Jadi tidak heran mengapa bunyi Pasal 1 ayat 2 dalam UUD 1945 naskah asli adalah; "Kedaulatan Tertinggi Berada Di Tangan Rakyat dan Dijalankan Sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)."Â
Yang sekarang diganti menjadi; "..Dijalankan Sepenuhnya Oleh Rakyat Berdasarkan Undang-Undang Dasar."
Maka kalo pak Jokowi mau memindahkan Ibu Kota Republik ini mintalah izin kepada pemilik Republik ini yakni, Rakyat Indonesia ketuk pintu mereka satu persatu.
Perbuatan Ilegal?
Sejak hari pencoblosan Pemilihan Umum 2019, sebagai warga negara yang awam, saya melihat ada yang tidak beres dengan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
Mohon maaf kalo ini agak kasar, di awali dari rapat 22 April 2019, ketika KPU masih melakukan penghitungan suara manual, Jokowi menggelar rapat terbatas yang membahas APBN 2020.
Padahal, dalam buku Pendoman Perencanaan, Penganggaran dan Pelaksanaan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan saat itu, Bambang PA Brodjonegoro, anggaran itu direncanakan berdasarkan visi dan misi Presiden RI terpilih yang diturunkan menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Hal ini sesuai dengan UU nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.Â
Sedangkan RPJMN Jokowi-Jusuf Kalla hanya sampai 2019 sebagaimana visi dan misi mereka ketika mencalonkan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Kok bisa-bisanya mereka berdua membahasa APBN 2020? Padahal, selain penghitungan suara yang masih berjalan ada 2.767 TPSÂ yang menggelar Pemungutan Suara Ulang atau PSU?
Hal ini penting sekali dipersoalkan, karena dalam UU nomor 25 tahun 2004 pada Bagian Ketiga Rencana Pembangunan Tahunan Pasal 20 dijelaskan, bahwa RPJM Nasional akan menjadi pendoman Menteri untuk membentuk RKP.
Dan dalam Pasal 19 disebutkan, RPJM Nasional ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Presiden dilantik.