Tak lama kemudian, pesan masuk kembali ke gawainya "Maaf tadi aku hanya bercanda, jika memang kamu kehabisan ide. Coba mulai dari hal yang kamu sukai. Cinta? Politik? Ekonomi? Sosial? Budaya? Kau bisa mulai dari situ. Jika masih bingung, bisa hubungiku kembali."
Sekarang otaknya pun mulai berjalan untuk berpikir tentang hal yang dia sukai. Mulai dari kegiatan yang sering dia lakukan, seperti menulis dan bermain gawai. Kalau makanan, ia suka sate kambing. Kalau minuman, ia suka kopi hitam. Dia tidak tahu lagi hal apa yang ia sukai selain tiga hal tersebut. Haruskah ia membuat cerita orang yang bermain gawai sambil memakan sate kambing dan minum kopi? Sangat tidak menarik menurutnya. Benar-benar pikirannya seperti berada di ujung gang sempit. Buntu. Di tambah seperti ada bom waktu di kepalanya.Â
09.30Â
Penulis memutuskan untuk menghubungi editor kembali, walaupun tidak berharap banyak karena ide sebelumnya tidak menghasilkan apa-apa. Dia pun menanyakan hal yang sama mengenai bagaimana mendapatkan ide untuk menulis cerita dikala pikiran sedang buntu. Editornya membalas "Amati, tiru, dan modifikasi."
Bingung. Di saat seperti ini, editornya hanya membuat dia bingung. Jawaban tersebut tidak spesifik mengenai hal apa yang harus ditiru, diamati, dan dimodifikasi. Dia menyimpulkan bahwa sesungguhnya editor ini tidak bisa membantunya sama sekali. Semua sarannya hanya membuat dirinya tambah kebingungan dan teheran-heran sendiri.Â
Lelah dengan pikirannya, penulis memutuskan untuk kembali ke depan laptopnya. Namun, bukannya menulis, dia malah membuka folder berjudul "Film" seakan-akan dalam folder tersebut ada berjuta ide yang akan berdatangan. Dia memilih film kesukaannya dan menontonnya. Dia berpikir bahwa menonton film adalah jalan yang tepat untuk menghilangkan penat dalam benak dan pikirannya. Ini memang merupakan cara yang ia lakukan ketika proses penulisan kreatifnya, tetapi tidak dengan tenggat waktu pengumpulan cerpen yang sangat dekat. Entah mengapa dia sangat membuang waktunya dengan percuma saat itu.Â
12.00Â
Penulis telah selesai menonton film tersebut dan merasa pikirannya sangat rileks. Film memang benar-benar bisa menjadi obat di saat pikiran tidak menentu menurutnya. Kemudian, dia kembali ke naskahnya yang belum dikerjakan tersebut dengan senyuman. Padahal ia tahu senyuman tersebut hanya akan dirasakan sesaat. Namun, tiba-tiba benar saja ia mendapat ide. Ia tahu harus menulis apa.Â
Kali ini dia akan menuliskan sebuah cerita fantasi, dengan tokoh utama yang memiliki kekuatan super dan memutuskan untuk menjadi seorang pahlawan bagi orang-orang sekitar. Penulis merasa idenya sangat brilian dan sekarang dia sangat bersemangat menulis ceritanya. Cerita dimulai dari adanya orang biasa yang memiliki badan kurus dan memiliki kesehatan yang buruk. Kemudian, dia bertemu dengan seorang dokter yang mampu mengubah tubuhnya dengan memanipulasi gen dan ototnya kemudian menjadikannya manusia unggul. Pahlawan super tersebut pun dilengkapi dengan perisai yang selalu dibawa ke mana pun untuk melawan musuh-musuhnya.Â
Terus berlanjut penulis menuliskan sampai halaman kedua dan dia berhenti kemudian memukul kepalanya. Iya, dia tersadar bahwa cerita yang dia tulis adalah cerita yang filmnya baru disaksikan beberapa jam yang lalu. Semua ceritanya persis dia tuliskan tanpa adanya proses modifikasi sama sekali. Dia sangat merasa bodoh, lagi-lagi dia membuang waktunya dengan sangat percuma.Â
14.00