Mohon tunggu...
Bung Rizma
Bung Rizma Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Football Blogger - www.pengamatbola.id dan channel YouTube Bung Rizma

Blogger Pengamat Sepakbola sejak 2012 di blog www.pengamatbola.id. Analis Bola dalam program Football Insight di Berita Satu TV selama 5 tahun (2014 - 2019). Top ten Football Analyst di UC News tahun 2017. Analis di website sponsor salahsatu klub Liga Indonesia pada tahun 2015 dan 2019. Untuk kerjasama hubungi WA 081282126529 Saya pernah rutin tampil sebagai Analis dalam Program Football Insight yang tayang di Berita Satu TV selama 5 tahun (2014 - 2019) Semua ulasan saya bisa dibaca di Blog pengamatbola.id atau ditonton di channel YouTube Bung Rizma

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Prediksi 2016, Arsenal Juara Premier League 2015/2016

3 Januari 2016   23:58 Diperbarui: 3 Januari 2016   23:58 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laga sesudah libur tahun baru menandai tiga rentetan laga padat yang berlangsung di Liga Inggris saat kompetisi sepakbola di Eropa justru tengah berlibur.

Laga sehari sesudah Natal yang sering disebut Boxing Day mengawali rentetan laga nan padat bagi klub di Liga Inggris.

Beberapa hari sesudahnya atau sebelum pergantian tahun, pesepakbola di Liga Inggris masih bertarung di saat rekan-rekan pesepakbola di negara Eropa lain sudah menikmati liburan Natal dan Tahun Baru.

Belum cukup sampai disitu, Liga Inggris meneruskan kembali roda kompetisi hanya beberapa sesaat setelah Tahun Baru.

Praktis sejak 26 Desember 2015 sampai 3 Januari 2016, klub-klub Liga Inggris melakoni 3 laga beruntun dalam waktu 9 hari alias bertanding tanpa henti setiap 3 hari!

Anomali ini menjadi ujian konsistensi bagi klub yang tengah berada dalam posisi bagus di klasemen sekaligus menjadi cara terbaik menguji seberapa siap sebuah klub untuk terus konsisten berada di papan atas klasemen.

Inilah pertanyaan yang diajukan pada Leicester City, kejutan terbesar Liga Inggris musim ini.

Anak asuh Claudio Ranieri baru akan sah dipandang sebagai kandidat juara Liga Inggris jika bisa melalui fase laga padat usai Natal sampai lewat pergantian tahun.

Faktanya, dalam 3 laga padat beruntun tersebut, tidak sekalipun Leicester City meraih kemenangan.

Jamie Vardy dkk bahkan merasakan kekalahan kedua mereka setelah takluk 0-1 di kandang Liverpool.

Saat bermain di kandang menjamu Manchester City, Ranieri hanya sanggup membawa Leicester meraih satu poin.

Dan puncaknya saat klub berjuluk The Foxes itu hanya sanggup mengambil satu poin dari Bournemouth yang bermain dengan 10 pemain.

Tiga laga berlalu dan Leicester hanya mampu menambah 2 poin alias kehilangan 7 poin.

Konsistensi Jamie Vardy dkk dipertanyakan dan kepantasan mereka sebagai kandidat juara Liga Inggris mulai digugat, setidaknya oleh mereka yang memandang bahwa pencapaian Leicester City saat ini hanyalah sebuah kejutan.

Hasil-hasil yang tidak maksimal mengkonfirmasi bahwa kejutan Leicester City musim ini bukanlah pengulangan sejarah saat Blackburn Rovers dengan secara mengejutkan menjadi juara Liga Inggris musim 1994/1995.

Duo Alan Shearer dan Chris Sutton saat itu boleh berjaya membawa Blackburn juara tetapi sepertinya tidak dengan duo Jamie Vardy dan Riyad Mahrez di Leicester City musim ini.

Bertahan di posisi empat besar klasemen dan meraih tiket ke Liga Champions musim depan menurut saya sudah merupakan kejutan besar dari Leicester City.

Juara Liga Inggris?

Ketidakmampuan anak asuh Ranieri dalam meraih hasil maksimal di tengah laga padat menunjukkan bahwa tim ini baru sebatas memberi kejutan dan warna tersendiri dalam persaingan menuju gelar juara Liga Inggris musim ini.

Jika sudah demikian, siapa sesungguhnya kandidat juara Liga Inggris musim ini?

Setelah Chelsea dipastikan tidak akan bertarung dalam perebutan gelar juara Liga Inggris musim ini dan Liverpool tampaknya masih sebatas mengejar tiket ke Eropa bersama Juergen Klopp, adalah Arsenal, Manchester City dan Tottenham Hotspurs yang memiliki kans untuk bertarung memperebutkan titel juara Liga Inggris.

Lho, bagaimana dengan Manchester United (MU)?

Bukankan tim asuhan Van Gaal ini memulai tahun 2016 dengan kemenangan 2-1 atas Swansea dan sejauh ini masih menempel ketat empat tim penghuni papan atas?

Benar, tetapi MU sudah terlalu identik dengan performa naik turun musim ini.

Sempat tampil sebagai pemuncak klasemen pada akhir September meski mempertontonkan permainan yang tidak memukau, MU mendapati bahwa mereka memang belum tampil sesuai kualitas yang sesungguhnya saat tidak mampu menang dalam 8 laga beruntun!

Kegagalan lolos dari fase grup Liga Champiosn di grup yang sebenarnya terbilang mudah merupakan bagian dari catatan buruk saat Rooney dkk kalah beruntun dalam 4 laga!

Jadi kalau kemudian MU terlihat seperti akan bangkit, rasa-rasanya kebangkitan itu hanya untuk memastikan MU tetap dapat berlaga di Liga Champions musim depan, bukan untuk mengangkat trofi gelar juara Liga Inggris di akhir musim.

Kembali kepada Arsenal, Manchester City dan Tottenham Hotspurs.

Dari tiga tim ini, Arsenal menjadi tim yang tampak paling meyakinkan untuk menjadi juara Liga Inggris.

Manchester City boleh saja merupakan tim dengan lini penyerangan terbaik saat ini dengan capaian 39 gol dalam 20 laga yang sudah dilakoni, tetapi kegagalan City mempertahankan gelar juara Liga Inggris musim lalu sebenarnya sudah mengajarkan bahwa tajam di depan saja tidak cukup jika lini pertahanan keropos.

City musim lalu menjadi tim tertajam dengan 83 gol tetapi yang menjadi juara adalah Chelsea, tim dengan pertahanan terbaik yang hanya kebobolan 32 gol berbanding 38 gol yang bersarang di gawang Joe Hart.

Musim ini masalah serupa masih terjadi di kubu City.

Kedatangan Nicolas Otamendi dari Valencia ternyata belum mampu menambal lubang di pertahanan City.

Adalah sang kapten Vincent Company yang masih menjadi aktor utama City di jantung pertahanan.

Sialnya, Kompany cukup sering bergelut dengan cedera musim ini dan memberi pengaruh buruk pada performa anak asuh Pellegrini.

Faktanya, hanya sekali saja kala bertandang ke Leicester City, The Citizen mampu menjaga gawang mereka tidak kebobolan saat Kompany tidak bermain….sisanya? saat Kompany tidak bermain mereka selalu kebobolan!

Bukan modal yang bagus untuk bertarung di jalur juara.

Jika City bermasalah dengan pertahanan mereka, tidak demikian dengan Spurs.

Pochettino berhasil membawa Spurs menempati posisi empat besar dengan modal tim dengan pertahanan terbaik setelah melakoni 19 laga.

Spurs bakal mengcopy paste rumus juara Chelsea musim lalu? Nanti dulu.

Tanpa hingar bingar kejutan Leicester City musim ini, sebenarnya keberadaan Spurs di posisi empat besar klasemen saat ini merupakan sebuah kejutan.

Dari tim yang setiap musim hanya bertarung mengejar tiket Liga Champions kemudian “naik level” mengejar gelar juara, Spurs pantas disebut membuat kejutan bagi tim papan atas lainnya.

Sejak pekan kedelapan, tren Spurs terus menanjak naik dari peringkat 8 dan kini berada di posisi empat besar klasemen.

Meski demikian, catatan Spurs dalam lima musim terakhir saat mencapai posisi empat besar klasemen di pergantian tahun menunjukkan bahwa klub ini bukan petarung gelar juara sesungguhnya.

Pada musim 2009/2010 dan 2011/2012, Spurs berada di posisi empat besar dan tidak pernah mampu menaikkan pencapaian mereka sampai ke tangga juara.

Dalam dua musim itu, Spurs hanya mampu bertahan di posisi empat besar klasemen tanpa mampu meraih gelar juara……dan sepertinya hal yang sama akan terjadi di akhir musim nanti.

Kedalaman skuad Spurs harus diakui tidak sebaik tim papan atas lainnya dan ini yang selalu menjadi permasalahan klasik tim-tim kejutan saat dihadapkan pada jadwal padat dan lawan-lawan tim papan atas dengan kedalaman skuad yang lebih baik.

Well, dengan City dan Spurs memiliki kendala untuk menjadi juara maka pantas kiranya jika prediksi siapa juara Liga Inggris diakhir musim 2015/2016 jatuh kepada Arsenal.

Arsenal menjadi tim paling siap bahkan “sudah disiapkan” sejak dua musim lalu.

Selama dua musim Arsene Wenger membawa Arsenal menjuarai FA Cup sebagai pemanasan untuk menjadi juara yang sesungguhnya di kancah Liga Inggris.

Musim ini, proyek juara itu ditandai dengan kehadiran kiper senior Chelsea, Petr Cech.

Keberhasilan Cech mencapai rekor clean sheet di Liga Inggris saat berada di bawah mistar gawang The Gunners mengkonfirmasi kebenaran ucapan John Terry bahwa Cech adalah kiper yang mampu mengamankan poin krusial dalam perburuan gelar juara.

Pantas kiranya jika Mourinho sampai meminta agar Abramovich tidak menjual Cech ke klub kompetitor di Liga Inggris.

Mourinho sadar dampak sebesar apa yang bisa diberikan Cech bagi perburuan gelar juara.

Cech menjadi pelengkap kepingan puzzle yang dibutuhkan Arsenal untuk menjadi juara sebagaimana mereka dulu memiliki sosok David Seaman di bawah mistar gawang saat menjadi penguasa Liga Inggris.

Kombinasi Cech dan Per Mertesacker di depannya mengingatkan kita pada kombinasi Seaman dan Tony Adams di jantung pertahanan Arsenal dulu.

Tanda-tanda Arsenal bakal melaju melebihi pencapaian juara FA Cup dalam dua musim terakhir sudah mulai tampak saat Arsene Wenger meruntuhkan tembok psikologis tidak pernah menang melawan Chelsea-nya Mourinho dalam kemenangan Arsenal atas Chelsea di ajang Community Shield.

Kelemahan Arsenal disektor penyerang tengah juga teratasi saat Olivier Giroud mulai menunjukkan kelasnya sebagai salahsatu penyerang tengah terbaik yang dimiliki Prancis saat ini, persis seperti era Thierry Henry dulu.

Giroud juga melengkapi French Connection yang menjadi kunci kejayaan Wenger bersama Arsenal dulu.

Jika Henry membentuk koneksi Prancis bersama Robert Pires dan Patrick Vieira maka Giroud membentuknya bersama Coquelin dan Koscielny.

Replikasi “tim sukses” Wenger di Arsenal makin lengkap dengan kehadiran Alexis Sanchez dan Chamberlain di sector penyerangan sayap yang mereplikasi performa Pires dan Ljunberg dulu.

Tidak ketinggalan, performa Mesut Oezil yang menjadi raja assist Arsenal musim ini menjawab satu rumus keberhasilan menjadi juara Liga Inggris musim lalu yaitu memiliki raja assist di dalam tim.

Chelsea punya Fabregas musim lalu dan kini Arsenal punya Oezil.

Dengan kematangan performa di setiap lini plus mental juara yang sudah terbentuk sejak dua musim lalu dalam bentuk raihan trofi juara FA Cup, pantas kiranya jika Arsenal naik level musim ini dengan mengangkat trofi juara Liga Inggris di akhir musim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun