Jati dan Genta terdiam, mereka berusaha membayangkan.
“Lidah mungil dan basah itu keluar pelan di antara bibir seksi Talita.”
Suasana semakin hening, Jati menahan nafas dan larut berimajinasi.
“Kemudian.. lidah itu menjulur keluar… dan terus… semakin panjang… semakin panjang… sampai akhirnya menyentuh lantai,” Ori menatap tajam.
Jati dan Genta saling pandang. Entah kenapa Jati merasa imajinasinya seperti dirusak oleh akhir cerita itu. Sekarang seluruh tubuhnya jadi merinding.
Brak! Sebuah suara terdengar dari luar ruangan, mereka bertiga menoleh ke arah pintu. Jantung mereka tiba-tiba saja berdetak lebih kencang dari biasanya, hingga kemudian terdengar suara kucing yang sedang kesepian mencari teman. Jati menghembuskan nafas lega.
“Anying! Kirain ceritanya kaya gimana!” Jati mulai protes.
“Aneh ya?” tanya Genta.
“Iya bener! Nggak masuk akal, masa Talita bisa begitu?” Jati menimpali.
Ori menghela nafas dan membuang abu rokok ke dalam asbak, lalu mulai menjelaskan lagi, “Jadi gini. Habis ngelihat kejadian horor kaya gitu, Si Andre langsung lari sambil teriak-teriak. Katanya Si Talita berlidah panjang juga sempet ngejar-ngejar Andre sampai ke lapangan basket. Untungnya, Andre ketemu ama satpam yang lagi jaga tempat parkir, makanya dia selamat. Nah besok paginya, dia baru sadar kalo ternyata Si Talita yang asli tuh semalam sama sekali nggak keluar rumah. Jadi itu bukan Talita.”
Jati mengangguk-angguk, sepertinya dia mulai paham. Tapi tetap saja, khayalan tentang wanita cantik berlidah panjang masih belum bisa hilang dari dalam benaknya. Di tengah usaha untuk mencari khayalan lain, tiba-tiba ia teringat sesuatu.