Ia mendatangi ruang guru. Seorang guru senior menyapanya. "Jeprut, apa yang membawamu ke sini? Ada sesuatukah?"
"Saya mencari Sekut," jawab Jeprut singkat.
Guru itu mengernyit.
"Sekut? Jeprut, Sekut siapa?"
Jeprut tertegun.
"Apa maksud Ibu? Dia yang kelas X. Saya dikeluarkan dari sekolah ini kan karena menampar dia."
"Sadar, Jeprut. Kamu pasti salah. Kamu kenapa?"
Dunia Jeprut seakan runtuh. Hilang. Ia keluar dari ruang guru dengan langkah lemas. Angin sore menyapu wajahnya, tetapi tidak cukup untuk menghilangkan kebingungan yang mencekik. Sekut tidak ada.
Ia berjalan pulang dengan kepala penuh pertanyaan. Di tengah perjalanan, ia berhenti di tepi jalan dan menatap pantulan dirinya di kaca jendela toko. Wajahnya tampak lelah, tetapi dibalik itu, ia melihat sesuatu yang lebih dalam --- rasa sakit yang selama ini ia coba hindari.
Ia menarik napas dalam-dalam dan menatap langit. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa perlu memaafkan dirinya sendiri.
***