"Kertas yang kalian ditemukan Dinar tadi siang adalah jebakan buat kalian. Saya sengaja menjatuhkan kertas tersebut. Saya tahu kalian selama ini mengawasi saya. Dan saya juga tahu kalian akan menghalangi rencana ini," lanjut Pak Zein disertai suara gelegak tawa dari teman-temannya.
Amarah Rehan semakin tinggi. Sorot mata Rehan tajam menatap Pak Zein. Sementara Dinar berbanding terbalik dengan Rehan. Dinar malah terlihat lebih tenang dan berbisik sesuatu kepada Rehan, "Aku tadi sudah menelepon polisi sebelum masuk ke gudang ini. Jadi, kita tinggal ulur waktu sembari menanti polisi datang."
"Hoi, langsung eksekusi. Buang-buang waktu kalian ini." Seseorang dengan suara parau datang. Matanya yang bulat terlihat tajam mematikan. Di tangan kanannya membawa sebuah pistol.
Rehan terkejut sekaligus tak habis pikir. Mulutnya menganga. Apakah matanya tak salah lihat? Atau ini hanya sebuah kemiripan belaka? Mengapa Kak Marwan berada dalam barisan para orang jahat? Otaknya terasa beku untuk memikirkan semuanya.
"Hai Rehan. Lama kita tak jumpa. Kau sama seperti dulu, tetap jenius. Tapi kejeniusanmu ini akan mengantarkanmu pada jurang kematian. Kau masih terlalu muda untuk mengerti urusan ini. Seorang yang penurut seperti kau tak sepantasnya mencoba menggagalkan rencanaku," ujar Kak Marwan sembari memutar pistol dengan jari telunjuknya.
"Jadi, semua ini rencana ...."
"Betul Rehan. Ini semua adalah rencanaku. Semakin lama tuntutan hidup semakin berat. Menjadi pembina pramuka nggak cukup untuk mencukupi kebutuhanku." Kak Marwan terbahak.
Rehan dan Dinar terdiam. Rehan tak menyangka kalau orang yang selama ini menjadi teladannya telah berubah. Padahal Kak Marwan dulu dikenal sebagai orang baik dan taat menjalankan kewajibannya.
"Maafkan aku Rehan. Hidupmu harus berakhir seperti ini." Kak Marwan mengangkat pistolnya. Membidik Rehan dengan memicingkan matanya. Rehan dan Dinar mencoba berteriak minta tolong namun tak ada seorang yang mau membantunya. Mereka hanya pasrah berharap keajaiban akan datang menghampiri. Sedangkan Pak Zein dan kawan-kawannya tertawa tipis.
"Angkat tangan. Kalian sudang terkepung!" Polisi datang dengan melepaskan sebuah tembakan ke udara sebagai ancaman.
Suasana menjadi sedikit kacau. Anak buah Kak Marwan mencoba melarikan diri. Namun usaha mereka gagal. Para polisi sudah mencegat dari segala arah. Dengan cekatan para polisi segera mengamankan Kak Marwan dan komplotannya.