Mohon tunggu...
Rista Trihandayani
Rista Trihandayani Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Iseng nulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tenggat Waktu

21 Oktober 2023   16:05 Diperbarui: 21 Oktober 2023   16:12 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seorang penulis dihadapkan dengan tenggat waktu pengumpulan karya yang hanya tinggal 2 hari lagi. Sekarang sudah pukul 23.58, yang berarti 2 menit lagi tenggat waktu tersebut hanya tinggal 1 hari lagi. Dia harus mengumpulkan 10 cerpen kepada penerbit, tetapi baru 9 cerpen yang ia selesaikan. Penulis ini adalah tipe orang yang menepati janji, jadi dia harus menyelesaikan dan mengirim karyanya tepat waktu. Akhirnya, dia menghadapi satu hari genting untuk berpikir tentang isi tulisan dalam satu cerpen untuk melengkapi kumpulan karyanya. 

01.00 

Dia memutuskan untuk membuat segelas kopi hitam hangat sebagai obat penghilang kantuk yang menurutnya sangat mujarab itu. Sambil membuat kopi pun ia berpikir cerita apa yang akan dituliskan. Apakah tentang secangkir kopi hangat yang disediakan oleh seorang istri kepada suaminya setiap malam yang kerjaannya hanya begadang untuk menonton bola? Tidak. Dia tersadar bahwa cerita tersebut tidak menarik untuk dihadirkan kepada pembaca setianya, yang sebenarnya dia juga tidak tahu punya pembaca setia atau tidak. 

Kopi pun jadi dan dia bawa ke atas meja kerjanya, ia kembali berpikir tentang cerita yang ingin dia tuliskan. Tiba-tiba, ia tersadar akan kisah cintanya dahulu saat masih berada di kampus. Di mana ia terkenal bahwa ada satu perempuan yang menyukainya dari awal masuk kuliah sampai lulus kuliah. Ia ingat betul bahwa ia pun juga sebenarnya sudah jatuh hati pada perempuan tersebut. 

Karena teringat hal tersebut, dicarilah foto perempuan tersebut di media sosial yang ia miliki. Ternyata perempuan tidak menghapus foto mereka berdua di media sosialnya yang membuat ia berpikir apakah perempuan tersebut masih belum bisa melupakannya. Akhirnya, dia berpikir sepertinya kisan cintanya cocok untuk ditulis menjadi sebuah cerpen. 

Merasa sudah mendapatkan ide dan ingin segera menulis, mula-mula ia menyalakan rokoknya terlebih dahulu sebagai teman penulisan cerita tersebut. Dia mulai dari awal pertemuannya di kampus, kemudian dia beri diksi-diksi yang menarik agar terlihat lebih romantis seperti cerita cinta pada umumnya. Ia lanjutkan dengan menggambarkan sosok perempuan yang menyukainya mulai dari fisiknya sampai sesuatu yang dikenakannya. Dia terus menuliskannya sambil tersenyum-senyum membayangkan kejadian yang dianggap lucu karena ada perempuan yang segitu bodohnya suka dengannya. 

Di tengah cerita, ia tersadar akan sesuatu bahwa cerita ini tidak baik karena akan mengungkapkan keburukannya. Ia teringat bahwa pada akhirnya dia yang jahat pada perempuan tersebut, selagi mendekati perempuan tersebut ternyata ia masih mengharapkan cinta perempuan lain, yang berarti ia hanya menjadikan perempuan tersebut cadangannya. Di cerita yang ia tulis pun dituliskan bahwa ia memang mulai sayang pada perempuan itu, tetapi hatinya tidak seutuhnya untuk perempuan tersebut. Dia pun menganggap dirinya jahat. 

Pada akhirnya, dia memutuskan untuk tidak menjadikan cerita tersebut cerpen untuk ia terbitkan yang berarti sama saja dia mengumbar air ke muka umum. Penulis ini memang selalu menjaga citranya dengan baik di depan siapa pun. Tidak boleh ada yang tahu keburukan yang terjadi dalam hidupnya. 

03.00

Setelah 2 jam sia-sia, dia merasa harus istirahat walaupun dengan hasil yang tidak memuaskan. Dia menyatakan bahwa dia mengalami writer block. Dia tidak punya ide sama sekali sekarang. Dia merasa menyesal 2 jam yang lalu malah hanya bernostalgia dengan masa lalunya yang bisa dibilang indah, tetapi tidak indah juga. 

Dia memutuskan untuk mendengarkan lagu agar bisa memberi waktu santai kepada pikirannya. Sebenarnya, pikirannya sudah tidak fokus karena memikirkan tenggat waktu yang sebentar lagi habis. Cerita itu harus segera hadir di pikirannya, yang baik dan sesuai dengan keinginannya. 

Salah satu lagu dengan nada yang tenang terputar dalam aplikasi musiknya. Seolah-olah semesta mendukung dirinya yang ingin mengistirahatkan pikirannya sejenak. Lagu ini merupakan lagu yang mengingatkan dia dengan masa kecilnya yang suka diolok oleh teman-temannya mirip dengan gajah. Olok-olokan tersebut tertuju padanya karena dahulu dia memiliki badan yang gemuk dan pendek. Walaupun sampai sekarang masih sama, hanya tambah tinggi saja. Namun, dalam lagu tersebut juga mengingatkan bahwa gajah merupakan binatang yang cerdas. Buktinya sekarang dia cerdas dan bisa membuktikan bahwa dia sukses menjadi penulis. 

Oke. Penulis memutuskan untuk menulis kisah masa kecilnya. Dimulai dari mengapa dia bisa tinggal di sebuah gang kecil, di tengah pusat perkotaan. Dia dan keluarganya merupakan orang perantauan dari pulau di bagian Barat Indonesia. Kemudian, cerita dilanjut dengan pertemuannya dengan teman-temannya. Awalnya pertemuan dia dengan teman-temannya sangat baik sekali dan dimulai dengan bermain seperti anak-anak pada masanya. Namun, tiba-tiba dia teringat bahwa kejadian tersebut membuat dia traumatis untuk berteman dengan siapa pun sampai sekarang. Ejekan teman-temannya tidak hanya terkait gajah, tetapi menganggapnya gajah yang dapat disiksa semau mereka. 

Lagi-lagi penulis berhenti menuliskan ceritanya, dia merasa kesal dan marah sekarang. Perasaan menyesal pun muncul berkali-kali membuat dia memukul kepalanya berkali-kali. Hal tersebut bertujuan untuk menenangkan pikirannya yang malah menjadi kalut. Niat awal ingin menunjukkan bahwa dia bisa sukses, walaupun diejek oleh teman-temannya, malah menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Sakit hati itu masih melekat dalam dirinya. Rundungan. Penyiksaan. Segala sesuatu yang dilakukan teman-temannya membuat dia terus menyakiti dirinya untuk menjadi tenang dengan cara yang salah. 

Ia pun tertidur karena terlalu sakit menahan segala rasa yang telah ia rasakan. 

08.00 

Ia terbangun dengan posisi duduk yang kepalanya berada di atas meja kerjanya. Ia bangun dengan badan yang rasanya sakit sekali. Pertama karena salah duduk dan kedua karena kejadian dia yang menyakiti dirinya sendiri. Akhirnya, ia coba merebahkan sebentar badannya ke atas tempat tidur berharap badannya kembali membaik setelah itu. 

Cahaya matahari mulai masuk ke dalam sela-sela ventilasinya yang membuat ia tersadar untuk melihat pukul berapa sekarang ini. 08.10. Terkejut bukan main saat dia melihat jam di layar gawainya. Dia langsung bangun dari tempat tidurnya dan mencoba kembali konsentrasi di depan layar laptopnya. Walaupun semua itu sia-sia. Apa yang bisa diharapkan dari orang yang baru bangun tidur? Ide? Tidak ada. Gelisah, resah, dan bingung begitulah gambaran penulis saat ini. 

Penulis hanya bisa menggoyang-goyangkan kakinya, berharap ide itu datang, tanpa ada usaha apa pun. Kemudian, menggigit ujung jarinya, seolah-olah ide itu bisa datang dati sela-sela kukunya. Mencoba menundukkan kepala semoga ada keajaiban yang datang kepadanya. Namun, semuanya hanya membuat pikirannya tambah pelik. 

09.00

Pesan masuk ke gawainya dari salah satu karyawan penerbit yang berisi "Pak, apakah 10 cerpen sudah jadi? Karena masih ada proses pemeriksaan oleh editor untuk tahap penerbitan. Ditunggu maksimal besok pukul 00.00 ya, Pak. Terima kasih". Pesan tersebut membuat rasa panik itu muncul. Namun, di sisi lain, dia menjadi ingat dengan editor bukunya yang pernah menawarkan diri jika ingin mengobrol terkait proses penulisan cerita.

Tanpa pikir panjang, penulis menulis pesan kepada editornya menanyakan perihal bagaimana menemukan ide atau gagasan baru dalam menulis sebuah cerita. Balasan editornya malah tertawa karena menganggap penulis bercanda menanyakan hal tersebut. Di saat yang super genting seperti ini, malah ada yang menertawakannya sehingga membuat dia sangat merasa kesal. Akhirnya, dia tidak membalas pesan tersebut. Dia menganggap editor tersebut hanya meremehkannya saja. 

Tak lama kemudian, pesan masuk kembali ke gawainya "Maaf tadi aku hanya bercanda, jika memang kamu kehabisan ide. Coba mulai dari hal yang kamu sukai. Cinta? Politik? Ekonomi? Sosial? Budaya? Kau bisa mulai dari situ. Jika masih bingung, bisa hubungiku kembali."

Sekarang otaknya pun mulai berjalan untuk berpikir tentang hal yang dia sukai. Mulai dari kegiatan yang sering dia lakukan, seperti menulis dan bermain gawai. Kalau makanan, ia suka sate kambing. Kalau minuman, ia suka kopi hitam. Dia tidak tahu lagi hal apa yang ia sukai selain tiga hal tersebut. Haruskah ia membuat cerita orang yang bermain gawai sambil memakan sate kambing dan minum kopi? Sangat tidak menarik menurutnya. Benar-benar pikirannya seperti berada di ujung gang sempit. Buntu. Di tambah seperti ada bom waktu di kepalanya. 

09.30 

Penulis memutuskan untuk menghubungi editor kembali, walaupun tidak berharap banyak karena ide sebelumnya tidak menghasilkan apa-apa. Dia pun menanyakan hal yang sama mengenai bagaimana mendapatkan ide untuk menulis cerita dikala pikiran sedang buntu. Editornya membalas "Amati, tiru, dan modifikasi."

Bingung. Di saat seperti ini, editornya hanya membuat dia bingung. Jawaban tersebut tidak spesifik mengenai hal apa yang harus ditiru, diamati, dan dimodifikasi. Dia menyimpulkan bahwa sesungguhnya editor ini tidak bisa membantunya sama sekali. Semua sarannya hanya membuat dirinya tambah kebingungan dan teheran-heran sendiri. 

Lelah dengan pikirannya, penulis memutuskan untuk kembali ke depan laptopnya. Namun, bukannya menulis, dia malah membuka folder berjudul "Film" seakan-akan dalam folder tersebut ada berjuta ide yang akan berdatangan. Dia memilih film kesukaannya dan menontonnya. Dia berpikir bahwa menonton film adalah jalan yang tepat untuk menghilangkan penat dalam benak dan pikirannya. Ini memang merupakan cara yang ia lakukan ketika proses penulisan kreatifnya, tetapi tidak dengan tenggat waktu pengumpulan cerpen yang sangat dekat. Entah mengapa dia sangat membuang waktunya dengan percuma saat itu. 

12.00 

Penulis telah selesai menonton film tersebut dan merasa pikirannya sangat rileks. Film memang benar-benar bisa menjadi obat di saat pikiran tidak menentu menurutnya. Kemudian, dia kembali ke naskahnya yang belum dikerjakan tersebut dengan senyuman. Padahal ia tahu senyuman tersebut hanya akan dirasakan sesaat. Namun, tiba-tiba benar saja ia mendapat ide. Ia tahu harus menulis apa. 

Kali ini dia akan menuliskan sebuah cerita fantasi, dengan tokoh utama yang memiliki kekuatan super dan memutuskan untuk menjadi seorang pahlawan bagi orang-orang sekitar. Penulis merasa idenya sangat brilian dan sekarang dia sangat bersemangat menulis ceritanya. Cerita dimulai dari adanya orang biasa yang memiliki badan kurus dan memiliki kesehatan yang buruk. Kemudian, dia bertemu dengan seorang dokter yang mampu mengubah tubuhnya dengan memanipulasi gen dan ototnya kemudian menjadikannya manusia unggul. Pahlawan super tersebut pun dilengkapi dengan perisai yang selalu dibawa ke mana pun untuk melawan musuh-musuhnya. 

Terus berlanjut penulis menuliskan sampai halaman kedua dan dia berhenti kemudian memukul kepalanya. Iya, dia tersadar bahwa cerita yang dia tulis adalah cerita yang filmnya baru disaksikan beberapa jam yang lalu. Semua ceritanya persis dia tuliskan tanpa adanya proses modifikasi sama sekali. Dia sangat merasa bodoh, lagi-lagi dia membuang waktunya dengan sangat percuma. 

14.00

Sebuah pesan masuk ke dalam gawainya, "Pak, semoga karyanya segera selesai, ya. Saya harap 10 cerpen tersebut segera dikirimkan ke penerbit. Kami tidak bisa mengulur waktu produksi penerbitan bukunya. Jika tidak bisa menyelesaikan, segera kabari kami. Kamu harus mencari karya lain untuk diterbitkan sebagai penggantinya." 

Pesan tersebut rasanya seperti desakan dan membuat ruang pikirannya makin sempit. Kalau ide bisa dijemput di sembarang halte, mungkin penulis sudah menjemputnya sedari tadi. Namun, kenyataannya, ide yang sudah diundang untuk datang pun enggak untuk hadir di pikirannya. Luar biasa memang ide sangat eksklusif sekali untuk penulis. Lagi-lagi, dia memikirkan hal yang tidak penting. Selalu. 

Sekarang dia sedang mengalami fase tegang, denyut nadi meningkat, mulai berkeringat, perut pun ikut kembang kempis, napas tidak teratur, dan berkali-kali menguap. Dia paham keadaan tubuhnya sudah tidak baik dan biasanya saat merasakan hal tersebut dia akan memutuskan untuk mandi sebagai penyembuh. Di tengah semua kegelisahannya, dia memutuskan untuk mandi. Mandi dengan rasa gelisah, aneh sekali rasanya. 

Saat tengah membasuh kepalanya dengan air dingin, tiba-tiba dia teringat kembali dengan sang editor. Walaupun menurutnya editor sangat tidak membantu, tetapi dia tidak punya lagi orang untuk dihubungi. Dia dengan yakin memutuskan untuk menghubungi editornya kembali walaupun tidak berharap banyak. Setidaknya ada orang yang bisa diajak bicara di saat genting. 

15.00

Penulis mengirim pesan kepada editor, sekadar memberitahukan bahwa cerpen dia yang kesepuluh belum dia buat. Editor pun membalas, "Ceritakan keresahanmu, itu bisa jadi jalan terbaik dalam membuat sebuah cerita." Membaca pesan tersebut rasanya membuat penulis tambah bingung lagi. Keresahan apa yang harus ditulis? Terkait penghasilan penulis yang tidak tetap? Oh, atau terkait pembajakan buku berbasis pdf yang disebarluaskan seenak jidat orang banyak? Atau terkait bagaimana caranya mendapatkan uang dengan cepat tanpa harus berpikir? Atau mengapa negara tidak bisa menggaji masyarakatnya tanpa perlu bekerja? Keresahan dan kebodohan sepertinya menjadi satu dalam pikirannya sekarang. 

Keresahan yang sesungguhnya penulis rasakan pasti sangatlah banyak, sampai dia tidak tahu harus memilih yang mana. Berpikir, berpikir, berpikir, membuat dia menghabiskan waktunya sampai pukul 16.00. 

"Gila! Tidak ketemu!" Berhenti jadi penulis saja lah!" tiba-tiba dia memberontak sendirian. Ingin rasanya lebih meledak-ledak, tetapi dia tidak mau menghabiskan banyak energi. Selagi bisa, ia coba menenangkan dirinya sendiri dengan berbagai macam cara. Dia coba terus menatap layar laptopnya berharap tiba-tiba sebuah gagasan muncul dalam pikirannya, entah cuma menyapa, setidaknya ada sesuatu dalam pikirannya. Suasana tersebut terasa hening sekian menit lamanya dan membuat penulis tertidur. Penulis benar-benar kehabisan daya kali ini.

18.00 

Bangun dan terkejut. Terkejut karena kenapa tiba-tiba dia terbangun tanpa mengetahui proses ia tertidur. Pusing sekali kepalanya karena bangun tidur dengan perasaan kaget dan kalut. Dia melihat jam di gawainya sudah menunjukkan pukul 18.02. Sepertinya cerpen terakhir tidak akan dia pernah tulis. Penulis memutuskan untuk membuat secangkir kopi di saat keadaan makin genting. Gila memang, tetapi dia pun harus mencari obat penenang. 

18.15

Pada waktu ini, penulis menyatakan dirinya sudah tenang. Dia mulai kembali menghadap ke layar laptop untung melanjutkan tulisannya yang sebenarnya tidak ada juga tulisan yang dilanjutkan karena belum ada gagasannya. Setidaknya dia sudah mengawali dengan hal-hal baik, maka nantinya ide itu akan datang dengan baik-baik. Harapannya. 

Sudah tidak ada jalan lain, sekarang, dia benar-benar harus menulis sesuatu. Hanya tersisa 5 jam 45 menit. Wow! Cerita apa yang harus ditulis dalam waktu sesingkat itu. Penulis masih terpikirkan terkait keresahan apa yang harus ditulis. 

Keresahan terhadap negara? Tidak mungkin, itu terlalu pelik, malah nanti akan menjadi buku sejarah. 

Keresahan terhadap kehidupan sosial? Sepertinya tidak, penulis pun hidupnya tidak bisa bersosialisasi. 

Keresan terhadap ekonomi? Tidak menarik! Ekonomi tidak pernah memuaskan hidupnya, nanti cerita tersebut hanya memiliki ending yang menyebalkan. 

Keresahan terhadap cinta? Bahkan, dia merasakan cinta terakhir saat kuliah, setelah itu tidak ingin mencoba kembali. 

Keresahan terhadap diri sendiri? Bisa jadi, tetapi apa? Pekerjaan? Dia hanya seorang penulis biasa yang sekarang merasa dirinya bukan penulis karena dia bahkan tidak dapat menulis sebuah cerita. Itulah keresahan yang ia rasakan terhadap dirinya sendiri. Penulis tersadarkan keresahan yang bisa ia ceritakan adalah keresahan yang sekarang ia rasakan. Semua prosesnya, mulai dari memikirkan kisah cinta yang tidak jadi ditulis, teman kecilnya yang tidak tahu diri, dan semuanya dari pukul 01.00 sampai sekarang. Kini, penulis tersenyum sumringah. Semua keresahan memang harus ditulis. 

18.30 

Menyalakan rokok satu batang. Menyeruput dua teguk kopi. Mulai menulis. 

23.58

Selesai. Kirim. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun