Mohon tunggu...
RiuhRendahCeritaPersahabatan
RiuhRendahCeritaPersahabatan Mohon Tunggu... Freelancer - A Story-Telling

Tidak ada cerita seriuh cerita persahabatan (dan percintaan)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dunia yang Terhubung dan Manusia yang (Tak) Selalu Terhubung

17 November 2020   06:57 Diperbarui: 17 November 2020   07:03 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata dia, suasana riuh di perhelatan itu seperti tanpa henti. Ia memang pernah curhat kepada Budiman, teman sejawatnya soal kesulitan mobilitas karena tidak punya kendaraan. Tapi itu sudah lama dan ia meminta agar ini dirahasikan. Apakah Budiman membocorkan curhatnya kepada orang lain? Tapi kan ini doorprize?

Waktu ia menceritakan perihal ini kepada Eddy, lelaki itu dengan enteng mengatakan, "Bu Mel, Anda percaya itu hadiah belaka? Bukan sogokan halus supaya Mas Perdi tidak ribut lagi tentang kebijakan Pak Ridwan yang memaksa para pegawainya masuk di hari libur?"

Aku memang pernah bercerita kepada Eddy tentang keluhan jemaat dimana Perdi melayani, yang sering tidak bisa pergi ke gereja di hari Minggu dan beraktivitas pada malam hari, karena masih sibuk di kantor. 

Pemilik perusahaan itu kebetulan Pak Ridwan. Pemimpin perusahaan dan pejabat gereja itu kadang-kadang dipegang orang yang sama. Masa sih sampai segitunya? pikir saya.

***

Tapi tema soal tawaran rumah Tante Sis kepada saya segera berganti dengan obrolan tentang pekerjaan beliau selama berada di ibukota.  Ketika ia menyebut kota Jakarta, aku seketika merasakan rindu yang bukan kepalang. 

Teman-teman hang out, teman-teman gerejaku yang seru-seru, dan .... mungkin dengan Patricia juga. Tapi Patricia orang yang super sibuk. Dari Senin sampai Minggu waktunya habis untuk bekerja, walau ia sering mencemooh semboyan 'kerja, kerja, kerja' yang terkenal itu.

Eh, tadi dia aku mengatakan kalau dunia itu sempit. Dunia siapa yang sempit? Tentu saja dunia Tante Sisca dengan duniaku. Sempitnya di mana? Ya, di Pub yang aku ceritakan tadi. 

Pub itu adalah tempat yang sama dengan tempat Patricia dan teman-temannya, yang teman-temanku juga, biasa menenggak segelas besar bir bintang. 

Aku setiap kali bersama mereka, akan memesan minuman lain yang tanpa alkohol dan duduk jauh dari mereka kalau sudah tiba acara potret sana potret sini.

Awalnya mereka sebal dengan tingkahku. "Minum bir nolak, diphoto nolak. Apa sih maunya Imelda ini?" dan aku akan bilang, "Aku maunya jus jeruk dan jangan sampai wajahku kelihatan kalau dipotret, supaya ketika foto ini terpublish di media sosial masing-masing, murid-muridku di sekolah tidak mengejekku sebagai ibu guru peminum bir" kataku sambil tertawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun