Rini memeluk dengan perlahan bayi perempuan tersebut. Dipandanginya lama. Kepalanya mencari-mencari seperti haus.
"Edo mana Bang. Aku mau peluk Edo juga."
"Edo dah tidur di kamar Ayah. Ini sudah malam, besok saja ya."
"Lapar Bang, aku mau makan."
Agus segera keluar kamar meninggalkan Ibunya dan Istri dan anaknya.Â
"Rin, muka kamu kenapa. Senyum Nak. Sekarang sudah sepasang anakmu. Kenapa Ibu lihat wajahmu malah sedih. Cerita ke Ibu Nak."
"Rini takut Bu. Takut belum bisa menyusui, takut tak bisa adil terhadap Edo."
"Jangan berfikir begitu. Itu tak akan terjadi. Ada Agus,Ibu dan Ayah. Kita sama-sama membesarkan mereka. Itu tugas kita bersama. Kamu jangan takut ya. Kami semua sayang sama kamu Nak." Rini tak menyangka Ibu mertuanya bisa bicara seperti itu. Selama ini dia telah salah menilai. Bertambah rasa sesalnya. Andai kedua orang tuanya masih hidup, mungkin Ibunya akan marah jika tahu dia pernah berfikiran buruk terhadap mertuanya.
Agus datang membawa sepiring nasi dan lauk lengkap dengan sayur. Dia duduk di samping Rini dan segera menyuapinya.
"Makan yang  banyak ya, biar banyak ASI kamu. Coba kamu sambil kasih sekarang, semoga udah ada ASInya. Kasian tu haus kayanya Rin."
"Iya Bang." Rini tak menyangka ternyata sudah ada ASInya meski sedikit. Ada perasaan yang sulit dijelaskan. Namun masih ada yang mengganjal di hatinya, hatinya belum tenang sama sekali. Sesuatu yang sulit dijelaskannya.