"Lelaki kayak kamu nggak pantes mendapatkan sambutan yang ramah," kata Nila.
"Kalau mau, silahkan pergi dan jangan pernah pulang sekalian." lanjutnya.
"Jangan pernah sok suci didepanku? Aku tahu apa yang kamu lakukan dibelakangku!"
Pertengkaran itu semakin intens, bahkan keduanya hampir saja beradu fisik sebelum Nenek Astri melerainya. Tanpa mereka sadari, Raka kembali masuk ke rumah untuk mengambil buku yang tertinggal dan mendengar semua percakapan keduanya.
"Kalau kalian ingin berantem jangan di sini, sana ke ring tinju! Setiap hari tidak mau mengurus anak, berantem terus kerjaannya!" kata Nenek Astri yang sangat kesal, tangannya mengepal geram, mencoba untuk menahan agar tidak melayang.
"Pyaar...." Suara kaca pecah dari dalam kamar Raka.
Nenek Astri, Nila dan Andre mendengarkan seksama suara itu, mereka langsung berlari menuju ke kamar Raka. Ketika tiba, anak itu tersungkur di lantai dengan nafas yang sangat sesak, bibirnya tampak biru dan susah untuk berbicara.
"Raka....!" Teriak Nenek Astri,
Dengan hati-hati, Andre menghampiri anaknya dan membawanya masuk ke dalam mobil Nenek Astri yang sudah siap. Mereka semua pergi menuju ke Rumah sakit, Bibir Nenek Astri tak pernah bergerak melantunkan doa, sembari memeluk cucunya erat.
Aroma morfin menyeruak hebat, suara kepanikan saat itu terdengar dengan jelas. Â Semua orang tampak seperti kumbang, bertebangan ke sana kemari, hari yang cukup kacau, tetapi beruntungnya Raka segera mendapatkan penanganan.
Andra menyandar di tembok menunggu kabar, perlahan tubuhnya lemah dan terduduk dengan kepala menunduk. Sementara, Nila masih mencoba mencuri pandang, andai saja bisa melihat dari lubang kecil yang tampak samar, walau sesekali harus berbagi dengan ranjang-ranjang yang hendak masuk ke dalam.