Mohon tunggu...
RiuhRendahCeritaPersahabatan
RiuhRendahCeritaPersahabatan Mohon Tunggu... Freelancer - A Story-Telling

Tidak ada cerita seriuh cerita persahabatan (dan percintaan)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat-surat untuk Irena (3)

28 Februari 2019   18:00 Diperbarui: 28 Februari 2019   18:15 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/kglithero

Sekarang, setelah selesai dengan kesibukan di sekolah bulan lalu, aku lebih banyak di rumah. Ada satu-dua hal yang membuatku belum bisa beraktivitas setiap hari. Tetapi aku merasakan ini; bahwa apa yang dulu begitu menarik bagiku, kini tidak lagi. 

Mungkin kamu bertanya, bukankah ketika baru tiba di sini aku merasakan euforia luar biasa? Ya, betul! Aku melewati euforia selama 2 bulan pertama. Tetapi sesudah itu aku seperti terlempar ke pelataran yang membuatku jenuh, gamang, dan datar. Aku tidak tahu apa itu namanya. Selera untuk beraktivitas pun hilang. Ah, sulit aku menggambarkannya.

Dulu, aku sering kebanyakan ide. Sekarang ide-ide itu tidak menarik lagi. Dulu, aku bergairah setiap kali akan bertemu orang-orang. Sekarang, aku sering mendapati diriku tidak tahu untuk apa aku menghabiskan waktu dengan mereka. Yang terasa pedih adalah kemarin. Aku hadir bersama 3 orang teman; mereka anak-anak muda semuanya. 

Sudah bekerja, tetapi yang tetap ingin punya komunitas iman. Mereka mengundangku hadir dalam diskusi untuk mendapatkan beberapa masukan dariku. Aku datang, tapi bukan semata-mata mau memberi masukan. Aku ingin bertemu dan mendengar pengalaman mereka juga.

Sekali waktu mereka amat serius mendiskusikan pentingnya memiliki integritas di kantor. Ada sekitar satu jam mereka membahas hal itu. Harusnya aku berbahagia menyaksikan kesungguhan teman-teman. Tetapi sore itu pikiranku terbelah, Ren. Aku sedang pusing memikirkan Robin yang sedang marah besar. Dia berkali-kali protes karena aku terlalu fokus dengan aktivitasku di sini. Dan aku tidak cukup punya waktu, eh, bukan waktu, tapi perhatian kepadanya. Kalau sedang senggangpun, pikiranku tak bisa jauh dari pekerjaan.

Kutukan LDR kini melandaku. Aku semakin tahu sekarang, aku bukan orang yang sanggup menjalani relasi jarak jauh. Pertemanan hanya di surat atau alat komunikasi tidak pernah membuatku jadi teman sejati atau kekasih yang baik. Teman terbaiku adalah orang-orang yang tinggal bersamaku dalam satu atap, satu habitat, atau satu organisasi. Di luar itu, rasanya semu deh.

Kamu tentu sudah bosan kalau aku ulang-ulang kisahku; dimana setiap kali ada konflik ketika memasuki tempat baru, kemungkinan besar di situlah tempatku. Di situlah aku menemukan teman-teman sejatiku. Kantor dimana aku pernah bekerja memberikan tiga orang sahabat. Persahabatan kami bermula dari keributan mendebat sesuatu. Lalu dilanjutkan dengan saling mengenal kebiasaan masing-masing dan ketika banyak kecocokan di antara kami, jadilah kami teman dekat. Dengan Robin, aku tidak demikian. Kami hanya bercakap-cakap dari jauh. Lalu aku merasa bersalah karena tidak bisa tampil apa adanya.

Lho, kok aku jadi curhat dia ya?

Aku mohon doamu ya Ren bisa melewati tahap yang sulit ini. Kadang-kadang aku berpikir, apakah aku sedang menjalani fase kehidupan seperti musa di usia tuanya. Semua gairah untuk berbuat sesuatu telah lenyap, sehingga menimbulkan keengganan. Maunya menjalani rutinitas saja karena semua euforia telah hilang. Namun justru di saat itulah Tuhan menyuruhnya bekerja! Memimpin bangsanya yang susah diatur, sekaligus menghadapi dirinya yang pemarah.

Kalau itu yang terjadi, sungguh berat Ren. Aku terbiasa bekerja dengan passion, sebab itulah yang memberiku semangat.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun