1. KecemasanÂ
Kecemasan adalah perasaan yang timbul ketika kita khawatir atau takut akan sesuatu. Rasa takut dan panik adalah hal yang manusiawi. Setelah beberapa waktu, kita biasanya merasa lebih tenang dan nyaman. Sebuah penelitian menunjukkan perempuan merasa menyesal menikah di usia dini, tertekan dengan kondisi pernikahannya dan perasaan takut dan was was ketika suami pergi keluar.
2. Stres
Pernikahan dini merupakan pernikahan dibawah umur yang mana belum ada kesiapan dalam berpikir, emosional, dan labil sehingga sering kali masalah yang timbul diselesaikan dengan cara yang salah. Ketidaksiapan ini yang pada akhirnya memicu stres, pemicu stres lainnya adalah keadaan sosial ekonomi dan tekanan yang dirasakan. Suatu penelitian mengemukakan bahwa perempuan merasa tertekan dengan suami emosian yang tidak pernah berubah, suami yang terlalu cemburu, dan terkadang akibat perselingkuhan yang dilakukan oleh suami. Keputusan untuk bercerai selalu terpikir oleh istri namun mengingat anaknya yang masih kecil dan akhirnya istrinya hanya bisa bersabar. Hal ini menunjukkan kematangan mental merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam menjaga keberlangsungan rumah tangga.
KesimpulanÂ
Pernikahan dini, sebagaimana dikaji dalam artikel ini, mengemuka sebagai faktor yang dapat memengaruhi kualitas pernikahan dan kesehatan mental perempuan dengan cara yang kompleks. Dari telaah konseptual, terungkap bahwa keterbatasan pengalaman dan kematangan emosional pada usia muda dapat memperburuk dinamika hubungan perkawinan. Konflik yang timbul seringkali menjadi hasil dari kurangnya pemahaman akan tanggung jawab perkawinan.
Selain itu, perempuan yang menikah pada usia dini rentan terhadap risiko masalah kesehatan mental. Tekanan peran sebagai pasangan dan ibu pada usia yang belum matang, bersama dengan kurangnya dukungan sosial, dapat menyebabkan masalah kejiwaan yang serius. Faktor-faktor budaya, sosial, dan ekonomi juga turut berperan sebagai pendorong pernikahan dini.
Sebagai langkah menuju solusi, penting untuk merancang strategi pendidikan seksual komprehensif, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan mendorong kebijakan intervensi yang mendukung pencegahan pernikahan dini. Upaya kolaboratif antara pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pembentukan hubungan perkawinan yang sehat dan memberikan perlindungan terhadap kesehatan mental perempuan. Dengan begitu, kita dapat bergerak menuju masyarakat yang lebih sadar dan inklusif, di mana pernikahan menjadi panggung untuk pertumbuhan dan kebahagiaan, bukan beban yang membebani kualitas hidup perempuan.
Daftar pustaka
Wahyuningsih, H., Nuryoto, S., Afiatin, T., & Helmi, A. (2013). The Indonesian Moslem Marital Quality Scale: Development, Validation, and
Reliability. In The Asian Conference on Psychology & the Behavioral