Paradigma humanisme yang mencuat pada zaman renaissance sebenarnya terbangun atas kultur Yunani Kuno dengan landasan eudaimonia atau kebahagiaan sebagai manusia.
Selain itu, pengaruh peradaban barat menjadikan konsep humanisme berpusat pada aliran kosmosentris dan teosentris sebelum berevolusi kembali pada pemahaman humanisme universal yang membentuk kesadaran baru pada hakikat manusia yang berpusat pada nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri yang bebas dari penjajahan dan bermartabat.
Prinsip utama dari humanisme adalah menjadikan manusia layaknya manusia dengan mengedepankan haknya untuk bisa hidup dengan damai, menolong sesama, menghargai orang lain, saling toleransi dll.
Lalu, apa kaitannya dengan sepakbola?
Jika menarik prinsip humanisme didalam lapangan, sepakbola menjadi ladang yang besar untuk menyebarkan ujaran kasih dan cinta di dunia olahraga.
Apalagi, sepakbola menjadi salah satu olahraga yang dimainkan dalam bentuk tim. Meskipun tensi dalam permainan sepakbola bisa begitu panas, akan tetapi nilai kemanusiaan itu perlu dijunjung tinggi. Bahkan salah satu bentuk jargon yang terus digaungkan oleh pecinta sepakbola adalah “Rivalitas hanya 90 menit” atau “No Hate Love Football”.
Apa yang perlu di dekontruksikan di dalam sepakbola?
Belajar dari beberapa tragedi berdarah dalam sepakbola; seperti kasus Hillsborough, Kanjuruhan Disaster, Tragedi Stadion Peru, dll. Mengedepankan prinsip humanisme dalam sepakbola menjadi hal yang diharuskan.
Fanatisme sepakbola adalah bentuk dinamika boleh terjadi, akan tetapi kemanusiaan tetap diatas segalanya. Ketiga elemen tersebut sudah semestinya saling bekerjasama dalam membentuk iklim sepakbola yang humanis.
Sebab, seringkali klub dan supporter saling berseberangan yang membuat supporter tidak lagi percaya pada manajemen klub dan sebagai bentuk kekecewaan mereka terhadap tim, mereka membuat sebuah gebrakan atau protes yang mungkin saja terlihat arogan.
Andai saja Max weber hidup pada abad 19 atau 20, mungkin baginya sepakbola lah yang dianggap candu. Sebab kecintaan sepakbola sudah mengakar dan bahkan menempatkan posisi klub kecintaannya layaknya Tuhan. Spirit kebersamaan yang dibangun diantara komunal komunal supporter membangun kebersamaan antar supporter untuk membentuk rasa persatuan dan solidaritas yang tinggi.