Seiring perkembangan Teknologi digital telah membawa perubahan begitu signifikan dalam dunia perdagangan, memungkinkan para pelaku bisnis untuk beroperasi dengan identitas yang anonim dan menjangkau pasar lintas batas negara. Kemampuan untuk tetap anonim di internet memberikan kemudahan bagi pelaku usaha, namun juga menghadirkan tantangan serius bagi pihak berwenang. Ketidakjelasan identitas ini sering kali menyulitkan otoritas untuk melacak dan mengidentifikasi individu atau kelompok yang terlibat dalam aktivitas ilegal. Di sisi lain, perdagangan lintas batas semakin memperumit penegakan hukum karena setiap negara memiliki yurisdiksi, regulasi, serta praktik penegakan hukum yang berbeda-beda. Perbedaan ini menciptakan celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan yang merugikan, sehingga upaya untuk menegakkan aturan dan menjaga keadilan menjadi semakin kompleks dan membutuhkan kerja sama internasional yang lebih erat.
Hal ini tentu akan menyulitkan pelacakan dan penuntutan pelanggaran hukum, serta menghambat kerja sama internasional dalam penegakan hukum. Anonimitas di dunia digital dapat digunakan oleh pelaku kejahatan untuk menghindari tanggung jawab hukum mengingat regulasi setiap negara berbeda-beda. sementara perdagangan lintas negara yang tidak diatur dengan baik dapat menciptakan celah hukum yang dimanfaatkan oleh pelaku usaha.
Maraknya Praktik Perdagangan Ilegal   Â
Konsumen sering kali menjadi korban praktik bisnis yang tidak etis oleh perantara perdagangan digital, seperti penipuan atau penjualan produk palsu. Dengan banyaknya produk yang dipasarkan secara online, konsumen sering kali tidak memiliki cara untuk memverifikasi keaslian dan kualitas produk yang mereka beli dan akhirnya konsumen merasa dirugikan. Praktik-praktik yang tidak etis seperti ini merugikan konsumen, baik secara finansial maupun dari segi kesehatan dan keselamatan.
Maka dalam hal ini masih terdapat kurangnya perlindungan hukum yang efektif yang dapat merugikan konsumen dan merusak kepercayaan publik terhadap perdagangan digital. Ketidakamanan dalam transaksi online dapat mengurangi partisipasi konsumen dalam perdagangan digital, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi digital. Perlindungan konsumen yang lemah juga dapat mengakibatkan peningkatan jumlah korban penipuan dan produk berbahaya yang beredar di pasar.Â
Sebagaimana tercatat pada tahun 2024, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melaporkan penindakan terhadap 13.769 barang ilegal dengan nilai mencapai Rp1,76 triliun. Dari total penindakan tersebut, mayoritas berasal dari kasus impor, dengan 7.510 kasus senilai Rp1,39 triliun, diikuti oleh pelanggaran cukai sebanyak 5.935 kasus dengan nilai Rp332 miliar. Barang-barang ilegal yang paling sering ditemukan dalam penindakan ini antara lain hasil tembakau, tekstil, minuman beralkohol, dan narkotika. Meskipun nilai barang ilegal yang disita menunjukkan penurunan, volume kasus yang ditangani justru mengalami peningkatan signifikan, yang mencerminkan tantangan yang semakin besar dalam mengendalikan arus masuk barang ilegal.Â
Hak Kekayaan Intelektual
Pelanggaran hak kekayaan intelektual, seperti penjualan produk bajakan, menjadi semakin marak dengan berkembangnya platform perdagangan digital. Platform ini memberikan kemudahan bagi pelaku pelanggaran untuk memproduksi, mendistribusikan, dan memasarkan produk bajakan secara masif dalam waktu singkat. Kemudahan distribusi digital memungkinkan produk bajakan tersebar dengan cepat dan mudah diakses oleh masyarakat luas, sering kali tanpa disadari oleh konsumen bahwa mereka membeli barang ilegal, alih-alih pelaku usaha melancarkan hal tersebut dengan menge-klaim bahwa produknya original dan memberikan harga yang lebih miring dari barang aslinya. Kondisi ini menyebabkan kerugian yang signifikan bagi pemilik hak kekayaan intelektual, karena mereka kehilangan potensi pendapatan dan tidak memperoleh kompensasi yang adil atas usaha, kreativitas, dan investasi yang telah mereka lakukan dalam menciptakan karya. Selain itu, maraknya produk bajakan juga dapat mengurangi tambahan inovasi dan menciptakan persaingan tidak sehat di pasar. Fenomena ini menuntut langkah tegas, baik dari penyedia platform digital untuk meningkatkan pengawasan, maupun dari pihak berwenang untuk menerapkan regulasi yang lebih ketat dalam melindungi hak kekayaan intelektual. Ketidakmampuan untuk melindungi hak kekayaan intelektual dengan baik dapat memberikan dampak negatif yang luas, tidak hanya bagi para pemilik hak cipta tetapi juga bagi ekosistem inovasi secara keseluruhan.
Minimnya Edukasi Pelaku Usaha Dan Konsumen
Pelaku usaha sering kali tidak mendapatkan informasi yang memadai mengenai regulasi perdagangan digital, hak kekayaan intelektual, dan tanggung jawab mereka dalam menjaga legalitas produk yang dijual. Kurangnya pengetahuan ini dapat menyebabkan pelanggaran hukum, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Selain itu, pelaku usaha juga mungkin tidak memahami pentingnya bekerja sama dengan pihak berwenang dalam mematuhi regulasi yang berlaku dan menerapkan praktik bisnis yang etis.
Di sisi konsumen, rendahnya tingkat edukasi mengenai hak dan kewajiban dalam transaksi perdagangan digital juga menjadi masalah. Banyak konsumen yang tidak mengetahui cara memverifikasi keaslian produk yang mereka beli atau memahami risiko yang terkait dengan pembelian barang ilegal. Minimnya informasi dan kesadaran ini membuat konsumen rentan terhadap penipuan dan pembelian produk berbahaya yang tidak memenuhi standar keamanan dan kualitas.