Mohon tunggu...
Riza Hariati
Riza Hariati Mohon Tunggu... Konsultan - Information addict

SAYA GOLPUT!!!! Tulisan yang saya upload akan selalu saya edit ulang atau hapus tergantung mood. Jadi like dan comment at your own risk. You've been warned!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lawan Perpecahan dengan Bahasa Indonesia!

1 Desember 2018   17:59 Diperbarui: 1 Desember 2018   20:35 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/en/connect-connection-cooperation-316638/

Masalahnya, saya tidak punya perbandingan. Saya tidak pernah ketemu dengan orang Indonesia dari daerah lain yang tidak lancar berbahasa Indonesia. Setidaknya tidak pernah saya ketemu dengan pemilik toko ataupun pegawainya yang tidak lancar berbahasa Indonesia. Mereka akan berkicau dalam bahasa daerah mereka masing-masing saat bercakap-cakap dengan sesama mereka, tapi SELALU berbicara dalam bahasa Indonesia saat berbicara dengan saya. Termasuk mereka yang merupakan keturunan tionghoa, semua lancar berbahasa Indonesia. Baru kali ini hal ini terjadi pada saya.

Tentu pengalaman saya tidak cukup luas untuk dijadikan basis data, karena saya hanya pernah berdiam di Palembang, Lampung, Jakarta, Bandung, dan sekarang, Banten. Mungkin di daerah-daerah lain sangat berbeda, dimana para pemilik toko tidak bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dan lebih sering menggunakan bahasa daerah masing-masing. Atau mungkin saya yang kuper.

Paling-paling saya pernah melihat video klip Cak Nun yang seringkali mencampur bahasa Jawa dalam ceramahnya. Dan saya memang mengkritik keras Cak Nun melalui kolom komentar, (lha iya, masa saya mesti pergi ke surabaya?) Protes, kenapa bahasa jawa melulu.

Akibatnya berhari-hari saya diserbu dan dibully netizen yang mengamuk membela Cak Nun, katanya saya Anti Jawa. Mereka membela Cak Nun dengan berkata bahwa Cak Nun menggunakan Bahasa Jawa hanya sebagian kecil saja padahal hampir seluruh pemirsa ceramahnya orang Jawa.

Saya ngotot pokoknya tidak boleeeh! Harus bahasa Indonesia, karena akan diterbitkan ke Youtube! Ini demi persatuan Indonesia! Kan yang melihat videonya ada orang Sunda, orang Melayu (seperti saya). Nanti bagaimana kalau muncul salah paham?

Dalam hal ini Cak Nun tentu tidak tahu menahu sudah terjadi pertengkaran bodoh antar netizen.

Begitulah saya sangat keras kepala. Padahal berantem melawan netizen itu lebih berat dari pada menembus dinding dengan lidah. Tapi saya lihat akhir2 ini video ceramah Cak Nun akhirnya ada yang bersubtitle bahasa Indonesia. Lumayanlah.

Dulu, waktu saya kecil, saat pulang kampung, memang sering saya bertemu orang-orang tua yang kurang berpendidikan, sehingga tidak mengerti bahasa Indonesia atau berbahasa Indonesia dengan terbata-bata.

Saat saya dewasa, hanya di Malaysia saya bertemu dengan orang keturunan Tionghoa yang tidak pandai bercakap-cakap dalam bahasa melayu, yang serumpun dengan bahasa Indonesia. Tapi saya tidak menggeneralisasi orang Malaysia tentunya, mengingat waktu kunjungan saya disana sangat terbatas.

Kembali kepada si Bapak Tukang Gigi. Haruskah saya menganggap bapak ini sebagai turis-turis dari negara Asing atau sebagai pekerja Asing, bukan sebagai penduduk Indonesia? Karena kalau turis, atau pekerja Asing, ya apa boleh buat. Nanti toh mereka akan pulang ke negara mereka sendiri. Tidak mau belajar bahasa Indonesia ya tidak apa-apa. Tapi turis dan pekerja asing tidak berhak menuntut hak kewarganegaraan yang sama sebagaimana sesama rakyat Indonesia. Orang asing tidak bisa datang ke Indonesia lalu mengatakan : "Kami dididiskriminasi karena diperlakukan berbeda dengan penduduk lokal!"

Saya terus bertanya-tanya dalam hati. Apakah orang-orang ini betul orang Tionghoa Indonesia ataukah orang Tionghoa imigran yang berasal dari Singapura atau Hongkong? Di Singapura, bahasa Melayu adalah bahasa yang dianggap lebih rendah, sehingga dianggap tidak perlu dipelajari. Dan itulah sebabnya saya merasa sangat gusar. Apakah Bapak tadi, menganggap bahasa Indonesia begitu rendah untuk dipelajari?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun