Mohon tunggu...
Rista Trihandayani
Rista Trihandayani Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Iseng nulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tenggat Waktu

21 Oktober 2023   16:05 Diperbarui: 21 Oktober 2023   16:12 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Salah satu lagu dengan nada yang tenang terputar dalam aplikasi musiknya. Seolah-olah semesta mendukung dirinya yang ingin mengistirahatkan pikirannya sejenak. Lagu ini merupakan lagu yang mengingatkan dia dengan masa kecilnya yang suka diolok oleh teman-temannya mirip dengan gajah. Olok-olokan tersebut tertuju padanya karena dahulu dia memiliki badan yang gemuk dan pendek. Walaupun sampai sekarang masih sama, hanya tambah tinggi saja. Namun, dalam lagu tersebut juga mengingatkan bahwa gajah merupakan binatang yang cerdas. Buktinya sekarang dia cerdas dan bisa membuktikan bahwa dia sukses menjadi penulis. 

Oke. Penulis memutuskan untuk menulis kisah masa kecilnya. Dimulai dari mengapa dia bisa tinggal di sebuah gang kecil, di tengah pusat perkotaan. Dia dan keluarganya merupakan orang perantauan dari pulau di bagian Barat Indonesia. Kemudian, cerita dilanjut dengan pertemuannya dengan teman-temannya. Awalnya pertemuan dia dengan teman-temannya sangat baik sekali dan dimulai dengan bermain seperti anak-anak pada masanya. Namun, tiba-tiba dia teringat bahwa kejadian tersebut membuat dia traumatis untuk berteman dengan siapa pun sampai sekarang. Ejekan teman-temannya tidak hanya terkait gajah, tetapi menganggapnya gajah yang dapat disiksa semau mereka. 

Lagi-lagi penulis berhenti menuliskan ceritanya, dia merasa kesal dan marah sekarang. Perasaan menyesal pun muncul berkali-kali membuat dia memukul kepalanya berkali-kali. Hal tersebut bertujuan untuk menenangkan pikirannya yang malah menjadi kalut. Niat awal ingin menunjukkan bahwa dia bisa sukses, walaupun diejek oleh teman-temannya, malah menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Sakit hati itu masih melekat dalam dirinya. Rundungan. Penyiksaan. Segala sesuatu yang dilakukan teman-temannya membuat dia terus menyakiti dirinya untuk menjadi tenang dengan cara yang salah. 

Ia pun tertidur karena terlalu sakit menahan segala rasa yang telah ia rasakan. 

08.00 

Ia terbangun dengan posisi duduk yang kepalanya berada di atas meja kerjanya. Ia bangun dengan badan yang rasanya sakit sekali. Pertama karena salah duduk dan kedua karena kejadian dia yang menyakiti dirinya sendiri. Akhirnya, ia coba merebahkan sebentar badannya ke atas tempat tidur berharap badannya kembali membaik setelah itu. 

Cahaya matahari mulai masuk ke dalam sela-sela ventilasinya yang membuat ia tersadar untuk melihat pukul berapa sekarang ini. 08.10. Terkejut bukan main saat dia melihat jam di layar gawainya. Dia langsung bangun dari tempat tidurnya dan mencoba kembali konsentrasi di depan layar laptopnya. Walaupun semua itu sia-sia. Apa yang bisa diharapkan dari orang yang baru bangun tidur? Ide? Tidak ada. Gelisah, resah, dan bingung begitulah gambaran penulis saat ini. 

Penulis hanya bisa menggoyang-goyangkan kakinya, berharap ide itu datang, tanpa ada usaha apa pun. Kemudian, menggigit ujung jarinya, seolah-olah ide itu bisa datang dati sela-sela kukunya. Mencoba menundukkan kepala semoga ada keajaiban yang datang kepadanya. Namun, semuanya hanya membuat pikirannya tambah pelik. 

09.00

Pesan masuk ke gawainya dari salah satu karyawan penerbit yang berisi "Pak, apakah 10 cerpen sudah jadi? Karena masih ada proses pemeriksaan oleh editor untuk tahap penerbitan. Ditunggu maksimal besok pukul 00.00 ya, Pak. Terima kasih". Pesan tersebut membuat rasa panik itu muncul. Namun, di sisi lain, dia menjadi ingat dengan editor bukunya yang pernah menawarkan diri jika ingin mengobrol terkait proses penulisan cerita.

Tanpa pikir panjang, penulis menulis pesan kepada editornya menanyakan perihal bagaimana menemukan ide atau gagasan baru dalam menulis sebuah cerita. Balasan editornya malah tertawa karena menganggap penulis bercanda menanyakan hal tersebut. Di saat yang super genting seperti ini, malah ada yang menertawakannya sehingga membuat dia sangat merasa kesal. Akhirnya, dia tidak membalas pesan tersebut. Dia menganggap editor tersebut hanya meremehkannya saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun