Mohon tunggu...
RiuhRendahCeritaPersahabatan
RiuhRendahCeritaPersahabatan Mohon Tunggu... Freelancer - A Story-Telling

Tidak ada cerita seriuh cerita persahabatan (dan percintaan)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat-surat untuk Irena (3)

28 Februari 2019   18:00 Diperbarui: 28 Februari 2019   18:15 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/kglithero

Ya, porsi itulah yang paling banyak kuberikan.

Sambil berjalan, sambil kuuji diriku sendiri, apakah aku memang harus bekerja di sini. Ternyata tidak!

Aku akan tetap dengan rencanaku semula. Terimakasih ya Ren, sudah mengingatkanku. Kamu betul, dunia anak-anak bukanlah tempatku. Dan seharusnya aku menolak dari awal tawaran ini.

Aku ingin tertawa waktu kamu mengingatkan kalau aku payah untuk urusan mengasuh bayi. Kapan sih aku bercerita soal itu? Aku sendiri sudah lupa. Memang ibuku mahfum kalau aku suka kabur kalau bayi-bayi alias para keponakan sedang ada di rumah. Tunggu mereka besar, barulah aku mau mengasuhnya. Itupun tidak lama. Tapi kalau anak-anak remaja di sekolah atau di gereja, aku dengan senang hati jadi inang pengasuh mereka.

Sekarang, aku tidak lagi mengurusi remaja. Minggu lalu aku pergi ke Lapas untuk memberikan penyuluhan agama. Petugasnya menyambut baik. Beliau malah meminta aku datang ke sana setiap hari di luar hari Sabtu dan Minggu. Kata beliau, para warga binaan itu sangat membutuhkan pembinaan dan variasi kegiatan di tengah-tengah hari-hari yang membosankan.

Tapi tentu saja aku tidak bisa. Aku hanya bisa dua minggu sekali. Kecuali kalau nanti ada penyuluhan hukum, aku mungkin akan datang seminggu sekali ke Lapas. Itupun temporer saja. Aku memang membutuhkan wawasan lain seperti bidang hukum, yang nantinya akan dipertalikan dengan hal-hal yang bersifat keagamaan.

Kali ini aku mesti lebih wise. Dulu, aku begitu polosnya sampai-sampai mau saja memberikan nomor ponselku kepada warga binaan. Tak butuh waktu lama, mereka kemudan meng-sms dan meneleponku bertubi-tubi. Dari Lapas! Padahal mereka dilarang memegang ponsel. Tidak cukup hanya menelepon hampir setiap malam, setiap akhir bulan mereka minta dikirimi pulsa. Awalnya aku sempat berikan, dua kali kalau tidak salah.

Lalu aku diberitahu soal peraturan di Lapas. Segera aku melapor ke ketua tim yang biasa melayani di sana, dan aku diminta untuk tidak meladeni permintaan pulsa termasuk panggilan telepon. Padahal, beberapa di antara mereka adalah orang yang memang membutuhkan pendampingan secara pastoral, lebih dari sekedar hadir di jam-jam ibadah. 

Aku mencoba meminta dispensasi itu. Tapi untunglah Ketua Tim tetap melarang. Kalau mau pelayanan pastoral katanya, gunakan saja waktu yang telah disediakan setiap hari Sabtu dan Minggu. Pak Ketua Tim beberapa kali menekankan kepadaku, mbak Melda, yang terpenting adalah bagaimana mereka ketika kembali ke masyarakat. Apakah kita siap kita menerima mereka termasuk jika mereka membutuhkan pekerjaan? Pertanyaan ini yang belum mampu kujawab Ren.

Aku belum yakin, apakah akan sampai ke urusan pasca di Lapas atau tidak. Tapi aku mengenal dengan baik suaminya Tifany. Kamu masih ingat dia kan? Abang itu sekarang banyak mempekerjakan ex warga binaan Lapas di rumahnya. Ada usaha kecil-kecilan di sana, mulai dari air isi ulang sampai dengan menjual segala macam jenis sayuran.

Duh, ternyata aku belum sempat bertemu mereka. Keadaanku sekarang tidak lagi sama, Ren. Dulu aku bisa setiap hari bepergian kemana aku suka. Bertemu sebanyak mungkin orang, bukan hanya di kampus atau sekolah. Aku menyerap apa saja yang bisa kupelajari di kota ini. Sampai-sampai, aku lupa Mama Papaku di Jakarta. Begitulah aku, kamu kenal seperti apa kan sahabatmu ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun