam, hanya saja Nenek Astri mencoba menghalangi sejenak dan berkata, " Ibu tahu, kalian sedang ada masalah hebat, tetapi tolong redam ego, buang rasa sakit hati, demi Raka!"