Mohon tunggu...
Rizky Febriana
Rizky Febriana Mohon Tunggu... Konsultan - Analyst

Senang Mengamati BUMN/BUMD dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Indonesia Versus Tiongkok

11 Januari 2020   18:45 Diperbarui: 12 Januari 2020   06:04 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apel Kesiapsiagaan TNI yang dipimpin oleh Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan | (Pangkogabwilhan I) Laksamana Madya (Laksdya) TNI Yudo Morgono | Sumber: Dokumentasi TNI via Kompas)

Si vis pacem, para bellum. Kata peribahasa Latin, jika kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang. Jelas, dalam pembukaan UUD 1945 Indonesia itu cinta damai, apakah harus tetap siap menghadapi peperangan?

Indonesia itu gak suka berperang setelah ratusan tahun merasakan betapa menderitanya peperangan. Tetapi apa iya, kalau ada orang lain ganggu, masuk rumah tanpa izin, kita diam saja?

Istilah anak Betawi, "lu jual gue beli" atau malah kalau bisa kita "borong" sekalian. Seperti hari ini, Tiongkok atau China dah berani "jual" dengan masuk ke zona ekonomi eksklusifnya Indonesia di Natuna. Berani nggak kita "borong" tuh kapal Tiongkok?

Warga +62 sepertinya kalau dilihat di sosial media dah gak sabar dengan Tiongkok. Rame-rame "ngomporin" pemerintah tuk kasih tindakan tegas ke Tiongkok yang melanggar hak kedaulatan (sovereign right) kita di Natuna.

Masuk ke zona eksklusif tanpa izin itu ibarat kita masuk ke hati wanita yang sudah dimiliki orang lain. Cowoknya dia pasti marah lah. Harusnya sih.

Bagaimana dengan kita? Di media, Menko Kemaritiman, Opung Luhut Pandjaitan bilang "jangan dibesar-besarkan". Menhan, Purnawirawan Jenderal Prabowo "..China adalah negara sahabat." Keduanya nampak gak mau ribut.

Ada lagi yang terbaru, Bapak Mahfud MD bilang nelayan akan ke Natuna. OMG, Oh My God, kenapa nelayan yang dikirim ke sana? Bla..bla..bla, banyak lagi komentar-komentar netizen yang terhormat.

Tapi jujur, kalaupun Tiongkok keukeuh bahwa mereka gak salah, tetap melanggar ZEE Indonesia meski sudah diakui UNCLOS (The United Nations Convention on the Law of the Sea) misalnya, disaat gak ada pilihan lain, worst case scenario, kira-kira siap gak Indonesia berperang?

Darah pejuang pasti masih mengalir di setiap WNI. Sejarah panjang perjuangan kemerdekaan melawan penjajah Belanda, Portugis, Inggris sampai Jepang dengan bambu runcing dan pekikan takbir pun jadi. Indonesia sudah melewati itu semua.

Tapi kali ini, berperang bukan seperti pertandingan bulu tangkis putra dimana kita "11-12" dengan Tiongkok. Seperti bulu tangkis ketika mau "perang" di Olimpiade, ada pelatnas, ada pemusatan latihan nasional dengan program jangka panjang yang terukur.

Dipikirnya berperang itu ringan. Tidak semudah itu "ferguso". Jutaan orang bahkan tidak menyadari karena setidaknya ada tiga (3) pilar kekuatan yang harus disiapkan dengan matang.

Pertama, TNI yang tangguh dan profesional. Kalau untuk urusan kemampuan intelegensi, fisik, dan teknik gak ada yang meragukan jiwanya TNI. Kita semua sepakat dengan yel TNI, "Jangan...jangan... jangan... jangan ragukan jiwaku ini."

Misalnya, kemampuan TNI khususnya AD dalam menembak juga tidak diragukan lagi. Juara 12 kali berturut-turut AASAM (Australian Army Skill At Arms Meeting). 

Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, Jepang, dan Korea juga ditaklukan dalam kemampuan teknik menembak.

Kalau dari sisi jumlah, meski angkatan bersenjata Indonesia kalah banyak dibandingkan China. Tetapi betapa banyak contoh yang sedikit mengalahkan yang banyak. Jepang contohnya, pernah menjajah China juga Indonesia.

Global Firepower memproyeksikan personel militer Indonesia sebesar 800 ribu orang yang terdiri dari 400 ribu personel aktif dan 400 ribu personel cadangan. Sementara China 2,2 juta militer aktif dan 510 ribu personel cadangan.

Hanya dari alutsista (alat utama sistem senjata) yang kita perlu memperhitungkan kembali. Karena era modern saat ini, cara berperang sudah jauh berbeda, tidak lagi mengandalkan jumlah, justru setiap negara berlomba-lomba meningkatkan kemampuan peralatan dan keragaman alutsista tempurnya.

Dalam sebuah cuplikan tayangan Mata Najwa (08/01/2020), kapal Bakamla Indonesia yang head to head dengan Coast Guardnya China hanya dipersenjatai dengan keris. Entah bercanda atau tidak, tetapi itulah gambaran alutsista kita Indonesia. Miris.

Secara keseluruhan, berdasarkan data Global Firepower tahun 2019, Indonesia menempati urutan 16 dengan index 0,28 sementara China di urutan 3 dunia dengan index 0,067.

Kedua, kekuatan industri pertahanan nasional. Nah ini juga berat. Alutsista yang canggih sumbernya adalah industri pertahanan nasional yang juga kuat dan mandiri.

Apa yang gak bisa China produksi saat ini? Nggak ada. China bisa semua, kecuali menghidupkan orang mati. Hehe..

Kereta cepat? Mereka sudah bisa membuatnya sama seperti Korea dan Jepang. Kita? Kereta cepat made in China justru ada di Indonesia.

Mobil? Wuling sudah lalu lalang di jalan raya, tanda sebuah produk diterima di pasaran Indonesia. Mobnas kita? Esemka kita dibilang mirip mobil China.

Handphone? Handphone murah made in China. Handphone mahal merek terkenal ternyata dirakitnya juga di China.

Produk-produk asli dan asal China membanjiri pasar Indonesia, dan faktanya memang diterima kok dengan baik.

Seperti dilansir, Defense News, ada 8 perusahaan asal China yang masuk Top 100 Perusahaan industri pertahanan nasional dengan kinerja keuangan yang baik.

Aviation Industry Corporation of China (AVIC) bahkan masuk dalam peringkat ke-5 dengan pendapatan mencapai USD66 miliar dimana 38% atau sekitar USD25 miliar merupakan pendapatan dari sektor pertahanan.

BUMN konglomerasi China yang bergerak dibidang penerbangan dan industri pertahanan tersebut memiliki lebih dari 100 anak usaha (27 diantaranya go public) dan 500 ribu pegawai.

Produk pertahanan yang dihasilkan diantaranya pesawat tempur, helikopter tempur, dan penyelamat, UAV (Unmanned aerial vehicle) dan juga kapal udara militer jenis lainnya.

Richard Pettibone dalam tulisannya di Defence and Security Monitor menjuluki AVIC sebagai Airbus, Boeing, and Lockheed Martin dari China. AVIC sendiri peringkat 151 dalam jajaran TOP 500 versi Forbes.

Sementara itu, untuk industri pertahanan nasional kita masih jauh untuk disejajarkan dengan China. Bukan tidak bisa, Indonesia bisa, semua saya sudah ulas semua di sini.

Ketiga, kemampuan ekonomi Indonesia yang mandiri. Untuk urusan ini memang cukup kompleks alias rumit karena kita diminta belajar sampai ke negeri China.

Dagang, investasi, dan utang. Mungkin cuma orang Padang yang dapat menyaingi ilmu berdagang orang China.

Tetapi unggulnya China itu, dari hulu ke hilir mereka kuasai. Harga miring karena bahan baku punya, tenaga kerja murah, pintar memegang prinsip "Amati Tiru dan Modifikasi".

Mereka juga pintar dalam diferensiasi produk dengan berbagai level harga dan kualitas. Produk yang mahal dan berkelas dibuat di China juga banyak.

Alhasil, orang Indonesia suka. Banyak importir barang-barang China. Eksportir ke China terbatas, gak banyak, karena China rata-rata bisa semua. Defisitlah neraca perdagangan kita kalau dengan China.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi defisit neraca perdagangan non migas Indonesia dengan China sejak Januari-November 2019 mencapai USD16,97 miliar.

Ilmu bisnis China memang tiada dua. Investasi dimana-mana. Contoh, klub sepak bola Eropa satu-satu jatuh dipelukan investor China. Inter Milan di Italia dengan Sunning salah satunya.

Perusahaan China juga banyak jadi sponsor klub sepak bola. Anda tahu nama markas klub sepak bola asal Spanyol Atletico Madrid, Wanda Metropolitano? Wanda dari nama Dalian Wanda adalah nama Perusahaan asal China.

Investasi China juga masuk ke Indonesia. Gimana sih kalau investor. Kita butuh, ada orang bawa duit banyak, karpet merah lah diberikan. 

Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang 2014 - kuartal III 2019, China menempati urutan ke-3 sumber investasi terbesar di Indonesia dengan jumlah sekitar USD13,1 miliar. 

Dagang (impor) dari China banyak pilihan barang, harga relatif murah, mereka mau investasi langsung (Foreign Direct Investment) buka pabrik bayar pajak dorong ekonomi daerah dan nasional tumbuh, tambah pula dipinjemin utang. Kira-kira gimana? Jelas, kita tak berdaya.

Berdasarkan data Bank Indonesia, China tercatat sebagai negara pemberi utang keempat terbesar kepada Indonesia sebesar USD17,75 miliar atau setara Rp274 triliun.

Kalau ketiga pilar itu belum kokoh dan mandiri, jangankan rakyat biasa, pemimpin kita juga wajar berkali-kali tampil terlalu berhati-hati dan seperti ragu dan wagu dalam menyikapi polemik Natuna. Mungkin sedang wait and see dan berstrategi.

Untuk saat ini, di saat kita relatif banyak perhitungan, kalau mereka tetap melanggar, tidak menghormati hak berdaulat Indonesia, sudah tepat tempuh jalur soft diplomacy, protes.

Kalau gak berhasil naik level sedikit seperti Filipina dan Vietnam yang membawa ke pengadilan internasional.

Sembari pemerintah berswadeshi ala Mahatma Gandhi atau Berdikari seperti istilah Soekarno untuk menguatkan 3 pilar pertahanan nasional, kita rakyat biasa juga harus bantu, "berperang" di sosial media, media nasional sampai di jurnal ilmiah.

Atau nggak, jangan lagi perang-perangan di PUBG, game made in Tencent Perusahaan China. Kita perang dagang sekalian, cukup "uninstall" semua produk-produknya, lalu beralih ke produk lain seperti made in Jepang dan Korea atau produk dalam negeri sekalian.

Mungkin dengan cara ini Tiongkok atau China dapat menghargai hak kedaulatan kita sebagai sebuah bangsa. Tetapi sanggupkah kita tidak bergantung kepada China?

Referensi:
1. Luhut: Soal Natuna Tak Usah Dibesar-Besarkan Lah!
2. Ingin Damai soal Natuna, Prabowo: China Negara Sahabat
3. Pengiriman Nelayan ke Natuna Dianggap Berbahaya, Mahfud MD: Terserah Saja
4. UNCLOS
5. TNI AD Juara Umum Lomba Tembak AASAM 2019, 12 Kali Berturut-turut
6. Global Fire Power
7. Mata Najwa
8. Januari-November 2019 Wuling Laku 17.731 Unit, Ekspor 2.099 Unit 
9. Spesifikasi Mobil Esemka, Dinilai Mirip Produk China
10.  Ini Alasan Mengapa iPhone Akan Selalu 'Made in China'
11. Defense News
12. Relasi Dagang Indonesia-China Dapat Jadi Tameng Kedaulatan Natuna
13. BKPM optimistis realisasi investasi China tetap meningkat ditengah ketegangan Natuna
14. Dikaitkan dengan Natuna, Berapa Utang Indonesia ke China?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun