Mohon tunggu...
Rizky Hadi
Rizky Hadi Mohon Tunggu... Lainnya - Anak manusia yang biasa saja.

Selalu senang menulis cerita.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kode Rahasia Pramuka

17 Januari 2021   17:07 Diperbarui: 17 Januari 2021   17:15 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Rehan, aku tadi menemukan ini," ucap Dinar kepada Rehan sembari menyerahkan secarik kertas. Dia datang menghampiri Rehan yang sedang membaca sebuah buku di teras rumah. "Kertas ini terjatuh ketika Pak Zein hendak memasukkannya ke dalam tas. Sebelumnya Pak Zein juga sempat bertemu dengan seseorang yang aku nggak kenal

Rehan diam, membuka lipatan kertas dan mendapati angka-angka yang tertulis. Ini bukan angka-angka biasa, pasti ada makna di baliknya, pikirnya. Dia tercenung, kembali diam cukup lama. Rehan teringat sesuatu. Ya, ini sederet angka yang dipelajarinya beberapa tahun yang lalu.

"Sekarang kita pergi pakai motorku. Kita berangkat berdua saja. Jangan lupa bawa handphone kau!" ujar Rehan setelah cukup lama berpikir. Anggukan Dinar menjawab ajakan dari Rehan. Gurat muka Rehan keras, tanda keseriusan.

Rehan dan Dinar sedang menyelesaikan kasus yang diduga sebagai tindak penimbunan beras yang ada di desanya. Selama satu bulan ini pasokan beras dari kota tiba-tiba terhenti. Menurut keterangan dari Pak Zein, seorang kepala desa bahwa pasokan beras tersendat karena persediaan beras di negara mulai menipis dan harus berhemat.

Namun, alasan yang yang diutarakan Pak Zein ketika pertemuan dengan para warga itu tak serta-merta dipercaya oleh Rehan dan Dinar. Bahkan kedua pemuda yang baru lulus bangku perkuliahan ini mencurigai bahwa ini semua adalah sebuah rekayasa dari pihak yang tak bertanggung jawab. Dan salah satu orang  yang dicurigai adalah Pak Zein.

Itu bermula ketika Rehan melihat Pak Zein menerima sejumlah uang di kantor kepala desa setelah pertemuan dengan para warga. Dan kejadian itu dinilai Rehan sebagai peristiwa yang janggal. Selama beberapa minggu ini, Rehan dan Dinar mengawasi Pak Zein. Mulai dari gerak-geriknya hingga riwayat pertemuannya.

Bukan tanpa alasan Rehan dan Dinar mencurigai Pak Zein. Pasalnya, pernyataan Pak Zein berbanding terbalik dengan keterangan dari negara bahwa stok beras sangat melimpah dan siap untuk didistribusikan. Jadi, alasan dari Pak Zein dianggap tidak logis oleh Rehan dan Dinar. Hal itu didukung oleh desas-desus warga yang mengatakan kalau keluarga Pak Zein sedang terlilit hutang dari bank. Itu yang menguatkan kecurigan Rehan dan Dinar terhadap Pak Zein.

***

Setelah sekitar setengah jam, akhirnya motor Rehan berhenti pada sebuah warung kopi. Warung kopi ini ramai dipenuhi orang-orang yang sekedar berbincang sembari  menikmati secangkir kopi hitam.

"Kita kenapa berhenti di sini, Han?" tanya Dinar kepada Rehan.

"Coba kau lihat ke arah sana." Rehan memanjangkan tangannya, menunjuk ke arah gudang yang cukup besar yang berdiri kokoh. Mata Dinar mencoba mengikuti arah tangan Rehan.

"Itu adalah gudang penyimpanan beras. Sasaran kita. Kasus yang selama ini kita selidiki akan berakhir di gudang itu," tandas Rehan dengan keyakinan yang tinggi. Seolah dia tahu persis apa yang sembunyi di balik bangunan besar itu.

Sembari menunggu momen yang tepat, Rehan dan Dinar sejenak duduk di warung kopi. Memesan minuman untuk menghilangkan dahaga.

"Omong-omong kau tahu dari mana kalau itu adalah gudang penyimpanan beras?" tanya Dinar.

"Nih," ucap Rehan singkat. Rehan membuka lipatan kertas yang ditemukan Dinar. Menyuruh Dinar untuk membaca isi yang ada dalam kertas tersebut.

Dengan lirih, Dinar mengeja dengan lamat-lamat angka yang tertulis, "15, 4, 13, 24, 8, 12, 15, 0, 13, 0, 13--1, 4, 17, 0, 18 ...."

"Kalau dilihat oleh orang biasa, ini hanya sekedar angka-angka yang tidak penting. Tapi kalau kita mengerti, ini adalah sebuah kode rahasia. Waktu kau memberitahuku tentang kertas yang kau temukan dari Pak Zein, aku langsung berpikir tentang isi yang terdapat dalam kertas tersebut. Dan isinya adalah sandi morse angka pramuka. Aku dulu pernah mempelajarinya sewaktu masih SMP. Kata Kak Marwan, pembinaku dulu sandi-sandi dalam pramuka bisa digunakan sebagai petunjuk atau sebuah kode supaya rencana kita tak terdeteksi orang. Hanya orang-orang yang pernah ikut pramuka yang bisa mengerti kode ini," terang Rehan.

"Lalu bagaimana menerjemahkannya?" Dinar semakin dibuat penasaran.

"Ada dua jenis sandi morse angka dalam pramuka. Dan ini termasuk yang paling mudah. Angka dimulai dari 0 bukan angka 1. Angka 0 berarti huruf A, angka 1 berarti B, dan begitupun seterusnya."

Rehan meneguk minuman yang dipesannya dan melanjutkan kalimatnya, "Coba kau lihat apa arti dari angka-angka tersebut. 'Penyimpanan beras.' Dan di daerah kita hanya ada satu tempat penyimpanan beras. Makanya aku ajak kau ke sini. Sedangkan maksud dari angka dibawahnya yaitu 19.00 ini mungkin menunjukkan waktu yang dipakai pelaku dalam pertemuannya kali ini."

"Baru tahu aku kalau sandi dalam pramuka bisa digunakan untuk hal seperti ini," ucap Dinar seraya menganggutkan dagunya.

"Makanya belajar pramuka," ejek Rehan. Dinar malah terkekeh oleh ejekan Rehan.

***

Dua buah mobil Jeep berwarna hitam melintas melewati warung kopi tempat Rehan dan Dinar duduk. Mobil tersebut berhenti di depan gudang penyimpanan beras. Enam orang terlihat turun dari mobil tersebut dan masuk ke dalam gudang secara bersamaan.

"Mereka sudah datang. Motor dititipkan di sini dan kita jalan kaki ke sana. Nanti kita lewat samping gudang. Biar kedatangan kita tak diketahui," ujar Rehan. Dinar hanya manggut mengiyakan.

Setelah membayar minuman dan meminta izin ke pemilik warung untuk menitipkan motor, Rehan dan Dinar bergegas pergi.

Dari samping gedung, Rehan dan Dinar bisa melihat pintu yang tak tertutup rapat. Ini yang menjadi peluang mereka untuk masuk. Pelan-pelan mereka berdua masuk ke dalam gudang tersebut.

Betapa terkejutnya mereka ketika melihat beras yang bertumpuk-tumpuk di gudang ini. Dinar dengan spontan menyumpahi orang-orang yang tega melakukan perbuatan keji semacam ini. Bahkan dengan khusus, Dinar menyumpahi Pak Zein yang dicurigai sebagai dalang di balik semua ini.

"Memang keparat orang-orang itu," ujar Rehan dengan emosi yang merebak dari dalam dirinya. Emosi Rehan semakin membumbung tinggi ketika dia dan Dinar dari kejauhan melihat sebuah transaksi yang melibatkan uang dengan nominal yang besar.

Tanpa disadari oleh Rehan dan Dinar, dua orang dari belakang berjalan pelan sembari membawa balok kayu. Sejurus kemudian, kedua orang tersebut langsung memukul Rehan dan Dinar. Seketika Rehan dan Dinar tergeletak di lantai. Tak sadarkan diri.

***

Rehan dan Dinar bangun dari pingsannya dengan tali yang mengikat kedua tangan dan kakinya. Rehan mencoba menggerakkan tangan dan kakinya. Namun percuma karena ikatannya terlalu kuat. Kini mereka berdua berada di sebuah ruangan yang banyak kardus dan meja yang sudah usang.

"Aku sudah prediksi bahwa kalian berdua akan berusaha merusak rencana ini." Pak Zein datang dengan empat orang di belakangnya.

"Kertas yang kalian ditemukan Dinar tadi siang adalah jebakan buat kalian. Saya sengaja menjatuhkan kertas tersebut. Saya tahu kalian selama ini mengawasi saya. Dan saya juga tahu kalian akan menghalangi rencana ini," lanjut Pak Zein disertai suara gelegak tawa dari teman-temannya.

Amarah Rehan semakin tinggi. Sorot mata Rehan tajam menatap Pak Zein. Sementara Dinar berbanding terbalik dengan Rehan. Dinar malah terlihat lebih tenang dan berbisik sesuatu kepada Rehan, "Aku tadi sudah menelepon polisi sebelum masuk ke gudang ini. Jadi, kita tinggal ulur waktu sembari menanti polisi datang."

"Hoi, langsung eksekusi. Buang-buang waktu kalian ini." Seseorang dengan suara parau datang. Matanya yang bulat terlihat tajam mematikan. Di tangan kanannya membawa sebuah pistol.

Rehan terkejut sekaligus tak habis pikir. Mulutnya menganga. Apakah matanya tak salah lihat? Atau ini hanya sebuah kemiripan belaka? Mengapa Kak Marwan berada dalam barisan para orang jahat? Otaknya terasa beku untuk memikirkan semuanya.

"Hai Rehan. Lama kita tak jumpa. Kau sama seperti dulu, tetap jenius. Tapi kejeniusanmu ini akan mengantarkanmu pada jurang kematian. Kau masih terlalu muda untuk mengerti urusan ini. Seorang yang penurut seperti kau tak sepantasnya mencoba menggagalkan rencanaku," ujar Kak Marwan sembari memutar pistol dengan jari telunjuknya.

"Jadi, semua ini rencana ...."

"Betul Rehan. Ini semua adalah rencanaku. Semakin lama tuntutan hidup semakin berat. Menjadi pembina pramuka nggak cukup untuk mencukupi kebutuhanku." Kak Marwan terbahak.

Rehan dan Dinar terdiam. Rehan tak menyangka kalau orang yang selama ini menjadi teladannya telah berubah. Padahal Kak Marwan dulu dikenal sebagai orang baik dan taat menjalankan kewajibannya.

"Maafkan aku Rehan. Hidupmu harus berakhir seperti ini." Kak Marwan mengangkat pistolnya. Membidik Rehan dengan memicingkan matanya. Rehan dan Dinar mencoba berteriak minta tolong namun tak ada seorang yang mau membantunya. Mereka hanya pasrah berharap keajaiban akan datang menghampiri. Sedangkan Pak Zein dan kawan-kawannya tertawa tipis.

"Angkat tangan. Kalian sudang terkepung!" Polisi datang dengan melepaskan sebuah tembakan ke udara sebagai ancaman.

Suasana menjadi sedikit kacau. Anak buah Kak Marwan mencoba melarikan diri. Namun usaha mereka gagal. Para polisi sudah mencegat dari segala arah. Dengan cekatan para polisi segera mengamankan Kak Marwan dan komplotannya.

Suara rintih kesakitan terdengar. Rehan tersungkur di lantai. Sesaat sebelum polisi datang, Kak Marwan sudah melepaskan tembakan ke arah Rehan, tepat di bagian dada. Darah Rehan mengucur. Dia mencoba membuka mulutnya namun seakan tertahan oleh energi yang tak bisa dilihatnya. Kesadarannya tersedot habis. Suara terdengar mampat. Matanya mulai menutup secara perlahan.

Sementara Dinar yang baru lepas dari ikatan, berteriak histeris sembari mencoba membangunkan Rehan. Namun Rehan tak merespon. Denyut nadinya semakin lemah. Tubuhnya semakin dingin. Napasnya sudah naik ke tenggorokan. Salah seorang polisi membopong Rehan dan membawanya ke rumah sakit. Sia-sia. Rehan sudah mengembuskan napas terakhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun