Mohon tunggu...
RiuhRendahCeritaPersahabatan
RiuhRendahCeritaPersahabatan Mohon Tunggu... Freelancer - A Story-Telling

Tidak ada cerita seriuh cerita persahabatan (dan percintaan)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dunia yang Terhubung dan Manusia yang (Tak) Selalu Terhubung

17 November 2020   06:57 Diperbarui: 17 November 2020   07:03 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka ikut tertawa. Kayaknya sebagian belum mengerti apa yang kumaksud. Tapi biarlah. Cerita soal beberapa siswa di kelasku yang sering bolos karena minum miras di belakang sekolah karena tertekan di rumahnya, tak perlu kuceritakan. 

Begitu pula kisah ketika mereka didampingi dan dipulihkan di komunitas iman, tak perlu kusampaikan. Seiring mereka memiliki kelompok pendukung di luar rumahnya, mereka tidak lagi membutuhkan alkohol untuk menenangkan jiwanya. 

Dan mereka tahu, alkohol akan menjadi tabungan penyakit liver di kemudian hari. Ketika mereka memasuki usia produktif, dan ketika mereka perlu tubuh yang sehat untuk membersarkan anak-anak mereka.

Lho, bir kan beda dengan miras?

Iya memang beda. Tetapi di usia belia dan masih labil, mereka belum tahu bedanya anggur, bir, dan minuman cap topi miring, bahkan yang dioplos-oplos itu. Mereka berpikir, jenis mimuman seperti itu cocok untuk menenangkan pikiran yang sedang gundah.

Tapi aku tidak anti dengan bir. Ibuku setiap malam tahun baru menyimpan 2 botol di kulkas untuk diminum sendiri maksimal 2 gelas, sisanya dihidangkan kepada para tamu yang datang keesokan harinya. Di luar momen itu, tidak ada bir di rumah kami.

Ah, membahas ini semakin membuatku rindu pulang ke Jakarta. Padahal aku baru setengah tahun lebih di sini. Belum saatnya pulang liburan. Tetapi belakangan, perasaanku gelisah dan tidak tenang. Patricia sering menanyakan kapan pastinya aku meninggalkan pekerjaanku di sini. 

Ia beralasan, jangan melakukan sesuatu yang tidak kita sukai. Ia mungkin lupa, betapa bukan itu inti persoalanku. Aku sedang memenuhi komitmenku dan sangat membutuhkan kerelaan diriku sendiri untuk melakukannya.

***

Aku berjalan kaki dari stasiun radio milik pemerintah di kota ini menuju persimpangan. Enaknya menunggu ojek online di situ saja deh. Tapi aku terkesima ketika melihat logo mini market yang terkenal dan jumlahnya ribuan itu. 

Oh, di pojokan sini ada juga toh, pikirku. Aku segera masuk. Seketika aku seperti berada di kampung halamanku di ibukota. Seluruh inderaku bergerak dan merasakan memori bangkit dan berkelebatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun