Mohon tunggu...
Rizki Fitri
Rizki Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya adalah seorang mahasiswa, hobi saya membaca cerita fiksi, kabar harian, selain itu saya juga suka menulis cerita fiksi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Culture Shock pada Mahasiswa Rantau Terhadap Lingkungan Sosial dan Pensis

22 Desember 2023   21:33 Diperbarui: 23 Desember 2023   06:53 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

        Culture shock disebut juga dengan kejutan budaya sebagai keadaan yang dialami oleh individu ketika hidup di luar lingkungan budaya yang berbeda di lingkungan baru. Culture shock dapat terjadi ketika seseorang meninggalkan lingkungan asalnya, lalu berinteraksi dengan sekitar dan lingkungan baru tempat dia masuk untuk mengejar tujuan dan pendidikan di lingkungan baru (Sigalingging & Idaman, 2022).

        Culture shock merupakan masalah spesifik yang pasti dialami oleh mahasiswa rantau, mereka akan merasa terkejut dengan budaya dan lingkungan barunya yang dapat menimbulkan gejala fisik seperti stres, frustasi, serta susah beradaptasi dalam menerima nilai-nilai sosial baru, yang tentunya hal ini akan memakan waktu yang cukup lama. Kebiasaan tersebut terbentuk karena adanya pengaruh dari luar seperti tuntutan hidup, latar belakang budaya, keadaan geografis, perpindahan tempat dan perkembangan zaman. Saat seseorang memasuki budaya baru, mereka akan kehilangan petunjuk budaya yang telah mereka miliki sebelumnya. Mereka harus bisa melakukan adaptasi dengan lingkungan barunya (Mahennaro, 2022a)

        Kejutan budaya dalam konteks belajar di lingkungan sosial dan pendidikan yang baru mengacu pada perasaan hampa, gelisah, dan disorientasi yang dialami oleh mahasiswa rantau ketika mereka tiba-tiba kewalahan oleh lingkungan baru dengan menemukan diri dalam waktu yang berbeda dari dirinya sendiri sendiri (“Solutions to overcome culture shock for Vietnamese students when studying abroad,” 2023). Faktor-faktor dukungan seperti sosial, kecerdasan emosional, dan ketahanan telah ditemukan akan mempengaruhi kejutan budaya, ketahanan telah diidentifikasi sebagai mediator dalam hubungan antara dukungan sosial, kecerdasan emosional, serta kejutan budaya (Mundeza, 2021).

        Perbedaan budaya, norma sosial, dan nilai-nilai yang berbeda dapat memicu culture shock pada mahasiswa yang beradaptasi dengan lingkungan barunya. Perasaan terkejut dan tidak bisa menerima keadan barunya membuat mahasiswa rantau semakin sulit untuk beradaptasi. Secara keseluruhan, perbedaan budaya, norma sosial, dan nilai-nilai yang berbeda dapat menciptakan rasa tekanan dan kejutan ketika mahasiswa dihadapkan dengan budaya dan lingkungan baru, yang mengarah pada culture shock (Mahennaro, 2022a).

        Culture shock memiliki dampak yang signifikan pada aspek psikologis dan emosional mahasiswa ketika mereka hidup di lingkungan sosial dan pendidikan yang baru. Mahasiswa mungkin akan mengalami perasaan sukacita, harapan, dan euforia selama fase awal, tetapi mereka juga dapat merasa bingung, kecewa, serta tidak puas dengan lingkungan baru mereka. Hal ini dapat menyebabkan depresi, kecemasan, dan stress (Cuseno, 2022). Secara keseluruhan selain berdampak besar bagi kesehatan fisik culture shock juga berdampak besar pada aspek psikologis, emosional dan kesejahteraan mahasiswa.

        Tujuan dari artikel ini untuk menjelaskan devinisi culture shock dalam konteks mahasiswa rantau, tahapan culture shock, cara  meningkatkan pemahaman individu yang mengalami culture shock saat beradaptasi dengan lingkungan sosial dan pendidikan baru, menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi culture shock, menawarkan solusi serta dukungan untuk mengatasi cuture shock, meningkatkan self-awareness pada dirinya yang terkena culture shock, dan tentunya meningkatkan kualitas pengalaman pendidikan mereka dengan cara beradaptasi dengan lingkungan sosial dan pendidikan yang baru.

PEMBAHASAN 

Memahami Pengertian Culture Shock dan Cara Adaptasi dalam Konteks Mahasiswa Rantau

Pengertian Culture Shock dalam Konteks Mahasiswa Rantau

        Sebagian besar mahasiswa berasal dari daerah luar lingkungan kampus atau universitasnya, secara singkat mahasiswa identik dengan perantauan. Lokasi universitas yang tersebar di kota-kota besar Indonesia dan dengan kualitas yang berbeda-beda memunculkan pandangan berbeda dari calon mahasiswa rantau dalam menentukan pilihan universitasnya. Bercampurnya mahasiswa dari berbegai asal perantauan lalu dikumpulkan dalam satu daerah bukanlah hal yang baru lagi.

        Hal tersebut disebabkan oleh tingginya tingkat gerak sosial geografis oleh seorang individu. Zaman sekarang bukan lagi hal tabu tentang perantauan. Tua atau muda, perempuan atau laki-laki mempunyai hak yang sama dalam konteks perantauan, apalagi tentang melanjutkan pendidikan di luar kota. Dari sisi ini munculah keberagaman budaya menjadi satu, mulai dari bahasa, norma sosial hingga proses pendidikan yang berbeda dari sebelumnya yang dapat memunculkan reaksi emosional yaitu culture shock dari beberapa individu perantau(Devinta, 2016)

        Culture shock merupakan persaan terkejut karena budaya baru, lingkungan baru, bahasa baru, norma-norma sosial baru, adat istiadat baru saat seorang individu pergi merantau dari daerahnya ke luar dari daerahnya. Culture shock bukan masalah yang baru dalam hal perantauan, karena semua perantau akan mengalami culture shock dengan lingkungan barunya namun, yang membedakannya adalah cara mengatasi culture shock tersebut apakah memerlukan adaptasi yang singkat atau yang panjang dan tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor dan upaya ataupun solusi.

        Culture shock dalam konteks mahasiswa rantau mengacu pada perasaan tertekan atau syok yang dialami ketika dihadapkan dengan budaya dan lingkungan baru. Ini adalah reaksi umum bagi mahasiswa perantau atau mahasiswa yang memasuki area baru dengan budaya, adat istiadat, norma, bahasa, dan nilai yang berbeda. Fenomena ini sering disertai dengan gejala seperti kecemasan, stres, keragu-raguan, dan perasaan takut dan tidak aman ketika berinteraksi dengan orang lain karena banyaknya perbedaan di area baru. Faktor culture shock bisa berasal dari faktor lingkungan dan diri sendiri (Sabrina, 2022).

        Terkait dengan adaptasi mahasiswa perantau dalam menghadapi culture shock, ada beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk membantu mereka mengatasi culture shock tersebut. Pertama, pihak universitas atau institusi pendidikan dapat menyediakan program orientasi atau bisa disebut sebagai masa ospek khusus bagi mahasiswa baru yang berasal dari luar kota atau daerah. Program ini tidak hanya memberikan informasi praktis tentang lingkungan kampus, tetapi juga memperkenalkan aspek-aspek budaya dan sosial yang relevan dengan lingkungan baru mereka. Dalam program ini, mahasiswa diperkenalkan dengan kegiatan kelompok, mendapatkan panduan tentang cara berinteraksi dengan sesama mahasiswa dari latar belakang budaya yang berbeda, dan mengakses sumber daya pendukung untuk membantu mereka beradaptasi.

         Kedua, membuat ruang bagi mahasiswa perantau untuk tetap terhubung dengan budaya asal mereka juga penting dalam mengurangi dampak culture shock. Contohnya mengadakan acara atau kegiatan yang memungkinkan mahasiswa untuk berbagi tentang kebiasaan, makanan, dan tradisi dari daerah mereka. Dengan cara ini, mereka merasa dihargai dan diakui, serta dapat tetap merawat identitas budaya mereka, yang pada gilirannya dapat membantu mereka lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan baru tanpa merasa kehilangan identitas mereka.

       Dalam konteks pendidikan perguruan tinggi, pengalaman merantau dan pengalaman culture shock juga merupakan bagian dari proses pembelajaran yang berharga bagi mahasiswa yang baru merantau. Mahasiswa akan belajar tentang toleransi, pemahaman yang lebih luas tentang perbedaan budaya satu daerah dengan daerah lainnya, serta keterampilan adaptasi yang dapat sangat berguna dalam kehidupan profesional dan pribadi mereka di masa depan. Oleh karena itu, mendukung mahasiswa dalam mengatasi culture shock dengan mendorong penyesuaian budaya dapat membantu mereka tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang baru dengan baik.

Faktor - Faktor yang Menyebabkan Culture shock Pada Mahasiswa Rantau

Culture shock dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal bersal dari diri sendiri, yaitu perasaan kerinduan pada rumah, perasaan gelisah, rasa kehilangan, cemas, dan ketidak berdayaan ketika dihadapkan oleh sesuatu yang baru (Mahennaro, 2022b). Karakteristik fisik juga mempengaruhi faktor internal, seperti penampilan, umur, kesehatan, dan kemampuan sosialisasi, umumnya perempuan yang memiliki cara adaptasi  cenderung lebih lama dari pada laki-laki.

 Sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan. Perbedaan budaya setempat dari budaya asal daerah, adat istiadat yang berbeda, bahasa dan lain-lain yang ada sangkut pautnya dengan lingkungan keberadaanya, culture shock terjadi lebih cepat jika budaya, norma sosial, bahasa, dan sikap dari Masyarakat setempat sangat amat berbeda dengan keadaan lingkungan asal(Likandi & Sugiyartati, 2023).

Tahapan Culture Shock

Menurut Riadi (2021) ada empat tahapan culture shock yaitu fase honeymoon atau masa dimana individu merasa sangat senang ketika baru datang di lingkungan barunya, fase frustasion atau masa dimana individu mulai merasa ekspetasinya tidak sesuai dengan realita, fase readjustment atau masa adaptasi, fase resolution atau masa proses adaptasi mulai berlaku dan pada masa ini individu mulai menerima tentang realita yang terjadi.

Berikut ini akan dijelaskan lebih lengkap dan lebih rinci tentang tahap atau fase dari culture shock

Fase honeymoon. Fase ini memberikan gambaran yang sangat relevan terkait dengan proses adaptasi individu terhadap lingkungan baru.  pada fase ini seorang individu akan merasa senang sekali, mempunyai rasa semangat yang tinggi tentang keuinikan lingkungan barunya, merasa semua yang dialami sangatlah indah. Selama beberapa minggu individu akan merasa bahagia tanpa beban, walaupun terkadang individu memiliki rasa rindu pada rumahnya namun perasaan itu akan terlena dengan keindahan awal ini.

Fase frustrasion. Dalam fase inilah culture shock dimulai, individu akan merasa capek, jengkel karena kenyataannya tidak sesuai yang dia harapkan. Pada tahap ini seorang individu akan merasakan apa yang terjadi tidak sesuai yang dia inginkan dulu saat masa-masa bahagia awal.

Fase readjustment. Pada tahap ini seorang individu akan melakukan penyesuaian diri dari lingkungan barunya, individu akan mencari kebenaran tentang langkah yang dia tempuh dan mencari informasi-informasi yang belum dia peroleh, sehingga individu akan memulai proses adaptasi dengan ini.

Fase resolution. Fase ini merupakan fase terakhir yang diambil dari proses adaptasi, individu sedikit demi sedikit akan keluar dari zona ketidaknyamanan dari culture shock serta individu akan lebih berkembang dan mengenali lingkungan sekitarnya. Sehingga, dia akan merasa nyaman kembali.

Pada fase resolution ada beberapa hal yang dapat dijadikan pilihan oleh individu, sperti:

  • Full participation yaitu Ketika seseorang sudah mulai merasa nyaman dengan lingkungan dan budaya barunya.
  • Accomodation yaitu tahap Dimana seseorang mencoba untuk menikmati apa yang ada dilingkungannya yang baru.
  • Fight yaitu individu yang masuk pada lingkungan dan kebudayaan baru dan dia sebenarnya merasa tidak nyaman, namun dia berusaha untuk tetap bertahan dan berusaha menghadapu segala hal yang membuatnya tidak nyaman
  • Flight yaitu Ketika seseorang tidak tahan dengan lingkungan dan merasa tidak dapat berusaha untuk beradaptasi lebih dari yang ia pikirkan.

       Tahapan-tahapan culture shock yang dijelaskan bersamaan dengan pilihan yang dapat diambil individu dalam fase resolution memberikan gambaran yang jelas tentang dinamika adaptasi terhadap lingkungan baru. Fase resolution menjadi titik akhir dari proses adaptasi, dimana individu berada pada titik ini mereka mulai menemukan kenyamanan dalam lingkungan yang sebelumnya terasa asing. Pada fase ini, pilihan yang dapat diambil oleh individu dapat bervariasi, dan pemahaman serta keinginan individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya menjadi kunci.

      Pilihan pertama, full participation, menggambarkan individu yang telah mulai merasa nyaman dengan lingkungan serta  budaya barunya. Mereka aktif terlibat serta  berpartisipasi sepenuhnya dalam kehidupan sosial, budaya, dan kegiatan yang ada di lingkungan baru mereka. Disisi lain, pilihan penyesuaian sosial dengan menandakan bahwa individu mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan menikmati apa yang ada di sekitarnya tanpa terlalu banyak mengubah atau menyesuaikan kebiasaan atau nilai-nilai pribadi mereka.

      Di sisi lain, ada dua pilihan lainnya yang menunjukkan bagaimana individu merespon ketidaknyamanan dalam fase resolution. Pilihan fight mencirikan individu yang, meskipun tidak nyaman dengan lingkungan baru, tetap berjuang dan berusaha bertahan serta menghadapi segala hal yang membuatnya merasa tidak nyaman. Sedangkan pilihan flight menunjukkan bahwa individu tidak lagi mampu atau tidak ingin berusaha lebih jauh untuk beradaptasi dengan lingkungan baru sehingga mereka mungkin memilih untuk kembali atau menghindari lingkungan yang tidak nyaman tersebut. Setiap pilihan tersebut membawa konsekuensi yang berbeda-beda terhadap proses adaptasi individu dalam menghadapi culture shock.

Dampak Culture shock Pada Mahasiswa Rantau

            Peningkatan ketidaknyamanan daan stres awal adalah pengalaman umum yang dialami oleh individu rantau yang sedang mengalami culture shock. Pada hal ini individu akan mengalami masa kecemasan, stress, rasa rindu rumah atau bisa disebut dengan home sick yaitu keadaan yang dialami individu ketika jauh dari rumahnya dan meninggalkan kebiasaan di lingkungan lama, dengan perasaan asing terhadap diri sendiri ketika berada di lingkungan baru.  Rasa kehilangan dan penolakan lingkungan karena ketidaknyamanan ini. Bahkan beberapa individu ada yang sampai mengalami mental health. Semua hal ini termasuk sistem pendidikan dan lingkungan sosial yang baru dapat memicu ketidak nyamanan dan stress awal dalam culture shock (Mitasari & Istikomayanti, 2019).

            Merasa terisolasi serta kesepian dengan berada di lingkungan baru dengan keadaan sendiri, menyebabkan seorang individu merasa terisolasi atau kesepian, terpisah dari lingkungan sosial yang biasanya individu tinggali, dan harus mulai berinteraksi serta beradaptasi dengan lingkungan barunya. Karena kesulitan berinteraksi dengan orang-orang baru dapat memperburuk perasaan depresi jika diteruskan(De Jong Gierveld & Van Tilburg, 2023)

            Culture shock juga berdampak pada kinerja akademik mahasiswa, awalnya dulu dari SMA sekarang menjadi mahasiswa, proses dalam pengajaran materinya pun berbeda dari SMA, hal ini memnjadikan kejutan budaya tersendiri bagi mahasiswa baru. Beberapa faktor seperti aspek sosial dan budaya, termasuk kelompok belajar, teman, kepercayaan, keluarga, kelompok sosial, tempat tinggal, kesulitan dalam pemahaman kurikulum, gaya pembelajaran yang berbeda dari sebelumnya, dan tekanan psikologis dapat berdampak pada hasil belajar(Sulaiman, 2019).

         Sudah bukan hal tabu lagi jika mahasiswa mengalami perubahan dalam kesehatan fisik karena pengaruh dari dampak culture shock. Dibeberapa mahasiswa rantau ada yang mengalami perubahan kondisi terkait kesehatan, termasuk pola tidur yang terganggu, perubahan pola makan, stres yang berkepanjangan yang dapat memengaruhi kesehatan fisik, bahkan beberapa individu mengalami gejala penyakit fisik seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, serta berbagai masalah kesehatan lainnya sebagai respons terhadap stress akibat adanya culture shock. Kesulitan psikososial dan masalah kesehatan mental juga dapat memiliki konsekuensi serius bagi kesejahteraan mahasiswa (Azwin & Muin, 2020)

        Keterbatasan komunikasi dapat menghambat proses dari adaptasi, apalagi jika seorang itu seorang introvert akan menghambat proses adaptasi karena kesulitan dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan syarat dari pada syarat untuk berkomunikasi, jika individu tidak terbuka dengan budaya dan dahasa daerah barunya akan menghambat komunikasi pada masyarakat setempat, hal itu akan menjadikan proses adaptasi terhambat.

Upaya Meningkatkan Self-awareness Terhadap Culture shock yang Terjadi pada Dirinya

Meningkatkan self-awareness atau kesadaran diri adalah kunci utama dalam menghadapi culture shock. Ketika individu lebih memahami dirinya sendiri, mereka akan dapat mengenali perasaan, pikiran, dan respons mereka terhadap lingkungan barunya. Berikut adalah beberapa upaya yang dapat membantu meningkatkan self-awareness saat mengalami culture shock:

           Refleksi diri merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan self-awareness terhadap dirinya yang mengalami culture shock. Hal ini akan memungkinkan individu untuk menyesuaikan skema pribadi mereka dan berintegrasi kedalam kehidupan lokal dengan cepat, Selain itu refleksi diri membantu mahasiswa rantau meningkatkan kepuasan dengan kehidupan barunya (Saheb, 2022). Secara keseluruhan, refleksi diri memainkan peran penting dalam membantu mahasiswa rantau menyesuaikan diri dengan tantangan kejutan budaya.

         Bergaul dengan penduduk lokal merupakan salah satu upaya untuk menambah interaksi dengan masyarakat setempat, dengan interaksi ini akan menambah informasi tentang budaya setempat serta mengurangi pikiran negatif pada budaya setempat, menambah wawasan tentang budaya setempat sehingga membuka proses adaptasi dengan lebih mudah (Indah & Novian., 2014). Hal ini juga memberikan kesempatan bagi mahasiswa rantau untuk mempelajari bahasa setempat untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat lokal (Mahennaro & Mahendra P., 2022a)

       Pendidikan budaya memainkan peran penting dalam membantu mahasiswa rantau mengatasi guncangan budaya, dengan cara mempelajari budaya baru, norma-norma sosial, tradisi, serta cara pandang masyarakat dalam budaya tersebut yang tidak melencong dari norma pancasila dan agama akan membantu seorang individu memahami konteksnya dengan baik (Kiziltaş, 2022).

        Cara lain untuk meningkatkan self-awareness pada dirinya yang mengalami culture shock adalah dengan cara mencari dukungan. Pada mulanya seorang individu adalah seorang perantau yang hidup sendiri di luar daerahnya, dengan cara membuka diri dengan lingkungan dan berupaya mencari teman untuk mendukung dirinya beradaptasi dengan lingkungan barunya ataupun mencari pasangan kekasih untuk menjadikan partner untuk menjalani kehidupan di lingkungan barunya, merupakan salah satu upaya yang menunjang keberhasilan besar dalam adaptasi di lingkungan baru. Bisa juga dengan bergabung di komunitas atau organisasi kampus atau luar kampus yang dapat memberikan rasa dukungan dan pemahaman yang diperlukan.

       Memiliki pola hidup sehat juga merupakan upaya untuk meningkatkan self-awareness pada dirinya. Dengan cara mengkonsumsi makanan yang sehat, menjaga kesehatan fisik dengan rajin berolah raga minimal dua kali dalam seminggu, karena dengan olah raga dapat mengurangi stress karena terkena culture shock tersebut, tidur dengan teratur minimal 7-8 jam dalam sehari, dan individu juga dapat melakukan teknik relaksi seperti meditasi atau yoga yang dapat membantu mengurangi stress yang mungkin timbul akibat culture shock.

KESIMPULAN

       Culture shock atau kejutan budaya dapat diartikan sebagai keadaan yang dialami oleh individu yang meninggalkan lingkungan asalnya dan merantau ke daerah lain yang memiliki adat istiadat serta norma sosial yang berbeda dari daerah asalnya. Culture shock merupakan masalah spesifik yang dialami oleh mahasiswa rantau. Culture shock biasanya ditandai dengan  mengalami perasaan cemas, khawatir, stres, takut, rasa tidak aman, dan perasaan rindu rumah karena pengaruh dari culture shock.

       Tahapan dari culture shock ada empat tahapan, yaitu fase honeymoon (fase bersenang-senang), fase frustrasion(fase ekspetasi tidak seindah realita), fase readjustment( fase penyesuaian diri), fase resolution (fase proses adaptasi berjalan). Dampak dari culture shock ini cenderung membuat mahasiswa menjadi tidak nyaman, stres, merasa gagal dalam mengatur waktunya dan merasa rindu rumah, hingga melakukan isolasi dan merasa kesepian. Adapun pengaruh pada sistem kinerja akademiknya karena sistem penyampaian yang berbeda dari pendidikan sebelumnya, tak jarang juga ada yang mengalami gangguan kesehatan seperti pusing, gangguan pencernaan, bahkan ada yang sempat dilarikan ke rumah sakit karena  kesehatannya yang drastis menurun.

      Namun, hal ini dapat diatasi dengan berbagai cara yang dapat digunakan oleh mahasiswa rantau yang mengalami culture shock yakni dengan melakukan self-awareness atau merefleksi diri mempelajari tahapan dan solusi untuk mengatasi culture shock pada dirinya, melakukan pergaulan dengan masyarakat sekitar untuk menambah wawasan dan membuka proses adaptasi, serta menggunakan waktu luang untuk mempelajari berbagai budaya yang ada di lingkungan baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun