Di daerah saya berdiam, di Banten, sering kali diberitakan sebagai daerah yang intoleran. Anti Cina. Anti Asing. Sementara tanah di daerah banten ini banyak yang dijadikan perumahan super mewah, Mall-mall megah, Gedung perkantoran raksasa yang mayoritas digunakan oleh pendatang. Tidak ada data pasti dari mana asal pendatang ini, apakah memang pendatang dari berbagai daerah di Indonesia? Ataukah pendatang dari Singapura atau Tiongkok?
Kalau saya yang sekedar pendatang saja bisa merasa gusar dengan hal ini, bagaimana dengan penduduk asli disini? Karena kalau mereka tidak merasa perlu belajar bahasa Indonesia -yang berarti tidak merasa perlu menghormati penduduk setempat- tentu saja penduduk asli akan merasa gusar.
Dan kalau mereka adalah pendatang, maka kelakuan mereka akan membahayakan penduduk Tionghoa asli Indonesia. Karena seumur saya ini, dari teman-teman kecil saya, sampai bos-bos saya, yang keturunan Tionghoa, semua lancar berbahasa Indonesia. Karena mereka tahu pentingnya Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan. Yang berarti mereka tahu, untuk duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan orang-orang dari ratusan suku lain, yang juga punya bahasa daerah masing-masing. Mereka ini akan kecipratan kelakuan orang-orang yang menolak berbahasa Indonesia DI Indonesia!
Tiga atau empat hari kemudian saya kembali ke tukang gigi tersebut untuk mengambil retainer saya yang sudah jadi. Kali ini saya berniat menanyakan langsung kepada orangnya, meminta penjelasan hal ini. Karena saya bukan tipe orang yang suka menduga-duga yang berujung kepada berpikiran buruk pada orang lain.
Kebetulan saat saya masuk ke ruko tukang gigi hanya ada bapak itu. Ruangannya sedang kosong, tidak ada tamu lain, dia sedang duduk disebuah bangku sambil menonton TV yang menyiarkan berita dalam bahasa mandarin.
"Siang paak!!", saya dengan semangat berlebihan menyapa bapak itu. Saya selalu kelebihan energi disaat saya gugup. Saya ini orang introvert yang tidak terlalu banyak pengalaman berbasa basi dengan orang lain.
"Ya?", si Bapak menyahut dengan tersenyum.
"Saya yang kemarin bikin retainer gigi, sekarang mau ambil."
"Apa?", si Bapak menyahut dengan tampang kosong tidak mengerti.
"Kemarin looh, yang bikin retaineeer!", setengah berteriak saya menunjuk gigi. Kenapa juga saya berteriak saya tidak mengerti. Kan Bapak itu tidak bisa bahasa Indonesia, bukannya budeg.